Joko Suwito saat menjahit songkok. (Rabithah)


PLOSO – Pasang surut dalam sebuah dunia usaha seolah lumrah terjadi. Terlebih ketika gejala global mewabah seperti Covid-19, banyak yang terkena dampaknya. Kejadian ini juga tak dapat dielakkan oleh Joko Suwito, pengusaha songkok asal Desa Jatigedong, Kecamatan Ploso. Bahkan selama awal pandemi menghampiri, seakan tak ada satu pesanan pun yang masuk.

Meskipun begitu keyakinan yang tinggi tetap menjadi penyulut semangatnya guna terus berkreasi. Walau diketahui bahwa Joko Suwito memiliki keterbatasan fisik bukan menjadi akhir dari segalanya. Sampai ketika kini badai pandemi mulai surut, usahanya perlahan bangkit dan semakin melebarkan sayap hingga mengudara ke mancanegara.

Joko Suwito pemilik merek Songkok Tiga Bintang ini menceritakan, “Sekarang pelanggan tak hanya dari dalam negeri. Namun sejumlah negara muslim sudah mulai melirik seperti Palestina dan Mesir. Kalau pesanan membeludak, bisa memberdayakan para ibu di sekitar rumah.”

Kala pesanan sedang tinggi menambah pekerja khusus untuk membuat pola dan menyortir diakhir. Sementara menjahit kerangka songkok tetaplah saya sendiri, sebab ini adalah kunci kerapian dan kekuatannya.

Semenjak usia 12 tahun Pak Jek, sapaan akrab Joko Suwito sudah memiliki kegemaran menjahit. Kemudian sempat juga mengenyam pengalaman bekerja di pabrik songkok selama satu tahun. Barulah di tahun 2017 memberanikan diri membuka usaha sendiri dengan modal dari tabungan sebesar Rp 36 Juta. Namun nasib baik masih belum menghinggapinya, diakibatkan sukarnya mencari bahan baku utama yang berkualitas dengan harga terjangkau kala itu.

“Baru setelah menemukan penjual bahan baku berkualitas dan harganya masih memungkinkan di Gresik, mulailah tampak titik cerah hingga menambahi modal sampai Rp 50 Juta,” ungkap Joko Suwito dengan sumringah.

Baca Juga: 

Tetapi tak bertahan lama sebab badai Covid-19 menghantam dan meluluhlantakkan usahanya. Pelbagai pekerjaan dilakoni guna menyambung hidupnya, dari membuat udeng, pipa rokok, hingga perabot rumah tangga. Padahal di tempat usahanya masih tersimpan stok 1.000 songkok yang belum terjual.

Tak kehabisan ide, bapak satu anak ini mengreasikan stok songkok yang ada guna memikat daya tarik pembeli. Mulai memberikan logo tertentu, hingga mengganti bahan, warna, dan model. Seperti membuat songkok yang kerap dipakai Cak Nun (baca: Emha Ainun Najib) yakni model Maiyah dan Ijazi dengan variasi warna lebih banyak pilihan. Ada pula kreasi teranyarnya membuat songkok bahan serat bambu, pohon pisang dan karung goni.

Joko Suwito saat menjahit songkok. (Rabithah)

Joko Suwito menuturkan, “Kala pesanan sedang tinggi menambah pekerja khusus untuk membuat pola dan menyortir diakhir. Sementara menjahit kerangka songkok tetaplah saya sendiri, sebab ini adalah kunci kerapian dan kekuatannya. Sementara untuk bordir akan dikerjakan pihak ketiga. Perihal pemasaran online dibantu anak dan saudara, namun tak jarang pula yang langsung mengambil di rumah.”

Harga songkok buatan Joko Suwito di banderol dari Rp 20 Ribu hingga Rp 60 Ribu. Sedangkan untuk jenis songkok bordir setidaknya memesan satu lusin dan membutuhkan waktu pengerjaan selama dua pekan.

Reporter/Foto: Rabithah Maha Sukma

Lebih baru Lebih lama