Sukamto saat sedang melantunkan tembang Dandang Gula di halaman rumahnya Dusun Subontoro Barat, Desa Mojotrisno, Kecamatan Mojoagung, pada Selasa (4/1).


MOJOAGUNG – Mendengar tembang Macapat sekarang ini bak sebuah mimpi. Selain kalah populer dengan ragam musik yang digandrungi kawula muda, dapat dihitung dengan jari pelakunya yang tetap melestarikannya dan rata-rata sudah memasuki usia senja.

Salah satunya adalah Sukamto. Lelaki kelahiran Kabupaten Seragen, Jawa Tengah, 13 Juli 1955 hingga kini masih bertahan melanggamkan tembah Macapat. Tembang Macapat adalah sejenis puisi tradisonal Jawa. Setiap bait tembang Macapat mempunyai baris kalimat yang disebut Gatra. Kemudian setiap Gatra memiliki sejumlah suku kata (Guru Wilangan) tertentu dan berakhir pada bunyi sajak akhir yang dikenal dengan nama Guru Lagu.

Sukamto sudah mencintai tembang Macapat sejak duduk di Sekolah Rakyat (SR) pada sekitar tahun 1960-an. Sayangnya di saat mendalami tembang Macapat, karena kondisi ekonomi keluarga kurang baik membuatnya pun harus ikut terjun menjadi tulang punggung sehingga menghentikannya menyelami lebih dalam tembang Macapat.

Walaupun tak tentu semua dapat hadir, namun dengan mendengungkan tembang Macapat seakan menciptakan kedamaian didalam dirinya.

Sukamto mengisahkan, “Saya harus banting tulang mencari uang sehingga mengurungkan niat untuk lebih intens mempelajari tembang Macapat. Selain itu akibat peristiwa Gerakan 30 September PKI sempat tidak diperbolehkan mengajarkannya di satuan pendidikan.”

Baca Juga: Rakerda IPI Kabupaten Jombang

Selepas SMP pada tahun 1970-an Sukamto memberanikan diri untuk merantau mencari peruntungan ke Kabupaten Mojokerto. Hingga akhirnya menikah dan menetap di Dusun Subontoro Barat, Desa Mojotrisno Kecamatan Mojoagung.

Sukamto menunjukkan salah satu dokumentasi foto Kelompok Seni Macapat Panji Laras saat mengisi sebuah acara di TVRI Surabaya beberapa tahun silam. (Donny)

Di lingkungan barunya, Sukamto seolah merasakan angin segar. Lantaran bertemu dengan orang-orang yang mempunyai kegemaran yang sama yakni tembang Macapat. Salah satunya adalah Almarhum drs. Sutakim yang berprofesi sebagai pengawas di Kecamatan Mojoagung. Hingga akhirnya membentuk grup tembang Macapat bernama Panji Laras yang hingga kini masih bertahan pada tahun 1997 bersama Kaseri, Umbari, dan Syain.

Sosok Sukamto nampak sumringah menggenakan seragam Macapat Panji Laras. (Donny)

“Selain itu saya banyak belajar dengan drs. Sutakim karena terbilang lebih menguasai karena juga merupakan guru Bahasa Jawa. Utamanya mengenai Guru Lagu, Guru Wilangan, serta Guru Gatra. Ketiganya merupakan kunci dalam mempelajari tembang Macapat. Selain itu juga ditunjang dengan kekuatan nafas dan daya olah suara,” ujar Sukamto.

Sukamto menunjukkan buku yang berisi kumpulan Tembang Macapat. (Donny)

Sekarang ini grup tembang Macapat Panji Laras rutin tampil setiap rabu Pon di Aula Balai Desa Mojotrisno bersama 20 anggota yang masih tersisa. Walaupun tak tentu semua dapat hadir, namun dengan mendengungkan tembang Macapat seakan menciptakan kedamaian didalam dirinya.

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama