Ilustrasi anak sedang bermain. (ist)


NASIONAL - Memberikan mainan untuk anak bukan hanya sekadar untuk mengalihkan perhatian saat rewel atau menangis. Mainan juga bisa dijadikan sebagai media pembelajaran untuk stimulasi tumbuh kembang anak. Lalu, bagaimana cara memilih mainan yang tepat untuk anak?

Pemilihan mainan tentunya bisa dilihat dari berbagai aspek, namun utamanya adalah kesesuaian karakteristik mainan dengan usia perkembangan anak. Menurut Putri Langka, MSi., Psikolog Universitas Pancasila, mainan dibutuhkan untuk memberikan stimulasi pada anak dalam mengembangkan kemampuan kognitif, motorik dan juga afektif.

Contohnya permainan puzzle cocok untuk diberikan pada anak-anak untuk menstimulasi kemampuan kognitifnya dalam mengingat, membuat perencanaan, berpikir sistematis, mempertahankan konsenyrasi dan lain-lain. Mainan juga dapat menstimulasi anak mengembangkan keterampilan motorik halus, dan juga membantu anak melatih kesabaran dan daya tahan dalam menyelesaikan masalah. Oleh karena itu penting bagi orang tua untuk memahami guna/ karakteristik mainan sebelum memberikan kepada anak.

Putri Langka mengatakan pemilihan mainan juga perlu mempertimbangkan faktor keamanan, misalnya apakah bisa berbahaya bagi anak atau tidak. Kita perlu mewaspadai bahan yang digunakan untuk membuat mainan, juga bentuknya seperti adakah sudut yang tajam, apakah terlalu kecil sehingga bisa tertelan, dan lain sebagainya.

Pertimbangan berikutnya dalam memilih mainan tentunya dari segi harga. Menurut Putri Langka, tidak perlu membelikan mainan yang sangat mahal kalau tujuannya untuk memberi stimulasi pada anak. Walaupun orangtua perlu tahu tren permainan anak, namun bukan berarti harus selalu mengikuti tren. Mainan juga bisa diciptakan dari benda-benda yang ada disekitar. Saat ini sudah banyak video tutorial atau video DIY, yang dapat dipelajari orangtua untuk menciptakan mainan anak.

Kemajuan teknologi yang pesat membuat banyak permainan bisa diciptakan dan dimainkan melalui gadget atau gawai, sehingga gawai sudah menggantikan banyak sekali mainan karena anak-anak dan remaja cenderung tertarik dengan hal-hal yang dinamis. Hal ini memang membuat pamor mainan menjadi berkurang, tapi menyodorkan gawai terlalu dini pada anak bukanlah sebuah keputusan yang bijak.

Permainan dalam gawai memang bisa menstimulasi perkembangan kognitif anak, namun perlu diingat bahwa stimulasi motorik dan afektif juga penting. Oleh karena itu tidak akan maksimal pertumbuhan anak apabila hanya bermain gawai.

Putri Langka menjelaskan anak perlu mempelajari motorik kasar seperti belari, melompat, memanjat dan lain-lain Bermain bersama anak-anak yang lain juga akan membantu anak mengasah keterampilan sosial dan regulasi emosinya.

Jadi, orangtua juga perlu mendorong diri untuk lebih aktif dan kreatif. Orangtua perlu memahami bahwa gawai dan mainan hanyalah sebuah sarana anak untuk belajar. Hal yang lebih penting adalah bagaimana orangtua bermain bersama anak dan cara orangtua mengarahkan anak dalam bermain.

Faktor Usia

Putri Langka mengatakan saat orangtua melibatkan anak dalam proses bermain justru akan menjadi waktu yg tepat bagi orangtua dan anak untuk berkomunikasi sambil mengajarkan nilai-nilai moral, kemanusiaan serta sosial pada anak. Menyediakan waktu bermain akan meningkatkan kualitas kedekatan antara orangtua dan anak.

Sementara itu, Psikolog Klinis Anak dan Keluarga, Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., juga punya sejumlah tips memilih mainan untuk anak. Pada dasarnya untuk bisa memilih mainan anak ada beberapa hal yang dapat kita pertimbangkan.

Menurut Anna Surti Ariani, salah satunya adalah faktor usia, agar sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak, baik itu dari sisi perkembangan fisik-motorik, kognitif, maupun sosioemosional. Untuk konkretnya seperti berikut ini:

1. Bahan: apakah bahan mainan tersebut aman untuk anak, misalnya cat tidak beracun

2. Besar-kecilnya bagian mainan: biasanya mainan yang punya bagian-bagian kecil tidak diberikan kepada anak kecil yang masih sering memasukkan apapun ke dalam mulut.

3. Utuh /bisa dilepas: biasanya mainan yang diberikan kepada anak kecil adalah mainan yang utuh misalnya boneka, sementara semakin anak besar bisa menggunakan mainan yang bisa dilepas misalnya puzzle.

4. Tali/pita: pada anak kecil, kita hindari mainan bertali/berpita apalagi jika dapat dilepas atau terlalu panjang. Contohnya, mainan mobil-mobilan yang ditarik dengan tali atau pancing-pancingan. Hal ini karena dapat membuat anak tersandung, atau dimasukkan ke mulut.

5. Ada bagian panjang: apabila mainan mengandung bagian yang panjang dan kecil sehingga bisa masuk ke dalam mulut, tidak boleh diberikan kepada anak kecil. Contohnya mainan pancingan atau tongkat peri.

6. Warna: biasanya mainan untuk bayi perlu punya warna yang terang dan jelas, sementara mainan untuk anak besar bisa berwarna pastel

7. Bisa dicuci atau tidak: usahakan agar mainan bisa dicuci, sehingga tetap bersih ketika dimainkan anak.

Mengalihkan Anak dari Gawai

Menurut Anna Surti Ariani, harga mainan yang terbaik adalah yang terjangkau orangtua, tidak berlebihan, dan sebaiknya orangtua tidak berhutang demi membeli mainan anak. Pertimbangan utamanya antara lain, apakah mainan tersebut sudah dimiliki atau belum, usahakan tidak dobel

Anna Surti Ariani menambahkan pertimbangan lainnya, apakah cara bermain sudah dikuasai anak, atau perlu diajarkan. Contohnya, mainan board game seperti ludo tidak bisa diberikan kepada anak balita karena masih terlalu sulit.

Yang tak kalah penting untuk saat ini adalah, perlu memilih mainan yang bisa mengalihkan anak dari gawai, supaya anak punya alternatif mainan yang tidak harus dengan gawai. Selain itu, kata Nina, mainan berbentuk tiga dimensi akan jauh lebih menstimulasi anak balita dibandingkan mainan dalam gawai. Contohnya adalah stimulasi yang dapat diberikan mainan tiga dimensi, yaitu:

1. Koordinasi motorik halus, bisa terstimulasi dengan anak menyusun mainan, misalnya balok dijadikan menara atau meronce manik

2. Koordinasi motorik kasar, bisa terstimulasi ketika anak memainkan mainan yang membutuhkan gerakan tangan dan kaki, misalnya memanjat perosotan atau main ayunan.

3. Merangsang panca indera, misalnya jadi memahami warna, besar-kecil, bau, suara mainan, kasar-halus, dan lain-lain..

4. Mengasah keterampilan kognitif, misalnya bisa mengasah kemampuan konsentrasi, kreativitas, juga kemampuan berstrategi.

5. Mengasah keterampilan sosial, terutama jika mainan dimainkan bersama dengan orang lain.

Nina menambahkan, banyak mainan yang bisa mengalihkan perhatian anak dari penggunaan gawai. Masalahnya adalah apakah anak menyukainya, dan apakah ada yang mengajaknya bermain. Jika tidak ada yang mengajak anak bermain, kadang anak tidak punya ide memainkan mainan non gawai.

Mainan Aman

Faktor lainnya yang tak kalah penting dalam memilih mainan untuk aman adalah faktor keamanan atau kesehatan. Setiap mainan harus memenuhi semua standar yang telat ditetapkan.

Menurut Bart Nureka selaku Pjs Ketua AIMI (Asosiasi Importir dan Distributor Mainan Indonesia), mainan untuk anak sebaiknya yang sudah bersertifikasi SNI (Standar Nasional Indonesia). AIMI dan sejumlah asosiasi pengusaha mainan lainnya selalu berusaha mensosialisasikan SNI kepada seluruh pelaku usaha khususnya dan masyarakat pada umumya akan pentingnya menggunakan produk bersertifikasi SNI.

Bart Nureka menambahkan kami yakin dengan adanya sertifikasi SNI, membuat produk mainan dalam negeri mampu bersaing dengan produk luar negeri. Para orangtua juga lebih yakin dan puas dengan produk mainan yang mereka beli. Mainan produksi dalam negeri juga mengikuti kemajuan teknologi sehingga kualitasnya tak kalah dari produksi luar negeri.

Beberapa faktor lainnya yang sebaiknya jadi pertimbangan menurut Bart Nureka antara lain adalah, mainan mudah dicuci atau dibersihkan dan menggunakan cat yang bebas dari logam timah. Selain dari segi kualitas mainan, usia, dan kesukaan anak, pilih juga mainan yang berlabel tidak beracun. Karena menurut kami, mempertimbangkan dan memperhatikan keselamatan serta keamanan anak saat bermain bersama mainan favorit mereka harus menjadi prioritas orangtua.

Orangtua pasti sangat mengenal dan memahami anak mereka lebih dari orang lain. Jadi, urusan memilih mainan sebaiknya tidak diserahkan kepada anak, tapi orangtua bisa memberi beberapa pilihan mainan yang aman untuk dipilih anak.

Sumber/Rewrite: liputan6.com/Tiyas Aprilia
Lebih baru Lebih lama