Ilustrasi pembelajaran di SDN Pandanwangi Diwek. (Donny)


JOMBANG – Sejalan dengan dihapuskannya istilah Masa Orientasi Siswa (MOS) yang identik dengan tradisi perundungan dan perpeloncoan, kini Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) harus merupa sebagai gerbang awal menciptakan kenyamanan belajar bagi peserta didik. Kenyamanan tersebut memiliki kelindan luas dan termasuk dalam beberapa pokok tujuan MPLS. Diantaranya, mengenali potensi peserta didik baru, membantu adaptasi peserta didik baru terhadap lingkungan satuan pendidikan dan sekitarnya, menumbuhkan motivasi semangat belajar efektif, mengembangkan interaksi positif antar sesama peserta didik dan guru, serta menumbuhkan perilaku positif.

Selanjutnya, dari kelima tujuan pokok tersebut, masing-masing poin dapat diuraikan serta diterjemahkan kembali guna mengkonstruksi makna MPLS tak sekadar gagasan teknis pada sebuah kegiatan dalam waktu tiga hari. Lebih dari itu, sebagai masa awal mengenal lingkungan satuan pendidikan, MPLS juga turut andil dalam pembangunan fondasi kenyamanan belajar peserta didik. Meski demikian, perlu digaris bawahi dalam tiap jenjang dari dasar sampai menengah terdapat pola yang berbeda dalam pelaksanaannya.

Relevansi MPLS untuk saat ini memang tak sebatas kemasannya. Melainkan, proses keberlanjutan untuk mulai membuka pemikiran baru, bahwa satuan pendidikan harus menjadi ruang yang aman dan nyaman bagi peserta didik.

Dibenarkan oleh Kepala Seksi Kurikulum dan Penilaian SD, Bidang Pembinaan SD, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang, Drs. Kasmuji Raharja, M.Pd. bahwa, pada MPLS jenjang SD dapat disederhanakan dengan mengenalkan pembiasaan-pembiasaan baik yang dijalankan satuan pendidikan. Hal ini mengacu pada kondisi peserta didik baru yang masih berada dalam pembelajaran satu fase. Artinya, belum lepas dari permainan serta pembelajaran di jenjang sebelumnya.

“Pembiasaan-pembiasaan yang bermuara pada pembangunan karakter memang penting untuk ditanamkan sejak masa MPLS terlebih untuk jenjang dasar. Sebab melalui pembangunan karakter inilah, nantinya akan bermuara pada delapan tipe kecerdasan akan bisa terdeteksi,” terang Kasmuji Raharja.

Baca Juga: IGTKI Kabupaten Jombang 3000 Peserta Ikuti Lomba Mentutul Mamamia

Sehubungan dengan itu pula, dalam serangkaian MPLS, guru juga perlu melakukan Asesmen Diagnostik (AD) untuk mengetahui ragam karakter serta potensi masing-masing peserta didik. Baik keunggulannya maupun kekurangannya, imbuh Kasmuji Raharja. Barulah kemudian tatkala sudah memasuki masa awal pembelajaran, idealnya di dasari dengan teori Multiple Intelligence (baca : kecerdasan majemuk).

Kasmuji pun tidak menampik bilamana dalam waktu tiga hari yang tersedia, masih belum ideal untuk mendapatkan akurasi karakter maupun keunggulan tiap peserta didik baru. Untuk itulah, pria yang akrab disapa Pak Jojo ini turut menegaskan supaya ada tindak lanjut dari hasil AD secara berkelanjutan, maka’ukan sebuah variasi metode pembelajaran.

Drs. Kasmuji Raharja, M.Pd. (Donny)

Pak Jojo mengatakan, “Mengingat MPLS adalah serangkaian kegiatan pengenalan lingkungan satuan pendidikan, maka aspek kebutuhan peserta didik berupa kenyamanan dan kesenangan dalam belajar mesti dibangun pasca MPLS. Hal ini bisa dilakukan lewat metode pembelajaran yang kreatif. Seperti halnya dalam Multiple Intelligence, guru dapat membiasakan kegiatan penelitian lingkungan sekitar satuan pendidikan, secara berkala. Peserta didik dapat diajak mengamati, lalu mengarahkan hasil amatannya ke masing-masing peminatan peserta didik. Setelahnya barulah, akan didapati potensi dan karakter kecerdasan tiap peserta didik.”

Sebagaimana yang telah tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 18 Tahun 2016, kegiatan pilihan semacam pengamatan lingkungan satuan pendidikan dan selingkarnya menjadi aspek dalam MPLS. Adapun secara spesifik, materi yang diusung menyesuaikan karakteristik serta kondisi saban satuan pendidikan.

Agus Suryo Handoko, S.Pd. (Donny)

Menurut Kepala Bidang Pembinaan SMP, Disdikbud Kabupaten Jombang, Agus Suryo Handoko, S.Pd., M.MPd. pada kondisi pendidikan hari ini, idealnya MPLS harus memberikan makna tersendiri bagi peserta didik baru. Terlebih, ketika memasuki jenjang SMP, peserta didik baru akan menghadapi perubahan dari segala lini. Mulai dari lingkungan, aktivitas pembelajaran sampai pelbagai kegiatan penunjang akademik dan non-akademik yang mesti dilalui.

Agus Suryo Handoko membeberkan, “Senyampang itu pula, untuk MPLS jenjang SMP wajib ditunjang dengan Bridging Course (BC). Dalam BC, peserta didik baru akan mendapatkan sebuah martrikulasi pada beberapa Mata Pelajaran (Mapel) yang tujuannya, setelah dilaksanakan BC, akan terpetakan kemampuan peserta didik dalam beradaptasi mengenali tiap Mapel melalui Pre-Test dan Post Test.”

Ilustrasi pelaksanaan MPLS jenjang SD. (Rabithah)

Menukil pemaparan Yohanes Aditya Kurniawan dan Ch. Enny Murwaningtyas dalam jurnal berjudul Pengaruh Program Bridging Course Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII Cerdas SMP Kanisius Pakem, diuraikan bahwasannya BC pada dasarnya harus diterapkan pada tiga pola pembelajaran. Antara lain, pola pembelajaran kontekstual, menyenangkan, dan berbasis masalah. Melalui ketiga pola inilah, peserta didik hendak diarahkan untuk lebih mudah memahami setiap Mapel. Sekalipun dalam waktu yang singkat, BC tetap harus dilaksanakan secara proposional dalam dua tahap. Yakni, pada semester ganjil dan genap, supaya tidak terjadi lompatan materi pembelajaran yang cukup jauh.

Agus Suryo Handoko membenarkan, sebagai pijakan awal ketika maupun pasca MPLS, hasil BC mesti ditindaklanjuti dengan ragam kegiatan pembelajaran yang berbasis projek. Sehingga guru pun juga harus memperkaya metodenya, supaya tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan.

“Oleh sebab itu, setelah didapati hasil BC, maka guru dapat menampung semua potensi peserta didik. Mulai dari kategori minim, sedang, sampai maksimal. Ketiga kategori inilah yang nantinya harus dianalisa dan dikembangkan lewat kegiatan projek. Dalam projek, guru dapat melihat kemajemukan peserta didik dari segi akademik sampai non-akademiknya. Semisal, membuat projek kerajinan tangan, orientasi kegiatannya mesti mengacu pada peserta didik kategori minim, supaya dapat terpantik dengan teman sebayanya dengan kategori maksimal. Maka dalam setiap kelompok haruslah heterogen agar peserta didik mampu menjalin kerjasama yang juga mampu menggugah kenyamanan belajarnya,” ungkap Agus Suryo Handoko.

Bambang Rudy Tjahjo Surjono, M.Pd. (Donny)

Sekretaris Disdikbud Kabupaten Jombang, Bambang Rudy Tjahjo Surjono, M.Pd. menjelaskan, relevansi MPLS untuk saat ini memang tak sebatas kemasannya. Melainkan, proses keberlanjutan untuk mulai membuka pemikiran baru, bahwa satuan pendidikan harus menjadi ruang yang aman dan nyaman bagi peserta didik.

“Aman dan nyaman ini sangat menentukan keberhasilan pembelajaran bagi peserta didik. Apabila dua hal fundamental tersebut sudah diciptakan oleh seluruh elemen di satuan pendidikan, maka untuk potensi, kecerdasan, dan karakter akan terbangun seiring dengan kenyamanan yang dirasakan peserta didik,” tegas Bambang Rudy Tjahjo Surjono.

Senen, S.Sos., M.Si. (Donny)

Menyambung pendapat Bambang Rudy Tjahjo Surjono, Kepala Disdikbud Kabupaten Jombang, Senen, S.Sos., M.Si, mengatakan, prosesi MPLS dan kegiatan setelahnya mesti mengacu pada progam Kementerian, Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang telah menggaungkan Merdeka Belajar. Sehingga, dengan program tersebut diharapkan dapat mendongkrak rasa percaya diri seluruh satuan pedidikan untuk tanggap perubahan yang berimbas pada pengoptimalan capaian pembelajaran.

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama