Istimewa


Rahmat Sularso Nh.*

Cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Mengingat nilai penting dan sifatnya sebagai sumber daya tak terbarukan, cagar budaya harus dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan.

Suatu warisan budaya merupakan representasi dari sejarah yang telah dialaminya, sehingga memahami warisan budaya sebagai peninggalan sejarah dapat dianggap sebagai suatu usaha untuk memahami sejarah yang terjadi di dalamnya. Memahami sejarah suatu warisan budaya tidak hanya mempunyai arti yang berkaitan dengan masa lalunya, tetapi juga untuk memahami masa sekarang dan memberi gambaran akan masa depan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa warisan budaya mempunyai peran penting sebagai identitas nasional di masa lalu, masa kini dan masa mendatang.

Jombang diyakini sebagai salah satu wilayah yang merupakan mozaik pusaka budaya besar. Warisan budaya tersebut terlihat maupun tidak terlihat, yang terbentuk oleh alam ataupun oleh akal budi manusia, serta interaksi antar keduanya dari waktu kewaktu. Keanekaragaman warisan budaya tersebut memilki keunikan tersendiri, baik yang tumbuh dilingkungan budaya tertentu, maupun hasil percampuran antar budaya baik diwaktu lampau, saat ini maupun nanti, yang menjadi sumber inspirasi, kreativitas dan daya hidup. Warisan budaya atau lazimnya disebut sebagai pusaka tidak hanya berbentuk artefak saja tetapi juga berupa bangunan-bangunan, situs-situs, serta sosial budaya, dari bahasa hingga beragam seni dan oleh akal budi manusia.

Pengelolaan cagar budaya tidak hanya didasarkan pada regulasi dalam bentuk undang-undang saja, namun pemerintah daerah dengan kewenangannya dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan berhak membuat regulasi khusus sebagai aturan dalam pengelolaan cagar budaya.

Warisan budaya adalah representasi dari sejarah yang telah dialami di masa lalu. Pemahaman mengenai warisan budaya sebagai peninggalan bersejarah dapat dianggap sebagai suatu usaha untuk memahami sejarah yang terjadi di dalamnya.

Strategi pengelolaan bangunan cagar budaya adalah bagian penting dari pengelolaan tempat-tempat bersejarah dan merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat secara berkesinambungan. Dalam strategi pengelolaan bangunan cagar budaya ada beberapa nilai yang perlu diperhatikan dari budaya, kawasan, serta ekonomi.

Dari segi budaya mengandung arti nilai-nilai estetika, historis, ilmiah, sosial atau spiritual untuk generasi dahulu, kini dan yang akan datang. Sedangkan kawasan nilai kawasan dikaitkan dengan struktur fisik kawasan, infrastruktur, sarana pendukung, serta kualitas fisik kawasan. Struktur fisik kawasan mencakup kerangka kerja (frame work) yang berupa kerangka kerja pengaturan jaringan jalan utama, jalan lingkungan, dan pedestrian.

Baca Juga: KPU Kabupaten Jombang Tuan Rumah Monitoring KPU RI

Selain pengaturan jaringan jalan, kerangka kerja juga mencakup upaya pengaturan struktur inti yang menggambarkan penataan kawasan. Penataan kawasan tersebut meliputi infrastruktur kawasan berupa jaringan sanitasi, listrik, sistem pembuangan, serta pengaturan bangunan. Sementara itu ekonomi warisan budaya merupakan kumpulan fenomena yang sangat esensial dan saling berkaitan seperti aspek sosial, politik, estetika/arsitektural, pendidikan dan aspek ekonomi. Hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu melakukan pertimbangan ekonomi dalam strategi pengelolaan bangunan cagar budaya. Upaya pengelolaan bangunan cagar budaya hendaknya juga dapat memberikan keuntungan (benefit) secara ekonomi.

Dalam rangka menjaga cagar budaya dari ancaman pembangunan fisik, baik di wilayah perkotaan, pedesaan, maupun yang berada di lingkungan air, diperlukan kebijakan yang tegas dari pemerintah untuk menjamin eksistensinya. Ketika ditemukan, pada umumnya warisan budaya sudah tidak berfungsi dalam kehidupan masyarakat (dead monument). Namun, ada pula warisan budaya yang masih berfungsi seperti semula (living monument). Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang jelas mengenai pemanfaatan kedua jenis cagar budaya tersebut, terutama pengaturan mengenai pemanfaatan monumen mati yang diberi fungsi baru sesuai dengan kebutuhan masa kini.

Selain itu, pengaturan mengenai pemanfaatan monument hidup juga harus memperhatikan aturan hukum adat dan norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat pendukungnya. Cagar budaya sebagai sumber daya budaya memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas, dan tidak terbarui.

Partisipasi masyarakat dalam pelestarian kawasan cagar budaya adalah keterlibatan masyarakat atau komunitas setempat secara sukarela dalam proses pembuatan keputusan, menentukan kebutuhan, menentukan tujuan dan prioritas, mengimplementasikan program, menikmati keuntungan-keuntungan dari program tersebut, dan dalam mengevaluasi program. Keterlibatan tersebut disertai tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Bentuk partisipasi masyarakat ada dua macam, yaitu partisipasi langsung dan partisipasi tidak langsung. Partisipasi langsung berupa sumbangan tenaga. Sedangkan partisipasi tidak langsung berupa konsultasi, sumbangan uang, dan sumbangan barang dalam bentuk material bangunan.

Oleh karena itu, upaya pelestariannya mencakup tujuan untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Hal itu berarti bahwa upaya pelestarian perlu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan akademis, ideologis, dan ekonomis. Pelestarian Cagar Budaya pada masa yang akan datang menyesuaikan dengan paradigma baru yang berorientasi pada pengelolaan kawasan, peran serta masyarakat, desentralisasi pemerintahan, perkembangan, serta tuntutan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

Disadari sepenuhnya bahwa sistem pengelolaan terhadap cagar budaya diakui masih belum optimal. Masih rendahnya kesadaran dan kepedulian sebagian masyarakat terhadap nilai penting cagar budaya. Hal ini dibuktikan dengan masih maraknya tindak pelanggaran terhadap upaya perlindungan cagar budaya di beberapa daerah, misalnya pencurian, pemalsuan, pembawaan cagar budaya ke luar negeri secara ilegal, corat-coret pada batu-batu atau situs yang diduga sebagai cagar budaya.

Pengelolaan cagar budaya tidak hanya didasarkan pada regulasi dalam bentuk undang-undang saja, namun pemerintah daerah dengan kewenangannya dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan berhak membuat regulasi khusus sebagai aturan dalam pengelolaan cagar budaya.

Untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam mengelola cagar budaya, dibutuhkan sistem manajerial perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang baik berkaitan dengan pelindungan, pengembangan, sekaligus pemanfaatan cagar budaya sebagai sumber daya budaya bagi kepentingan yang luas. Dengan mendasarkan pada latarbelakang pemikiran ini maka diperlukan perangkat hukum sebagai rujukan bersama antara pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk peraturan daerah tentang cagar budaya.

*) Pemimpin Redaksi Majalah Suara Pendidikan.

Lebih baru Lebih lama