Dok.MSP


Rahmat Sularso Nh.*

Guru adalah garda terdepan dalam kesuksesan pembelajaran di satuan pendidikan. Keberadaannya sangatlah sentral, selain menjadi konduktor dalam pembelajaran bersama peserta didik. Guru juga fasilitator yang harus mampu membangkitkan semangat belajar peserta didik di kala sedang turun. Peranannya yang sangat vital sekali membuat guru bukan sekadar pekerjaan. Melainkan profesi yang membutuhkan keprofesionalan dalam menjalankannya.

Untuk itulah tak heran, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI berupaya menggodok sebaik mungkin bagi guru pemula yang telah berhasil lulus seleksi dalam tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) serta Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) nelalui sebuah program yang bernama Program Induksi Guru Pemula (PIGP). Pada prinsipnya kalau kita selami, PIGP semacam program yang mengajak guru pemula untuk beradaptasi terhadap lingkungan dan kebutuhan kerjanya. Dengan kata lain, nantinya para guru pemula akan melakukan orientasi, pelatihan di satuan pendidikan, pengembagan, dan praktik pemecahan pelbagai permasalahan dalam proses pembelajaran yang dilakukan nantinya.

Hal ini sesuai dengan prinsip yang ditegakan dalam PIGP diantaranya berkenanaan dengan menjadikan sosok guru yang profesional dalam melakoni tanggungjawabnya, kesejawatan, akuntabel, serta pastinya adalah berkelanjutan. Oleh karenanya, penyelenggara harus mempersiapkan konsep pelaksanaan PIGP sematang mungkin. Baik dari instrumen pendukung maupun pihak-pihak yang berkenaan langsung didalam pelaksanannya. Tak lupa juga harus memiliki wawasan pula terkait keunggulan serta kelemhamahan secara komunal peserta PIGP tersebut.

Artinya, instrumen pendukung ialah segala yang bersangkutan dengan keadministrasian. Ini sangat penting karena nantinya akan menjadi pedoman pelaksanaan. Tak bisa asal comot atau ambil dari pelbagai contoh yang sudah ada sebelumnya.

Memang dalam mempersiapkan guru pemula sebagai insan yang profesional tidaklah cukup sekadar melalui kegiatan PIGP yang berlangsung kurang lebih delapan hingga sembilan bulan dengan keberlanjutan serta evaluasi periodik.

Harus dipahami situasi serta kondisi pendidikan di tiap daerah berbeda-beda. Demikian pun di Jombang, kalau ditelaah kembali antara perbandingan di wilayah perkotaan dengan kawasan kaki Gunung Anjasmoro hingga di Utara Sungai Brantas, tentunya memiliki keistimewaan masing-masing. Mungkin nantinya secara umum bagi guru pemula ketika terjun kesatuan pendidikan materi ajarnya sebagai pembekalan umunya hampir sama, namun bagaimana dalam penyesuian yang terjadi disana karena pelbagai macam perbedaan di tiap wilayah tersebut. Baik secara kultur, adat istiadat, kebiasaan, dan segala macam yang menjadi bagian dim masyarakat.

Untuk itulah penting sekali dalam materi yang diberikan nantinya dijelaskan penyesuaian terhadap situasi dan kondisi yang beragam itu. Sehingga tak sampai membuat guru pemula menjadi gagap bahkan gagal dalam melakukan penyesuaian diri di satuan pendidikan tempat tugasnya. Bahkan merasakan terasing dan sendiri karena tak mampu melebur menjadi satu.

Baca Juga: SMP Negeri Kudu Satuan Pendidikan Berbasis Literasi Numerasi

Berikutnya yang tidak kalah penting adalah serangkaian pihak yang diberikan tanggungjawab sebagai pembimbing guru pemula di saat pelaksanaan PIGP. Bukan semata melihat dari latarbelakang jabatan semata baik dari kepala sekolah atau pengawas yang memiliki peran besar. Tetapi haruslah sosok individu yang mampu menjebatani perekatan guru pemula dengan wilayah kerjanya nanti.

Dimaksudkan agar guru pemula ini tidak akan mengalami kesulitan berarti dalam penyesuaian dirinya nantinya. Lantaran sudah memiliki bekal berbagai macam langkah yang mesti dilakukan agar dapat menjadi bagian di satuan pendidikan tempatnya mengajar. Bersamaan dengan itu melesap didalam ekosistem lingkungannya disana.

Sebaliknya bagi guru pemula pun harus sudah memiliki dasar-dasar utama sebagai pengajar di satuan pendidikan yang notabene sangat dinamis serta memiliki peserta didik yang homogen. Itu jugalah yang nantinya akan menjadi paradigma utama penilian dalam pelaksanaan PIGP. Mulai kopetensi pegagogis, kepribadian, sosial, dan profesional. Kesemuanya memiliki kaitannya satu sama lain yang terbilang saling menguatkan guna menjadikan guru yang sesungguhnya.

