Rahmat Sularso Nh.*

Menjadi seorang pemimpin dalam ruang lingkup tertentu seperti satuan pendidikan dibutuhkan sosok yang mengerti luar dalam situasi dan kondisi di sana, serta memiliki kepiawaian dalam mengolah pelbagai aspek yang ada. Seperti yang diungkapkan oleh Wahjosumidjo dalam bukunya Kepemimpinan Kepala Sekolah bahwa kepemimpinan hakikatnya yang melekat pada diri seseorang. Baik itu dari Kepribadian (Personality), Kemampuan (Ability), Kesanggupan (Capability) karena sebenarnya kepemimpinan itu sendiri ialah kegiatan yang tak dapat dipisahkan dengan kedudukan serta gaya maupun perilaku pemimpin itu sendiri.

Belakangan di Jombang sendiri sedang tengah menggodok sejumlah Calon Kepala Sekolah (CKS) yang nantinya akan ditempatkan di sejumlah satuan pendidikan baik SD/SMP Negeri yang tersebar di Kota Santri, utamanya dalam mengisi kursi kosong kepala sekolah akibat sudah memasuki masa purna. Dalam penyelenggaraannya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang menggandeng pihak ketiga yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI sebagai pengampu keseluruhan materi hingga penguatan yang diberikan kepada CKS.

Artinya, besar kemungkinannya bahwa nantinya kurang menyentuh secara mendasar ihwal kebutuhan serta aneka ragam persoalan yang akan dihadapi kepala sekolah sebagaimana kondisi di ranah kerjanya esok. Sebab dipahami disetiap satuan pendidikan di pelbagai kecamatan mempunyai corak yang ada sangatlah heterogen. Hal itu menyebabkan tantangan yang akan dihadapi pun berbeda-beda. Sekaligus membutuhkan penyelesaian yang bersifat solutif dengan penyesuaian keberadaannya baik dari sisi sosial, budaya, ekonomi, maupun hal-hal lain yang berkenaan dengan persoalan tersebut.

Ini menjadikan pekerjaan rumah bagi CKS dalam menurunkan menyesuaikan materi serta penguatan yang telah diberikan. Karena pastinya penyampaian sebelumnya masih bersifat global mengenai menjadi kepala sekolah era sekarang ini. Oleh karena itu, ini memerlukan kepiawaian CKS sehingga yang didapatkannya selama proses seleksi tersebut mampu digunakan dengan baik.

Sebagai pendidikan jelas telah menimba pengalaman itu sewaktu menjadi guru. Tinggal penyesuaian saja terhadap kedudukannya kini sebagai kepala sekolah. Alhasil harus lebih teduh dan mampu membersamai keseluruhan komponen yang ada.

Penyesuaian tersebut bersifat wajib. Setelah CKS mampu memahami betul kondisi serta situasi di lingkungan kerjanya. Berikutnya dari cakupan rentetan seleksi yang diikuti, terutama pada proses Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) harus dipetakan. Tujuannya mensingkronkan mana saja yang dapat digunakan dengan keadaan yang dihadapinya.

Jika sampai gagal menyelesaikan pekerjaan rumah ini, CKS seolah kehilangan tongkat sebagai alat bantu dalam menentukan arah dalam berjalan. Sehingga tidak ada konsep yang ada relevansinya dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Mengakibatkan segala penyelesaian yang dibuat seakan-akan bersifat reaksional. Tidak mampu berkepanjangan dalam artian menyelesaikan hingga ke pangkalnya.

Ibarat miniatur sebuah kehidupan di dunia. Di satuan pendidikan pun pasti akan dijumpai pelbagai persoalan yang akan menjadi tantangan tersendiri dalam melambungkan keberadaan satuan pendidikan itu kedepannya. Kalau pun gagal memungkasinya, jangan berharap akan mampu menghadapi sejumlah tantangan lain yang lebih beragam dan dinamika berbeda-beda.

Adapun tugas kepala sekolah sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 162/U/2003 Tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah dikenal dengan istilah 'EMASLEC'. Diantaranya adalah Educator (Pendidik), Manajer (Pengelola), Administrator (Pengadministrasian), Supervisor (Penyelia), Leader (Pemimpin), Enterpreneur (Pengusaha), dan Climate Creator (Pencipta Iklim). Jadi jabatan sebagai kepala sekolah memang benar bukan sembarangan. Senada yang dikatakan Wahjosumidjo di atas sangatlah erat kaitannya.

Baca Juga: Bimtek Anti Korupsi Batch V Penyelenggara Pemilu Tingkatkan Integritas

Bagi CKS yang telah memungkasi seluruh tahapan seleksi dan dinyatakan lolos, harus benar-benar menjadi roh atas satuan pendidikan di mana ditempakan nantinya. Selaiknya sebagai pencipta iklim yakni harus memiliki kemampuan kosmologi bawah sadar sehingga merangsang civitas lainnya dalam bergerak koheren seperti yang diejawantahkan dalam visi dan misi kepala sekolah tersebut. Misalkan saja dalam menyikapi segala perubahan dengan cepat melalui inovasi dan variasi aksi relevan sesuai kebutuhannya. Otomatis keseluruhan turut bergerak.

Begitu pun sebagai pengusaha. Maksudnya kepala sekolah harus mampu menstimilus seluruh bagian di satuan pendidikan dalam melangkah menemukan hingga melakukan usaha bersama yang kaitannya sesuai dengan aktivitas masing-masing seperti peserta didik ataupun guru. Jadi bisa melangsungkannya dengan sederhana karena masih ada hubungannya yang dilakoninya selama ini. Dengan begitu upaya menghidupkan 'enterprenurship' dapat dijalankan dengan langkah-langkah yang masih terintegrasi dengan pola kebiasaan yang sudah berlaku selama ini.

Tinggal cakupan seleksi CKS yang telah diperbuat itu mampu mencetak sebagai kepala sekolah yang berperan sebagaimana tertuang didalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 162/U/2003 Tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah tersebut. Lantaran disamping dua hal tersebut juga diperlukan kepiawaian lain yang membutuhkan penempaan lebih sehingga dapat menggawanginya dengan baik. Seperti halnya pendidik, pengelola, administrator, penyelia, serta kepemimpinan.

Sebagai pendidikan jelas telah menimba pengalaman itu sewaktu menjadi guru. Tinggal penyesuaian saja terhadap kedudukannya kini sebagai kepala sekolah. Alhasil harus lebih teduh dan mampu membersamai keseluruhan komponen yang ada. Benang merahnya nanti akan terasa dalam aspek pengelola dan administrator. Sebab, dalam dua aspek ini dibutuhkan kemampuan membawahi yang baik.

Ketika bisa menjadi ‘tiang sandaran’ bagi staf pengelola dan administrasi. Segala arahan hingga penetrasi kebijakan yang bersifat inovasi baru bukan tidak mungkin dapat dijalankan dengan paripurna. Selain sudah mengenal gaya daripada pemimpinnya (baca: Kepala Sekolah) tentunya sanggup melaksanakan sebaik-baiknya. Bahkan melebihi dari ekspetasi yang tertanam sebelumnya.

Sedangkan penyelia atau supervisi, di sini pula membutuhkan suatu kemampuan kepala sekolah yang semestinya satu bahkan lebih jauh tingkatannya tinimbang rekan lainnya. Baik itu guru, karyawan satuan pendidikan, maupun peserta didik dan wali peserta didik. Menyambung dari aspek kepemimpinan, bukan sekadar ditampakkan dari jabatannya saja. Melainkan juga saat melakukan aksi sebagaimana ketika bertindak sebagai penyelia salah satunya. Kepala sekolah harus lebih memahami terhadap persoalan yang dikoreksinya tersebut.

Andai kata ada kekurangtepatan dalam melakoninya, maka kepala sekolah becus dalam menanganinya dengan memberikan jawaban yang melegakan. Bukan semata menyalahkan, namun memberikan jalan keluar yang dibutuhkan. Begitu pun dengan beberapa komponen lain yang berkaitan untuk menunjang proses pembelajaran yang berlangsung di satuan pendidikan itu.

Jadi, apakah kesemuanya yang diberikan saat proses seleksi CKS telah diberikan? Mari kita lihat saja nanti hasilnya.

*) Pemimpin Redaksi Majalah Suara Pendidikan.

Lebih baru Lebih lama