Ilustrasi. (Dok.MSP)


Rahmat Sularso Nh.*

Sejatinya ragam perubahan dalam dunia pendidikan dari yang terkecil hingga terbesar bertujuan untuk dapat meningkatkan kualitas dengan merata. Sudah diketahui bersama bahwa kualitas pendidikan di negeri ini masih bertumpu di Pulau Jawa yang merupakan daerah terpadat dan menjadi pusat segala aktivitas sosial. Padahal Indonesia sebagai negara kepulauan, haruslah mampu menyamaratakan kualitas pendidikan agar tak ada pembeda yang signifikan.

Walau jika sekilas dibayangkan itu merupakan sesuatu yang sulit, bahkan ada yang menganggap kemustahilan. Tetapi di jagat ini tidaklah ada yang tak mungkin. Asalkan mau bergerak dengan formulasi yang tepat, harapan untuk memeratakan kualitas pendidikan benar-benar terjadi. Tinggal menunggu waktu saja, sebab pemerintah pusat sendiri secara serius mengalokasikan 30 % Anggaran Pendapatan Belanja Negara untuk sektor pendidikan. Cita-citanya dengan demikian mampu untuk memfasilitasi kebutuhan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Jadi jangan heran, bila setiap perganti tampuk kepemimpinan baik itu presiden maupun juga menterinya. Pasti ada regulasi baru yang dikeluarkan. Meskipun kalau ditelaah dengan mendalam tidaklah ada yang terlalu berbeda. Mungkin hanya istilah atau kata yang digunakan saja berubah serta mekanisme pelaksanaannya, namun dalam inti konsepnya sama saja.

Hal ini dapat diperhatikan ketika mencermati perhelatan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di tiap edisi. Pasti ada sesuatu yang baru yang dimunculkan. Lantaran pada hakikatnya pendidikan adalah dinamis, maka wajar saja segenap penyesuaian hingga pembaruan muncul guna menjawab kebutuhan zaman.

Kemampuan menjalin kerjasama guna menunjang basis data yang terangkum dalam bank data tersebut mencukupi kebutuhan dalam pelaksanaan PPDB Online ini.

Sekarang ini misalnya, PPDB dilakukan dengan metode online. Biarpun bukan sesuatu yang baru bentuk transformasi pelaksanaan ini, tapi untuk menjalankannya dibutuhkan infrastruktur sebagai pondasi yang kuat. Bandingkan saja dengan lapak jualan online yang acap disebut sebagai e-commerce. Pada intinya adalah sama halnya pasar tradisional maupun modern. Akan tetapi dibuat lebih canggih lagi karena berbelanja tak harus datang, tak perlu tawar menawar, juga sudah tidak menggunakan uang cash. Seluruhnya cukup dikerjakan melalui genggaman yakni memanfaatkan kecanggihan teknologi di telepon pintar.

Dari kebutuhan primer hingga sekunder ada. Penjualnya pun bebas siapa pun bisa. Jaringan pembayaran sudah terangkul menjadi satu sejumlah perbankan berplat merah hingga swasta. Demikian pun model pembayaran lain yang sering disebut serupa dompet digital juga tersedia.

Artinya, jika pondasi awalnya sebagai pijakan sudah terbangun dengan baik. Maka berikutnya dalam menjalankannya menjadi mudah. Biarpun penggunanya tergolong masih baru, tinggal mengotak-atik sebentar saja langsung memahami dan dapat menggunakan tanpa harus kesulitan.

Baca Juga: Orangtua adalah Teladan Utama Buah Hati

Skema itu yang tampaknya harus dimiliki dalam PPDB dengan model online. Jangan sampai bila dikumandangkan bergaya online, namun dari balik layar masih ada pihak atau individu yang kelimpungan mempersiapkan diri. Jadinya, konsep online yang diusung hanyalah sebatas tampilan. Dengan kata lain, tak ubahnya serupa majalah diding atau mading di satuan pendidikan. Untuk memberikan informasi tertentu, harus masih ada pembuat informasinya kemudian baru ditempel.

Dengan begitu, bila telah melebeli sebagai PPDB Online maka segala aktivitas dalam penyeleksian dilakukan oleh aplikasi tersebut. Kembali seperti yang dicontohkan di atas dalam bidang jual beli secara online. Dalam sekejap transaksi selesai dilakukan. Mungkin hanya persoalan pembayaran yang sebagian masyarakat masih manual dalam menjalankannya dengan datang ke anjungan tunai mandiri atau memilih membayarkannya di sejumlah gerai penyedia layanan tersebut. Tetapi biasanya itu pun dilakukan karena ada tawaran potongan harga yang diberikan dengan pilihan metode pembayaran.