Permasalahan yang Mungkin Terjadi

Perlu diketahui dalam pereklutan guru model CPNS dan PPPK ada dasar perbedaan yang sangat kentara. Salah satu diantaranya adalah CPNS benar-benar mereklut Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari latar pendidikan sesuai dengan kebutuhan. Selain itu tidak menjamin keseluruhan yang telah diterima sebagai PNS sudah memiliki pengalaman sebagai seorang guru. Bisa jadi mereka merupakan fresh graduate atau sebelumnya telah bekerja dibidang pekerjaan lain, tetapi ada kesempatan menjadi PNS sesuai dengan pendidikan sebelumnya maka mencoba peruntungannya.

Sedangkan yang PPPK jelas memiliki pengalaman mengajar, karena rata-rata yang diterima merupakan guru yang telah mengabdikan dirinya sebagai tenaga honorer di satuan pendidikan masing-masing. Namun soal keselarasan pendidikan akhir yang telah ditempuh dengan tugas sebagai PPPK yang harus mengampu mata pelajaran tertentu apakah sudah linier atau belum, ini harus disibak kembali dalam data masing-masing.

Jelas keadaan ini akan mejadi permasalah apabila materi dalam PIGP tidak mampu menyesuiakan dengan latar masing-masing peserta. Katakanlah tak mungkin juga materi PIGP untuk guru pemula yang belum pernah sama sekali mengajar diberikan kepada mereka yang tergolong lulusan PPPK. Mengingat pengalaman yang telah dijalaninya selama sebelum terjaring dalam PPPK. Memang tak ada salahnya bila mereka mengulang kembali, tetapi sangat disayangkan karena akan membuang banyak waktu dan lebih baik diisi dengan penguatan-penguatan yang lebih potensial sebagai modal selama mengajar.

Selain itu juga, PPPK telah memiliki tempat domisili mengajar. Pasti tak jauh berbeda dengan tempatnya yang selama ini telah menjadi pengabdiannya selama ini. Oleh karena itu, penguatan model pembelajaran sangat diperlukan mengingat melihat tantangan zaman saat ini sangat besar dan kompleks. Pendidikan merpakan sektor penting yang dapat memberikan sumbangsih dalam persaingan global tersebut.

Sedangkan mengenai linieritas pendidikan guru sangat primer sekali. Ini merupakan sebuah komitemen dalam menyelenggaran pendidikan yang berkualitas. Kalau pun menempuh pendidikan lanjutan, itu berarti selama itu pula peserta didik akan diampu oleh sosok yang sesungguhnya tak memiliki kapasitas mengajar mata pelajaran tersebut. Walaupun telah makan banyak asam garam pengalaman sebagai guru, tetap saja semacam ada yang mengganjal dan harus dipenuhi dengan baik yakni kelinieran pendidikan akhir sesuai dengan tugasnya.

Bahkan dari hasil penelitian yang dijalankan oleh Sugiati dan Bambang Sumarjoko dari Universitas Muhammadiyah Surakarta menemukan permasalahan utama guru pemula adalah bahas pengantar. Tidak semudah dibayangkan bila menggunakan Bahasa Indonesia secara utuh. Meskipun dalam perkembangan digital sekarang, Bahasa Indonesia telah mengalami kemajuan yang pesat. Namun ketika diletakan pada pembelajaran, tidak semua peserta didik mampu memahaminya.

Guru pemula pun harus mengetahui hal ini, sebagai acuan dalam pelaksanaan pembelajaran nantinya. Kalau pun akan dikombinasikan dengan bahasa daerah, harus sesuai dengan konteks pembelajaran sehingga pemahaman yang diharapkan mampu masuk dengan maksimal.

Selain itu juga ditemukan kendala dalam penggunaan modul pembelajaran. Bukan persoalan cara menerapkannya, melainkan banyaknya varian yang dapat digunakan. Guru pemula harus dapat menyesuaikan diri modul pembelajaran mana saja yang sesuai untuk materi pembelajaran yang akan diajarkan. Ini terkait erat sekali guna menggalah keberhasilan dalam pembelajaran tersebut.

Memang dalam mempersiapkan guru pemula sebagai insan yang profesional tidaklah cukup sekadar melalui kegiatan PIGP yang berlangsung kurang lebih delapan hingga sembilan bulan dengan keberlanjutan serta evaluasi periodik. Harus memiliki persepsi bersama bahwasanaya dalam menempa guru pemula membutuhkan proses yang panjang. Tidak saja dari serangkaian kegiatan yang diikutinya saja. Melainkan juga keinginan dalam diri sendiri guna mengembangkan kemampuannya sebagai guru profesional.

*) Pemimpin Redaksi Majalah Suara Pendidikan

Lebih baru Lebih lama