Tari Bapang pada kesenian tradisional Sandur Manduro, Kabuh. (Rabithah)


JOMBANG – Pandemi Covid-19 sejak dua tahun silam sedikit banyak melumpuhkan aktifitas semua sendi kehidupan. Tak terkecuali sektor kesenian tradisional di Telatah Kebo Kicak yang juga sempat mengalami pasang dan surut. Kondisi ini apabila dilumrahkan begitu saja bisa berdampak pada bubarnya kelompok kesenian yang tak mampu bertahan.

Hal tersebut tak dimungkiri oleh Kepala Seksi Kesenian, Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang, Heru Cahyono, S.Sn. yang menyampaikan banyak seniman tradisional menggantungkan hajat hidup keluarganya hanya pada aktivitas manggung. Hingga saat datang badai pandemi merasa kelabakan mempertahankan pekerjaannya.

Heru Cahyono yang juga piawai mendalang ini mengatakan, “Bantuan yang digelontorkan pemerintah ataupun lembaga lainnya dinilai tak seberapa dan belum bisa menjangkau seluruh seniman. Akhirnya seniman memilih bekerja serabutan seperti menjadi buruh tani, peternak, kuli bangunan dan berjualan online. Mirisnya sampai ada yang menjual aset baik itu kendaraan, tanah bahkan menggadaikan alat keseniannya seperti kostum dan alat musik.”

Para seniman kini harus lihai memutar otak mencari jalan keluar agar tetap eksis di panggung hiburan.

Bagi seniman tradisional yang tak memiliki keahlian lainnya, akan cenderung untuk mengamen, imbuh Heru Cahyono. Istilah mengamen pun terdapat dua perspektif, pertama adalah murni mengamen di pinggir jalan dengan musik dan tampilan seadanya untuk meminta belas kasih orang lain. Kedua adalah pengamen Jakeran yang memiliki musikalitas dan peralatan lebih memadai seperti sound sistem untuk karaoke dan orgen yang kini banyak ditemui di pasar tradisional.

Baca Juga: Jalan Sehat PAUD se-Kecamatan Peterongan Cerminan Keguyuban Antar Satuan Pendidikan

Adanya kebijakan Presiden Ir. Joko Widodo yang memutuskan untuk memperbolehkan lepas masker di luar ruangan pada (17/5/2022) bertujuan sebagai penanda awal transisi dari masa pandemi menuju endemi. Peraturan tersebut seakan menjadi angin segar bagi segenap pelaku kesenian tradisional di seluruh penjuru negeri.

Tari Kelono pada kesenian tradisional Sandur Manduro, Kabuh. (Rabithah)

Menanggapi hal itu, Heru Cahyono menyampaikan bahwa aturan tersebut memang sangat ditunggu para seniman tradisional. Namun belum adanya imbauan secara tertulis terkait keputusan ini, mengakibatkan banyak lini perizinan baik dari pemerintah tingkat desa, kecamatan maupun lembaga kepolisian belum mampu memberikan ruang kebebasan berkesenian seperti sebelum pandemi.

Jaran Dor Joko Suroh, Mojoagung. (Donny)

Sementara dari sudut pandang pelaku kesenian tradisional, diungkapkan oleh Pimpinan Ludruk Budhi Wijaya, Didik Purwanto bahwa dahulu di tahun 2021 dalam satu bulan sempat tak sekalipun manggung atau hanya beberapa kali saja, itupun dalam kondisi yang ketat dan serba terbatas dari segi waktu dan jumlah personil. Namun pada pertengahan tahun 2022 ini mulai banyak lagi tawaran manggung, dapat dikatakan dalam satu bulan hampir penuh jadwalnya.

Aksi sinden Ludruk Budhi Wijaya, Ngusikan. (ist)

Senyampang dengan hal tersebut, Didik Purwanto menandaskan bahwa para seniman kini harus lihai memutar otak mencari jalan keluar agar tetap eksis di panggung hiburan. Salah satunya yaitu merambah platform digital yang kini mulai banyak peminat. Harapannya dari tampilan audio video tersebut mampu menghasilkan pundi rupiah semisal iklan atau pemasukan YouTube, namun bila belum mencapai tahap tersebut setidaknya sebagai promosi dan ajang pembuktian bahwa seninam tradisional masih mampu memberikan hiburan bagi masyarakat.

Reporter/Foto: Rabithah Maha Sukma

Lebih baru Lebih lama