Narasumber saat memberikan materi. (Rabitha)


JOMBANG – Kegiatan menimba ilmu pastilah tak dapat dipisahkan dari aktivitas membaca dan menulis. Tak terkecuali dalam lingkup pesantren yang selain mendalami ilmu umum juga nderes atau mengaji, menulis hingga memaknai sebuah kitab.

Berdasar hal tersebutlah pihak pengurus Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang menggelar seminar literasi bertajuk Iqra dan Menulislah. Acara berlangsung meriah dan interaktif pada Senin (24/10) bertempat di Gedung Pertemuan MAN 4 Jombang.

Memulai menulis modalnya adalah sebuah ide. Ide dapat dihasilkan hari hal yang dilakukan, dirasakan, dilihat atau sekadar dibayangkan.

Salah satu narasumber yang merupakan jurnalis dan penulis buku ternama, Maman Suherman atau yang kerap disapa Kang Maman menyampaikan bahwa banyak orang bisa menulis, namun untuk menghasilkan sebuah tulisan yang dapat dinikmati orang lain belum tentu semua orang mampu. Kendati demikian apapun hasilnya, harus tetap menulis karena setidaknya itu akan menjadi sebuah karya yang akan dinikmati dan berguna bagi diri sendiri, untuk saat ini ataupun hari nanti.

Baca Juga: Memanfaatkan Tempat Wisata Sebagai Ajang Mengukir Prestasi dan Berdakwah

Pria yang beken dengan perannya sebagai notulen di acara televisi berjudul Indonesia Lawak Klub itu menuturkan, “Rumus rahasia menulis bagi saya adalah 4R yang berarti; Read atau membaca; Research atau kegiatan mengumpulkan informasi; Reliable atau akurat dan harus benar. Terakhir yaitu Reflecting atau sudut pandang penulisan. Apabila rumus tersebut mampu diterapkan maka tulisan yang sebelumnya hanya sebuah catatan bisa menjadi karya berita, buku hingga dapat menghasilkan pundi rupiah.”

Para santriwati yang antusias mengajukan pertanyaan. (Rabitha)

Menulis menjadi sebuah alternatif yang keren untuk mengabadikan momen, bahwa kita pernah berada di tempat itu atau pernah melakukan hal itu, ungkap pria penulis buku berjudul Aku Menulis Maka Aku ada. Terlebih saat menimba ilmu di pesantren yang merupakan kawah candradimuka atau pusat informasi. Selaian aktivitas belajar juga harus menulis momen sepele hingga luar biasa yang ada. Bagi sudut pandang orang pesantren tulisan santri pasti sudah biasa dan mudah dipahami, namun itu bisa jadi luar biasa bagi orang di luar pesantren.

“Memulai menulis modalnya adalah sebuah ide. Ide dapat dihasilkan hari hal yang dilakukan, dirasakan, dilihat atau sekadar dibayangkan. Contohnya saat belajar atau mengaji para santri pasti berhadapan dengan sosok kiai, nah apabila satu kiai menjadi satu judul buku catatan maka niscaya setelah lulus para santri dapat menerbitkan beberapa buku. Perihal jenisnya bisa berupa biografi, kumpulan materi, kumpulan kata bijak atau motivasi, puisi hingga cerita bergambar,” ujar Kang Maman.

Santri yang mengutarakan pendapatnya saat berdiskusi. (Rabitha)

Sementara itu, Narasumber lainnya yang merupakan penulis dan pegiat literasi pesantren, Dr. H. Ahmad Karomi, M. Th. I. menyampaikan bahwa menulis ala santri harus jujur. Meskipun pesantren terkesan kaku dan apapun kegiatannya penuh syarat dan makna, pastilah terdapat sebuah sudut pandang berbeda yang bisa diungkapkan. Semisal keresahan saat awal menginjakkan kaki di pesantren, proses adaptasi, hingga semua hal dan waktu yang kita habiskan di pesantren, abadikanlah dengan menulis.

Pria yang berkecimpung di Lembaga Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur itu menjabarkan bahwa syarat menulis baginya ada enam. Diantaranya adalah terbiasa membaca; memilih tema dengan melihat isu besar yang terbaru atau suatu hal yang memiliki relevansi dengan kehidupan masyarakat; menyusun pola berpikir dari umum ke khusus atau sebaliknya; menyebutkan referensi dan data; membuat catatan dan koreksi ulang.

Reporter/Foto: Rabitha Maha

Lebih baru Lebih lama