Ilustrasi persiapan Tradisi Weweh. (Rabithah)


JOMBANG – Bulan Ramadan pasti dinantikan sebagian besar umat muslim. Tak hanya karena ini merupakan kesempatan memperbaiki diri dengan pelbagai macam bentuk peribadatan yang bisa dilaksanakan dari siang dan malam. Namun tradisi yang menyelimutinya pun seolah menjadi klangenan (Jawa: Kerinduan).

Terlebih saat ini sudah banyak tradisi saat Ramadan yang tergantikan bahkan ditinggalkan oleh generasi sekarang. Salah satunya adalah saling menghantarkan makanan atau Weweh. Dahulu datang ke rumah sanak saudara bahkan tetangga dengan membawa rantang lengkap dari nasi hingga sayur beserta lauknya. Kalau pun kini masih ada, telah diganti cukup ringkas dalam sekotak nasi.

Budayawan Jombang, Nasrul Illahi saat ditemui dikediamannya pada Rabu (23/3) menjelaskan Weweh merupakan serapan dari Bahasa Jawa yakni Wewehono/Nguwehi (baca: Memberi). Weweh sendiri lumrahnya dilakukan pada malam 21 Ramadan.

Pada intinya, Weweh memang berkembang sesuai dengan jiwa zamannya. Akan tetapi ditengah perkembangan yang ada, jangan sampai merubah fitrah dari tujuan Weweh itu sendiri. Begitupula bagi generasi muda mesti mafhum dan tidak segan menjaga tradisi baik ini.

“Ditinjau dari kacamata agama, Weweh ini sendiri bermakna sedekah. Maka dalam Weweh, wajib mengutamakan pemberian makanan kepada yang tidak mampu serta keluarga yang dituakan. Selain itu, dari segi budaya, tradisi Weweh juga menjadi simbol perekat tali persaudaraan,” ujar Nasrul Illahi.

Lebih lanjut, menurut Nasrul Illahi, makna dan simbolisasi dalam Tradisi Weweh, seiring berjalannya waktu sedikit banyak mengalami pergeseran. Dimana ketika dulu yang muda Wewehi yang tua, maka sekarang semuanya sudah saling memberi tanpa memandang usia.

Baca Juga: SMP Negeri 2 Ngoro Mulai Menjajal HOTS

Cak Nas, panggilan akrab Nasrull Illahi menuturkan, “Oleh karena itulah Weweh ini mesti dimaknai sebagai penyambung silaturahmi yang baik antar sesama. Bukan perkara jenis masakannya, namun yang terpenting ialah niat untuk saling berbagi dan memaafkan di Ramadan sampai Hari Raya Idul Fitri.”

Sementara itu menurut Kepala Seksi Sejarah dan Nilai Budaya Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang, Anom Antono, S.Sn. memaparkan bahwa hingga kini tradisi Weweh masih dilakukan oleh sebagian besar masyarakat. Hanya saja mengalami gubahan dalam rangkaian pelaksanaannya. Semisal tak lagi menggunakan tempat yang disebut rantang melainkan mulai bergeser ke kotak makan atau wadah sekali pakai lainnya.

Ilustrasi berbagi dalam Tradisi Weweh. (Rabithah)

“Hal ini ditengarai sebab perkembangan pola pikir masyarakat yang beranjak modern, dan Weweh memiliki makna yang hampir sama dengan mengirim parsel atau hampers (baca: keranjang hadiah). Namun parsel dan hampers umumnya lebih tepat bila ditujukan untuk rekan atau partner,” papar Anom Antono.

Ditambahkan pula oleh Kepala Seksi Kesenian, Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang, Heru Cahyono, S.Sn. bahwa masyarakat saat ini lebih gemar menyederhanakan segala sesuatu. Seperti dahulu apabila akan melaksanakan Weweh maka seluruh keluarga berkumpul untuk masak bersama dan membuat kudapan tradisional seperti apem, namun hal tersebut kini disederhanakan dengan membeli.

Nasrull Illahi. (Donny)

Heru Cahyono mengatakan “Pada intinya, Weweh memang berkembang sesuai dengan jiwa zamannya. Akan tetapi ditengah perkembangan yang ada, jangan sampai merubah fitrah dari tujuan Weweh itu sendiri. Begitupula bagi generasi muda mesti mafhum dan tidak segan menjaga tradisi baik ini.”

Reporter/Foto: Donny Darmawan/Rabithah Maha Sukma

Lebih baru Lebih lama