Contoh bentuk Wayang Kulit yang ditunjukkan Fani Nurianto. (Donny)


SUMOBITO – Mentari belum sepenggalah tingginya, pada Jumat (2/9) sekitar pukul 07.30 WIB usai melaksanakan pembiasaan Salat Dhuha, seluruh peserta didik Kelas I-VI SDN Madipuro Sumobito beranjak memadati ruang kelas II dan III. Tanpa perlu dikomando, mereka lantas duduk rapi beralaskan beberapa lembar tikar dengan membentuk barisan berbanjar.

Dihadapan mereka, sudah terpasang panggung kecil panjang 3 meter dan lebar 1,5 meter. Meski tak terlalu besar, tetap nampak gagah dengan peralatan wayang yang terpasang. Mulai dari Kelir (baca: layar), kotak wayang, Blonceng (baca: lampu sorot), sampai ornamen pepohonan berwarna merah kehijauan yang terpacak di samping kiri dan kanan kelir.

Suguhan tersebut taktis membuat peserta didik terkesima, seraya menantikan yang akan disuguhkan. Tak lama berselang, sosok lelaki muda berbusana beskap dalang lengkap dengan blangkon memasuki ruangan dan perlahan naik ke atas panggung.

Selagi dalam proses mendeteksi bakat minat peserta didik di dunia seni terutama Wayang Kulit, esktrakurikuler pedalangan seyogianya tidak boleh dilakukan dengan paksaan.

Suasana lantas hening sejenak ketika sang dalang tersebut mulai melafalkan suluk. Meski tidak diiringi oleh Parawiyaga (baca : pemain gamelan) dan hanya mengandalkan latar musik berformat mp3 dari speaker milik SDN Madiopuro Sumobito, sang dalang tetap khidmat dan mulai melakukan sabetan pembuka. Seketika itu pula pandangan peserta didik fokus menatap setiap gerak-gerik sang dalang. Seraya rasa penasaran mereka terbayar, inilah untuk pertama kalinya menyaksikan gelaran Wayang Kulit yang dihelat di satuan pendidikan.

Sekitar 10 menit kemudian, gelak tawa peserta didik memecah suasana. Lakon yang dibawakan memang tidak bertema khusus, melainkan hanya karangan sedeharna yang memuat cerita seputar sejarah pewayangan dan pentingnya mengenali budaya dan kesenian Nusantara di dunia pendidikan.

Dirasa waktu pementasan sudah cukup, ditutup dan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab untuk melepas dahaga penasaran peserta didik terhadap seni pertunjukkan yang sudah ditetapkan sebagai maha karya leluhur Nusantara oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan (UNESCO) pada tahun 2003 silam. Satu per satu peserta didik bergiliran mengajukan pertanyaan mulai dari sejarah, bentuk, jenis dan segala isi serangkaian pementasan Wayang Kulit. Bahkan satu diantara mereka dengan lugas menanyakan, posisi gender perempuan dalam dunia pedalangan.

Baca Juga: Empat Transformasi Baru Seleksi Masuk PTN

Ditemui usai diberondong pelbagai pertanyaan tersebut, sang dalang yang merupakan alumnus SDN Madiopuro Sumobito, Fani Nurianto, S.Sn mengaku cukup senang. Bahkan dirinya tak menyangka respon yang diberikan peserta didik sedemikian antusiasnya, hingga muncul pertanyaan yang tak terpikirkan bakal dilontarkan oleh anak sesusia sekolah dasar.

“Untuk awal kegiatan pengenalan Wayang Kulit, umpan balik yang demikian menjadi modal yang cukup bagus guna merangsang ketertarikan mereka lebih dalam ke dunia seni yang bernama lain Ringgit Purwa/Wacucal ini. Ketika peserta didik sudah menyaksikan sendiri bentuk pertunjukkan Wayang Kulit maka lazimnya nanti akan memudahkan proses mereka untuk mencintai dan belajar seni luhung ini,” tukas Fani Nurianto.

Suasana tanya jawab seputar Wayang Kulit. (Donny)

Dibenarkan oleh Kepala SDN Madiopuro Sumobito, Umi Latifah, M.Pd. tahapan pengenalan Wayang Kulit ini memang dijadikan gerbang pembuka imaji peserta didik, sebelum dilanjutkan ke babak penggemblengan lewat ekstrakurikuler pedalangan. Selain itu, langkah pengenalan ini juga berfungsi sebagai pemindai bakat minat peserta didik di dunia seni.

Umi Latifah menerangkan, “Jika diperhatikan seksama dalam Wayang Kulit, semua seni bisa terakomodir. Mulai musik, tarik suara, dan peran semuanya dilebur dalam satu wadah. Melihat hal ini, kami bersama dewan guru tergerak untuk memfasilitasi kreasi peserta didik dalam masing-masing seni tersebut. Sudah sewajarnya satuan pendidikan wajib memfasilitasi segala bentuk kompetensi peserta didik.”

Pada akhirnya nanti tidak semua diwajibkan mendalang. Akan tetapi dari musik, peran, dan sebangsanya akan di kelompokkan, dan kemudian barulah diberikan materinya, imbuh Fani Nurianto.

Antusias peserta didik saat menyaksikan Wayang Kulit. (Donny)

Umi Latifah pun mengakui, bahwa sengaja menggandeng Fani Nurianto karena memiliki kesamaan visi dan misi. Utamanya dalam menguatkan fondasi karakter peserta didik melalui seni, salah satunya Wayang Kulit.

Umi Latifah mengatakan, “Karena dalam Wayang Kulit, penanaman budi pekerti dalam dikemas secara menyenangkan. Tidak harus berbentuk baku pengajaran di kelas, namun proses kreatif pengenalan akan nilai-nilai Wayang Kulit juga harus diserap seraya dipraktikkan oleh peserta didik. Sehingga harapannya untuk jangka panjang kedepan, SDN Madiopuro Sumobito dapat menjadi identitas sebagai medium pencetak generasi yang berkarakter dan berbudaya.”

Fani Nurianto pun membenarkan hal tersebut, sebagai pemuda asli Madiopuro yang sejak kecil diilhami rasa cinta terhadap Wayang Kulit sehingga berniat menimba ilmu pedalangan di bangku perguruan tinggi. Ia tergugah untuk dapat mendermabaktikan atas ilmunya kepada tanah kelahirannya. Seakan gayung bersambut, gugahan rasa tersebut terkoneksi dengan cita-cita SDN Madiopuro yang merintis ekstrakurikuler pedalangan.

Pementasan Wayang Kulit yang ditunjukkan oleh Fani Nurianto. (Donny)

Pengawas SD Wilayah Kerja Pendidikan Kecamatan Sumobito, Sunarto, M.Pd. pun mengapresiasi upaya SDN Madiopuro Sumobito. Menurutnya, selagi dalam proses mendeteksi bakat minat peserta didik di dunia seni terutama Wayang Kulit, esktrakurikuler pedalangan seyogianya tidak boleh dilakukan dengan paksaan.

Sunarto menegaskan, “Manakala nantinya ditemukan bibit seni pedalangan dan sejenisnya dari SDN Madiopuro Sumobito ini, maka harus pula dipahamkan bahwa perannya sebagai pelaku seni membawa manfaat bagi banyak orang. Semisal ketika pementasan digelar, banyak aspek yang hidup, terutama sisi ekonomi. Maka nilai semacam ini juga harus diajarkan ke peserta didik, agar mereka kelak dapat menjadi insan yang memendar kebaikan bagi sesama.”

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama