M. Adib Hamzali, saat membersamai pembelajaran peserta didik SMP Tarbiyatunnasyiin Paculgowang Diwek. (Donny)


JOMBANG – Tampaknya Merdeka Belajar menjadi program unggulan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI saat ini. Bagaimana tidak hampir diseluruh wilayah di Indonesia mulai digemakan dari pengenalan hingga pelatihan menyongsong Merdeka Belajar yang digadang akan memberikan kebebasan peserta didik maupun guru dalam pembelajaran.

Tak ketinggalan juga di Jombang sekarang ini pun sedang berlangsung sejumlah pelatihan yang diharapkan mampu merupa paradigma belajar hingga kompetensi khususnya bagi pengajar. Namun bagiamana Pondok Pesantren (Ponpes) menyikapi tentang Merdeka Belajar? Mengingat Jombang sendiri di kenal sebagai Kota Seribu Pesantren karena begitu banyaknya sebaran Ponpes hampir di seluruh penjuru kecamatan.

Definisi belajar bagi santri sebetulnya tidak sebatas pada jam formal dan dalam ruang kelas. Melainkan bisa dilakukan bersama dalam forum musyawarah. Jadi metode pembelajaran di pondok pesantren dan merdeka belajar bisa saling melengkapi.

Pengajar Madrasah Tarbiyatunnasyiin, Ponpes Tarbiyatunnasyiin Paculgowang Diwek, M. Adib Hamzali, M.H.I membeberkan konsep Merdeka Belajar yang diusung Kemendikbudristek RI tidak berbeda jauh dengan metode pembelajaraan di lingkungan Ponpes yang terbentuk atas dasar Bahtsul Masa’il atau yang lebih dikenal dengan musyawarah. Pada musyawarah inilah, para ustad maupun santri saling berdiskusi, menelaah, menganalisis kajian Kitab Fiqih terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat.

Baca Juga: Begini Siapkan Buah Hati Sebelum Masuk SD

“Sehingga nantinya bentuk output dan implementasi dari musyawarah akan diperuntukkan kepada masyarakat. Hal ini cukup berkaitan lantaran kajian Fiqih selalu menjadi rujukan dalam mengawal akidah dan kebenaran di masyarakat. Maka, santri juga memiliki tanggungjawab pengamalan keilmuannya kepada masyarakat,” beber M. Adib Hamzali.

Selain itu bagi kalangan santri sendiri, musyawarah memiliki dampak yang signifikan dalam pengembangan referensi kitab. Melatih keluwesan berpendapat di muka umum. Menurut M. Adib Hamzali, apabila terdapat santri yang penguasaan Ilmu Fiqih cakap dalam menyampaikan pendapatnya maka harus menjadi contoh bagi santri lain.

Muhammad Abdulloh Rif’an saat ditemui di Yayasan Pesantren Bahrul Ulum Jombang. (Donny)

M. Adib Hamzali menjelaskan, “Beberapa Pondok Pesantren besar di Jawa Timur, banyak melahirkan ulama dari kegiatan musyawarah yang berdampak baik. Baik disini, dalam arti musyawarah konsisten dilaksanakan, serta kajiannya selalu bertambah setiap pertemuannya. Walhasil, forum akan semakin semarak dan segala sudut pandang akan bermunculan untuk dijadikan bahan kajian bersama.”

Sementara itu menurut kacamata Ketua Bidang Pendidikan, Pondok Pesantren Bahrul Ulum Jombang, Muhammad Abdulloh Rif’an, Lc. Merdeka Belajar tidaklah sulit jika diterapkan di Ponpes. Terdapat beberapa faktor yang mempermudahnya, salah satunya ialah karakteristik lingkungan pesantren yang heterogen dan membuat para santri terbiasa mandiri dan mampu beradaptasi dengan perbedaan di antara rekannya.

Ilustrasi foto pembacaan Al-Quran oleh peserta didik SMK Peguruan Mu’allimat Diwek sebelum memulai pembelajaran. (Donny)

“Ditambah definisi belajar bagi santri sebetulnya tidak sebatas pada jam formal dan dalam ruang kelas. Melainkan bisa dilakukan bersama dalam forum musyawarah. Jadi metode pembelajaran di pondok pesantren dan merdeka belajar bisa saling melengkapi,” tegas Muhammad Abdulloh Rif’an.

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama