Ilustrasi IKM di SDN Brudu Sumobito. (Rabithah)


JOMBANG – Civitas akademika Kota Seribu Pesantren apabila diperhatikan beberapa bulan terakhir banyak disibukkan dengan kegiatan yang lekat dengan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM). Mulai dari rangkaian Webinar yang dipandegani Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang, Pengawas Wilayah Kerja Pendidikan Se Kabupaten Jombang hingga tahap In House Training di setiap satuan pendidikan yang juga dilakukan berjilid-jilid.

Hal itu dilakukan guna menyambut sebuah kurikulum baru yang digadang lebih memberi fleksibilitas bagi satuan pendidikan. Diantaranya dapat meramu pembelajaran yang dapat menyesuaikan dengan kebutuhan belajar peserta didik khususnya diterapkan pada Pendidikan Anak Usia Dini, jenjang SD kelas I dan IV, SMP kelas VII, serta SMA pada kelas X.

Kini seiring berjalannya waktu, IKM mulai banyak diterapkan di seluruh penjuru nusantara. Berdasarkan data yang mengacu pada Surat Keputusan (SK) Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Nomor 044/H/KR/2022 yang ditandatangani pada 12 Juli 2022 menetapkan lebih dari 140.000 satuan pendidikan telah menerapkan IKM pada tahun pelajaran 2022/2023. Sedangkan di Jawa Timur terdapat 24.322 satuan pendidikan yang menerapkan IKM secara mandiri.

Apabila peserta didik hanya sebatas objek maka tentu tidak bisa dikatakan sebagai Merdeka Belajar. Karena hakikat kemerdekaan haruslah partisipatoris dan kebersamaan. Peserta didik harus diajak komunikasi dan didengarkan pendapatnya.

Kendati demikian perlu diketahui, berdasarkan kutipan yang tertera pada laman kurikulum.kemdikbud.go.id. Kurikulum yang telah diluncurkan sejak Februari 2022 ini sebagai salah satu program yang setali dengan Merdeka Belajar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Kurikulum Merdeka berfokus pada materi yang esensial seraya pengembangan karakter Profil Pelajar Pancasila.

Namun, sebelum jauh menafsirkan dan melaksanakan IKM, seyogianya para civitas akademika dirahapkan memahami setiap posisinya. Sebagaimana dijelaskan oleh Guru Besar Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd. saat dihubungi melalui sambungan Google Meet. bahwa pada IKM harus jelas dahulu yang menjadi implementor serta tugasnya.

Baca Juga: Insan Pendidik Kecamatan Kabuh, Rutin Berlatih Tari Sandur Manduro

Djoko Saryono mengatakan, “Pembagaian kewenangan antara pemangku kebijakan seperti Disdikbud Kabupaten Jombang, pengawas, kepala satuan pendidikan hingga guru nampaknya sudah banyak dibahas dipelbagai pelatihan, sosialisasi, maupun Bimbingan Teknis. Namun yang menjadi catatan apabila peserta didik juga termasuk implementor, tak hanya sebatas objek dari serangkaian program IKM.”

Hal ini penting untuk diperhatikan agar tak terjadi asimetrisme penafsiran, imbuh Djoko Saryono. Apabila peserta didik hanya sebatas objek maka tentu tidak bisa dikatakan sebagai Merdeka Belajar. Karena hakikat kemerdekaan haruslah partisipatoris dan kebersamaan. Peserta didik harus diajak komunikasi dan didengarkan pendapatnya. Begitupula guru yang mampu menyuarakan idenya kepada kepala satuan pendidikan, pelbagai komunitas hingga pada tataran pemerintahan.

Guru Besar Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd. (Ist)

“Apabila pembahasan hak dan kewajiban dalam IKM ini sudah tuntas jelas hasilnya di meja rapat para pemangku kebijakan, maka diharapkan pada tataran bangku kelas juga akan berimbas tuntas pula. Konsep IKM, dapat dimaknai bahwa dalam ruang kelas, guru bukanlah sebagai penguasa yang memiliki hak penuh menyampaikan pembelajaran, namun sebagai pemimpin yang mampu memotivasi peserta didik untuk berproses bersama menyukseskan pembelajaran,” jelas pria yang telah banyak menerbitkan karya buku ini juga menandaskan bahwa.

