Ilustrasi orangtua sedang marah dan membentak anaknya. (ist)


NASIONAL - Ketika mendengar nada tinggi, teriakan atau bentakan yang dilontarkan orangtua, pengasuh atau orang dewasa di sekitarnya, maka anak dapat merekam teriakan, emosi, dan amarah yang diterimanya.

Mengajari anak dengan cara berteriak atau emosi, disebut tidak terbukti menyelesaikan masalah atau membuat anak menurut kepada orangtua. Sebaliknya, cara mendidik dengan nada tinggi, teriakan atau bentakan justru dapat menimbulkan masalah lain, seperti mempengaruhi kesehatan mental anak maupun orang dewasa yang mendidiknya.

Melalui refleksi diri dan bersikap jujur kepada diri kita sendiri maka semestinya kita akan mampu melihat apakah kita sudah menerapkan cara yang tepat untuk mendidik anak-anak kita, termasuk dalam hal menggunakan nada tinggi dan teriakan.

Itulah mengapa, di tengah semakin banyaknya orang yang peduli akan kesehatan mental, pola asuh tanpa teriakan atau bentakan kerap diupayakan. Wakil Kepala Rumah Main Cikal, Ainul Yaqin menuturkan bahwa pola asuh tanpa teriakan atau bentakan dalam proses pendampingan tumbuh kembang anak ini dikenal baik dengan istilah Screamfree Parenting. Menjadi pola asuh yang ingin diterapkan oleh banyak orang tua muda masa kini.

Pause more and react less

Pendidik yang akrab disapa Iqin itu menjelaskan bahwa dalam penerapannya Screamfree Parenting akan lebih mengedepankan ketenangan dan fokus pada reaksi emosi orang tua yang ditunjukkan kepada anak.

Screamfree Parenting adalah pengasuhan anak tanpa marah dengan intonasi yang tinggi atau pun teriakan. Pola pengasuhan ini tentu mengedepankan ketenangan dan berfokus pada reaksi emosi yang kita tunjukkan pada anak, bukan menitik beratkan fokus kita kepada perilaku anak.

Baca Juga: Mengemas MPLS yang Asyik

Dalam mengupayakan pengelolaan emosi diri dan fokus pada reaksi yang ditampilkan ke anak, orangtua dapat belajar untuk memahami diri sendiri sebagai orangtua yang masih belajar dan senantiasa mengasah diri untuk memberikan pendampingan dan pengasuhan terbaik bagi anak.

Dengan berfokus kepada bagaimana cara kita bereaksi terhadap perilaku anak akan memberikan kita waktu untuk memilah reaksi apa yang bisa kita pilih tanpa menyakiti anak-anak baik secara fisik maupun psikis.

Ainul Yaqin mengingatkan kuncinya adalah pause more and react less. Selain itu, dalam hal ini, kita sebagai orang tua akan sadar bahwa tidak ada orang tua yang sempurna dan akan terus belajar dan memperbaiki diri, termasuk di antaranya belajar cara yang baik untuk berkomunikasi dengan anak.

Cara mendampingi anak tanpa teriakan


Dalam upaya mencoba membiasakan diri melakukan pendampingan tanpa teriakan, Ainul Yaqin menyebutkan beberapa refleksi untuk dilakukan orangtua, antara lain:

Pahami bahwa anak sedang belajar

Orangtua harus memahami bahwa proses bertumbuh anak merupakan tahapan awal dari prosesnya belajar mengenai dirinya, orang lain, dan sekitarnya. Melakukan refleksi pada momen pendampingan tanpa teriakan ini, merupakan pemberian kesempatan bagi anak untuk tumbuh dan belajar dari kesalahannya.

Hal penting yang perlu kita ingat adalah bahwa anak-anak kita adalah anak-anak yang masih membutuhkan proses untuk belajar, mendapatkan bimbingan untuk memahami, mengerti, dan bahkan mereka juga perlu mendapatkan kesempatan untuk belajar dari kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan.

Lakukan refleksi berkala mengenai respon emosi

Emosi merupakan bagian erat dalam diri kita. Maka, ketika kita sudah mulai ingin berteriak atau dalam beberapa waktu mengeluarkan teriakan kemarahan pada anak, alangkah baiknya kita lakukan refleksi bahwa apakah ini adalah cara yang tepat yang dilakukan diri kita?

Berikan waktu untuk melakukan refleksi dan evaluasi atas apa yang pernah kita lakukan dan ucapkan kepada anak-anak kita. Melalui refleksi diri dan bersikap jujur kepada diri kita sendiri maka semestinya kita akan mampu melihat apakah kita sudah menerapkan cara yang tepat untuk mendidik anak-anak kita, termasuk dalam hal menggunakan nada tinggi dan teriakan.

Dalam memilih respon yang ingin dikeluarkan nanti, orangtua harus menekankan pada momen refleksi dalam melakukan pertimbangan untuk bereaksi atas aksi yang anak lakukan. Ingat, kuncinya adalah refleksi diri dan berikan waktu untuk berdamai dengan diri sebelum kemudian kita memilih untuk menunjukkan respon yang kita inginkan, dengan demikian kita akan memiliki kekuasaan penuh terhadap reaksi yang akan kita tunjukkan tanpa dikuasai oleh kondisi emosional sesaat.

Sumber/Rewrite: kompas.com/Tiyas Aprilia

Lebih baru Lebih lama