Binhad Nurrohmat bersama Bre Redana sewaktu memaparkan proses kreatif penulisan. (Donny)


DIWEK – Menelorkan sebuah gagasan dalam sebuah tulisan, ibarat kata tak semudah menoleh ketika sekali dipanggil. Dibutuhkan daya kreatif sekaligus kecermatan tatkala menyarikan segala fenomena, supaya rupa tulisan yang dihasilkan dapat bermakna dan memberikan pengetahuan baru bagi pembacanya.

Berkaca pada pentingnya kepemilikan kemampuan tersebut, maka sudah merupakan hukum wajib bagi seorang pewarta/jurnalis untuk selalu mempertajam serta senantiasa memperbarui perspektif pada setiap informasi yang dihasilkan. Hal ini disampaikan oleh mantan jurnalis Harian Kompas, serta esais, Bre Redana, dalam bincang Perjamuan Muharram Kidung Anjampiani pada Jumat (5/8) dan bertempat di Bait Kata Center, yang beralamatkan di Dusun Mojosongo, Desa Balong Besuk, Kecamatan Diwek.

Karya tulis yang dihasilkan dari tangan jurnalis maupun sastrawan pada hakekatnya dan relevansinya pada kurun dewasa ini, ialah mengembalikan masyarakat pada kewajaran.

Pada kesempatan lawatannya di Kota Santri yang bertepatan dengan perampungan penulisan novelnya dengan latar historis Majapahit, pemilik nama asli Don Sabdono ini menjelaskan, sebagai salah satu bagian dari kerja kebudayaan, aktivitas menulis baik sebagai jurnalis maupun sastarawan memiliki keterikatan yang tak terpisahkan. Adapun kohesi keduanya terletak pada proses yang mesti dilalui, utamanya kesadaran dalam menghasilkan karya tulis secara laik.

“Kesadaran ini tidak cukup ditopang oleh keluasan pengetahuan semata. Melainkan juga mesti ditambah oleh kapabilitas menautkan imajinasi, kognitif, dan bahasa komunikasi. Ketiganya berperan penting guna melandasi metode penulisan yang berbobot,” ujar Bre Redana.

Baca Juga: 

Penjelasan Bre Redana itu dibenarkan oleh sastrawan Telatah Kebo Kicak, Binhad Nurrohmat. Mendapuk sebagai pemadu jalannya diskusi yang juga dihadiri oleh sastrawan, jurnalis, serta pegiat literasi lokal, penulis antologi puisi Kwatrin Ringin Tjontong ini bersepakat bahwa, kejelian menangkap ide baik yang bersifat abstrak maupun realis menjadi irisan penting dalam dunia tulis menulis.

Binhad Nurrohmat mengatakan, “Karena banyak unsur pembangun tak terduga yang juga menjadi bagian titik berangkat kepenulisan. Oleh karenanya, ketelitian merupakan ruh dari karya tulis, baik dalam bentuk jurnalistik maupun sastra.”

Bre Redana ketika diwawancarai beberapa awak media. (Donny)

Di akhir pendiskusian yang berbarengan dengan adzan Magrib, Bre Redana menegaskan, karya tulis yang dihasilkan dari tangan jurnalis maupun sastrawan pada hakekatnya dan relevansinya pada kurun dewasa ini, ialah mengembalikan masyarakat pada kewajaran. Sebab menurutnya, di era digital saat ini tidak semua informasi dibutuhkan dan pantas dibaca.

“Faktor penyebabnya berakar dari bentuk pewartaan yang menindaklanjuti informasi secara tidak wajar. Dalam arti, pemberitaan yang muncul tidak mengandung kaidah jurnalistik. Sekalipun ini tugas berat para pekerja media dan sastarawan yang berhadapan dengan arus disrupsi informasi, namun bila kedepannya di dapat hasil berupa timbulnya kesadaran untuk mengakses dan membaca bacaan yang layak, maka ini dapat menjelma sebagai produk kebudayan paling revolusioner,” tandas Bre Redana.

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama