Acara dibuka dengan tahlil dan doa bersama. (Rabitha)

Berdoa Bersama

Gus Pry*

Sepi, hening, dan penuh kepasrahan.
Itulah doa-doa yang kami ucap.
Kami berkumpul di sini.
Berdoa untuk mereka.

Cak Mu’anam, Cak Diryo, Cak Mukafi, Cak Fakhrudin.
Cak Sholikin David, Cak Bakir dan Pak Erik Zain.

Bersama mereka, Tuhan tak dalam termangu.
Seperti kata Chairil Anwar dalam Puisi “Doa”.
Begitu Tuhan menemani mereka.
Selama mereka berada di sana.

Tuhan baik-baik saja.
Mesra bersama mereka.
Itu terasa pada sore ini.
Kami renungi mereka dalam kebersahajaan.

JOMBANG – Puisi berjudul “Berdoa Bersama” Karya Supriyadi tersebut cukup menggambarkan perasaan para penerus seni saat ditinggalkan oleh tujuh tokoh seni kebanggaan Kota Santri.

Perasaan duka, kecemasan dan harapan di masa depan seakan bergejolak, namun tetap disikapi dengan penuh ketentraman sembari berdoa dan bercengkerama mengenang kebaikan.

Acara ini jadi wujud terimakasih kepada tujuh tokoh tersebut. Apabila tak ada gebrakan yang dilakukannya di masa lalu, mungkin tak ada keberanian berekspresi bagi para penerus kesenian saat ini.  

Semua perasaan tersebut dapat terangkum jelas pada acara bertajuk Doa Bersama Mengenang Kebaikan dan Meneruskan Gagasan pada Sabtu (30/7) bertempat di Kedai Sufi. Acara yang berlangsung dengan khidmat tersebut juga dihadiri oleh keluarga almarhum tujuh tokoh seni. Diantaranya adalah: Tokoh Teater Tradisional, Mu’anam; Fotografer, Suko Wardoyo (Diryo); Fotografer, Mukafi Ahmad; Cerpenis, Fakhrudin Nasrullah; Teater, Sholikin David; Aktor, Firman Hadi Fanani (Bakir); dan Perupa, Erik Zain.


Koordinator acara, Zaenal Fanani mengungkapkan bahwa telah mempersiapkan acara ini selama dua minggu. Sengaja merancang acara yang tak hanya bertujuan mengirim doa, namun terdapat unjuk seni berupa pembacaan puisi dan dialog kenang tujuh sahabat yang telah wafat.

Inswiardi saat membacakan puisi dan cerita kenang tujuh sahabat. (Rabitha)

Zaenal Fanani mengatakan, “Para tujuh seniman tersebut tak hanya sebagai sosok guru dan rekan sejawat namun dapat dikatakan mampu berjuang mendobrak dan menghidupkan seni di Jombang. Kedepannya acara semacam ini tak akan dihelat sekali duakali saja, melainkan rutin, baik untuk mengenang tokoh seni, tokoh agama, dan pendidikan yang berjasa membangun Telatah Kebo Kicak ini.”
 
Aping, saat mengajak seluruh tamu yang hadir merenungi kebaikan tujuh sahabatnya yang telah tiada. (Rabitha)

Pernyataan tersebut diamini oleh, Pegiat Seni Jombang sekaligus Ketua Dewan Kesenian Rakyat Indonesia Raya, Supriyadi. bahwa untuk menghadiri acara ini sengaja menulis puisi yang telah direnungkan selama lima hari di Dusun Rapahombo, Desa Pojok Klitih, Kecamatan Plandaan. Diantaranya berjudul; Berdoa Bersama, Mengenang Kebaikan, serta Meneruskan Gagasan.
 
Zaenal Fanani (kiri) dan Supriyadi. (Rabitha)
 
“Acara ini jadi wujud terimakasih kepada tujuh tokoh tersebut. Apabila tak ada gebrakan yang dilakukannya di masa lalu, mungkin tak ada keberanian berekspresi bagi para penerus kesenian saat ini. Tanpa terinspirasi gagasan mereka, bisa mungkin kami hanyalah sekelompok sampah yang mendaku-daku berkesenian,” tandas pria yang sering disapa Gus Pry.

Reporter/Foto: Rabitha Maha
Lebih baru Lebih lama