Refleksi Kunci Mencipta Kenyamanan Belajar

Konsep Mandiri belajar dijelaskan dalam Self Regulated Learning (Schunk,1996), yang bermakna kemampuan mengatur lingkungan belajar. Sehingga bisa mengatur tujuan, menetapkan strategi dan memantau perkembangan sesuai tujuan. Sejalan dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara bahwa “Anak-anak tumbuh sesuai kodratnya sendiri, pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu”.

Ketua Komunitas Guru Belajar Nusantara Kabupaten Jombang, Nadhroh Jauharoh, S.Pd., M.A.P. (Rabithah)

Selaras dengan konsep pendidikan di atas, Ketua Komunitas Guru Belajar Nusantara Kabupaten Jombang, Nadhroh Jauharoh, S.Pd., M.A.P. menyampaikan bahwa IKM bertujuan memerdekakan peserta didik dari “menderita belajar”. Caranya dengan membangun guru yang mampu melakukan refleksi untuk menyesuaikan pemikiran dan perbuatan terhadap perubahan dalam upaya mencapai tujuan. Ganti kurikulum hanyalah alat mencapai tujuan, namun tujuannya adalah perbaikan kualitas pembelajaran di kelas.

Perempuan yang juga menjabat Kepala SMK TI Annajiyah Jombang itu mengatakan, “Dalam perjalanannya, dinamika dan permasalahan pasti terjadi. Seperti guru yang hanya berfokus pada kelengkapan perangkat pembelajaran, guru yang langsung mencoba pelbagai metode pembelajaran namun kurang pada berkas kelengkapan perangkat pembelajaran, maupun tak sedikit pula yang sanggup menjalankan keduanya secara paripurna. Hal itu wajar terjadi, karena tidak ada proses belajar yang instan. Urusan kompleks memahami kurikulum tentu saja butuh waktu dan tak jarang mengalami kegagalan, terlebih mengubah pola pikir seseorang perlu proses lebih lama.”

Menyambung hal tersebut, Djoko Saryono juga berpendapat bahwa setiap orang yang ada di satuan pendidikan sungguh heterogen, begitupula dengan ruang kelas yang meski hanya terdapat segelintir peserta didik, namun terdapat cara pandang dan belajar yang berbeda. Oleh sebab itu, guru harus mampu memahaminya. Apabila konsep IKM belum bisa diterima dan dilaksanakan dengan baik, maka guru harus melakukan improvisasi kreasi lokal, bukan kembali pada metode konvensional yang juga tak mencapai hasil maksimal. Selanjutnya kembali menelaah yang salah dan kurangnya. Begitu terus prosesnya hingga ditemukan metode pembelajaran yang bermakna merdeka.

Pengawas SMP, Disdikbud Kabupaten Jombang, Abdullah Syifa’, M.Ed. (Rabithah)

Langkah taktis yang dapat diterapkan oleh guru, dijelaskan oleh Pengawas SMP, Disdikbud Kabupaten Jombang, Abdullah Syifa’, M.Ed. bahwa sebelum terjun ke kelas yang bernuansa IKM, guru harus membekali diri dengan pedagogik yang kuat. Selanjutnya dapat menempa diri berliterasi pada platform yang banyak disediakan pemerintah, seperti Merdeka Mengajar dan Guru Penggerak.

“Para tenaga pendidik harus memiliki ketertarikan dan keingintahuan terkait pembelajaran berdiferensiasi dan beragam modul ajar, maupun buku referensi dari pelbagai tokoh pendidikan. Dari sini, kemudian menggali lagi kemampuan untuk mendesain konsep pembelajaran yang bisa mengakomodir tiga karakteristik dari gaya belajar peserta didik yaitu visual, auditori, dan kinestetik,” ujar lelaki yang pernah menjabat Kepala Satuan Pendidikan SILN Riyadh, Arab Saudi ini.

Satuan pendidikan yang telah berpredikat sebagai Sekolah Penggerak dianjurkan untuk melaksanakan IKM Mandiri Berbagi dan di Kota Santri terdata sebanyak tujuh Sekolah Penggerak jenjang SMP, beber Abdullah Syifa’. Sekolah Penggerak harus membagi segala praktik tentang IKM dan memiliki peran mengimbaskan ke satuan pendidikan lain.

Guru Mata Pelajaran PPKn SMP Negeri 1 Wonosalam, Dra. Nunuk Sukaryawati. (Ist)

Sebagai satuan pendidikan berpredikat Sekolah Penggerak, SMP Negeri 1 Wonosalam pun telah mencoba menerapkan IKM dengan baik. Seperti yang dijelaskan oleh Guru Mata Pelajaran PPKn SMP Negeri 1 Wonosalam, Dra. Nunuk Sukaryawati. bahwa IKM memberikan keluwesan di dalam kelas untuk menentukan topik sendiri pada projek sesuai potensi lokal lingkungan satuan pendidikan.

Lebih rinci, Nunuk Sukaryawati menjabarkan, “Praktik IKM diawali dengan menyusun perangkat pembelajaran. Diantaranya adalah menguraikan Capaian Pembelajaran (CP) menjadi Tujuan Pembelajaran (TP), kemudian Analisis Tujuan Pembelajaran (ATP) yang susunannya berdasar kesepakatan pada forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran.”

Ilustrasi IKM di SDN Pandanwangi Diwek. (Donny)

Lebih lanjut perempuan berhijab itu menceritakan, ketika dalam kelas diawali dengan menentukan gaya belajar peserta didik dan melaksanakan asesmen kesiapan belajar. Selanjutnya melakukan analisis kebutuhan belajar, melakukan asesmen formatif awal dan proses. Setelah hal tersebut didapat analisisnya maka bisa melaksanakan pembelajaran diferensial.

Muara pada pembelajaran di bawah komando IKM adalah pembelajaran berbasis projek. Namun disinilah tantangannya, guru dituntut kreatif meramu rangkaian projek yang dapat membangkitkan semangat belajar peserta didik, jabar Nunuk Sukaryawati. Semisal pada Topik Gaya Hidup Berkelanjutan, peserta didik diajak untuk menganalisis, meneliti peraturan maupun akidah dalam melestarikan sumber mata air yang banyak ditemukan di sekitar satuan pendidikan serta menelaah cara menjaga kebersihan lingkungan.

Guru Kelas IV, SDN Brudu Sumobito, Fia Madinia, S.Pd.SD. (Ist)

Sementara pada jenjang SD, salah satu satuan pendidikan berpredikat Sekolah Penggerak adalah SDN Brudu Sumobito. Dikisahkan oleh Guru Kelas IV, SDN Brudu Sumobito, Fia Madinia, S.Pd.SD. bahwa mengawali pembelajaran dengan IKM bukan berarti berjalan mulus semudah membalikkan telapak tangan. Hambatan yang banyak ditemui diantaranya adalah selain menyiapkan perangkat pembelajaran dengan format baru, buku sebagai bahan ajar juga masih terbatas atau hanya tersedia secara Soft File. Sehingga untuk menyiasatinya, bisa menggunakan buku pelajaran pada kurikulum sebelumnya yang disesuaikan dengan CP.

Kendati demikian di SDN Brudu Sumobito, sebelum menyambut gemerlap IKM, sudah menerapkan pembelajaran kontekstual dan konstruktivisme, imbuh Fia Madinia. Oleh sebab itu terbilang satu langkah lebih maju untuk memahami dan membawa nuansa IKM ke dalam kelas. Terpenting juga hal tersebut telah dikomunikasikan dengan wali peserta didik, sehingga apabila terdapat kebutuhan alat atau bahan dalam pembelajaran projek bisa didukung dengan maksimal.”

Fia Madinia mencontohkan, “Pada mata pelajaran Matematika Realistik, menghitung luas dan keliling bangun datar dengan Outing Class atau pembelajaran di luar kelas dengan menghitung luas paving halaman satuan pendidikan atau mengukur daun berdasarkan jenisnya. Hasilnya, selain dapat meningkatkan rata-rata nilai harian juga terindikasi peserta didik kian senang dan termotivasi dengan pembelajaran kontekstual yang terkonsep dengan matang.”

Kepala Disdikbud Kabupaten Jombang, Senen, S.Sos., M.Si. (Donny)

Disisi lain, Kepala Disdikbud Kabupaten Jombang, Senen, S.Sos., M.Si. mengutarakan bahwa apabila dimaknai lebih mendalam, IKM harus diikuti dengan perubahan wajah dan citra satuan pendidikan. Menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan menyenangkan dari segi fisik juga harus diperhitungkan.

Senen mengharapkan, bahwa dengan begitu upaya pembelajaran yang berpihak kepada peserta didik lebih dapat terasa. Selanjutnya menata motivasi dan ketertarikan peserta didik agar siap menerima segala pembaruan kurikulumnya.

Reporter/Foto: Rabithah Maha Sukma/Donny Darmawan/Istimewa

Lebih baru Lebih lama