Memang diakui dalam mempersiapkan mekanisme seperti itu tidaklah mudah dan murah. Butuh kerja keras dalam mengakumulasi data yang diperlukan secara keselurahan. Sehingga basis data tersebutlah yang nantinya akan membaca ke semua proses seleksi menurut jalur yang telah dipilih oleh peserta PPDB online.

Seperti diketahui bersama, banyak sekali data yang diperlukan dalam pelaksanaan PPDB Online ini. Bukan hanya data pribadi peserta didik sebagai subjek utama dalam gelaran ini. Melainkan data pendukung lain sebagai bukti bahwa yang bersangkutan dapat dibilang valid seperti jalur yang dipilih saat pendaftaran.

Katakanlah PPDB Online kali ini masih berlandaskan sistem zonasi. Artinya, pembacaan peta alamat peserta didik dan satuan pendidikan harus jelas. Kalau pun dibandingkan dengan alamat peserta didik lainnya, harus mampu terukur dengan seimbang. Jangan sampai terjadi pengukuran dengan klaster menggunakan jalur darat yang dapat dilalui dengan kendaraan bermotor roda dua misalnya. Meskipun tujuannya sama tetapi karena alamat peserta didik berbeda, hitungannya pun akan berbeda.

Dari sini saja artinya aplikasi PPDB Online harus menyiapkan sub aplikasi lain yang dapat tergabung dan terintegrasi dalam menyelesaikan satu persoalan ini. Kalau penentuannya masih dikembalikan lagi kepada pertimbangan individu (baca: panitia) tentu akan menimbulkan permasalahan karena perbedaan pandangan.

Begitu pun jika proses verifikasi Kartu Keluarga (KK) sebagai bukti otentik apabila peserta PPDB Online tersebut merupakan sebenarnya bertempat tinggal disana. Kali ini bisa ditarik benang merah dibutuhkan kerjasama dengan pihak kesekian yakni organisasi perangkat daerah lain yang membidangi atau mengurusi perihal KK ini.

Jadinya, tak perlu satu persatu harus di cek mandiri atau memerlukan surat keterangan dari organisasi perangkat daerah tersebut atau pihak kecamatan maupun desa yang menegaskan bersangkutan sesungguhnya adalah warga setempat. Kembali lagi cukup sistem dalam aplikasi PPDB Online yang berbicara dalam melaksanakan tugas pemetaan tersebut.

Maka dari itu butuh bank data yang membuat keseluruhan data pendukung sesuai dengan jalur PPDB Online. Garis besar metode irisannya sama saja. Katakanlah di jalur prestasi, selaiknya sudah ada bank data atas prestasi yang pernah ada atau diselenggarakan oleh segenap pihak baik tingkat kabupaten, provinsi, bahkan nasional. Begitupun prestasi yang berlandaskan pada nilai rapor, wajibnya akumulasi dari nilai rapor yang telah dihasilkan oleh peserta didik dengan rataan kelas tertentu telah termaktub di bank data tersebut.

Itulah alasannya tadi dikatakan dalam membangun infrastruktur aplikasi PPDB Online yang sepenuhnya dijalankan ala digital ini tidaklah mudah dan murah. Jadi tak perlu heran bila generasi milenial sekarang sangat gencar mengembangkan start up. Bila mampu sukses macam start up yang sudah ada di Indonesia saja, keuntungan yang diraih secara finansial dan kebermanfaatan bagi penggunanya.

Untuk itu bukan mustahil jikalau membutuhkan tim teknis yang luar biasa banyaknya dalam menggapai model PPDB Online dengan kaidah sebenar-benarnya online. Ditambah kemampuan menjalin kerjasama guna menunjang basis data yang terangkum dalam bank data tersebut mencukupi kebutuhan dalam pelaksanaan PPDB Online ini. Andaikan belum tergapai seluruhnya, jangan harap akan berakhir sempurna. Pasti timbul celah permasalahan yang harus diselesaikan dengan sangat bijaksana.

*) Pemimpin Redaksi Majalah Suara Pendidikan

Lebih baru Lebih lama