Ilustrasi kebersamaan ibu dengan anaknya. (ist)

NASIONAL - Pola asuh orang tua tak boleh disepelekan karena dapat berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak. Salah satu yang tengah ramai diperbincangkan dan perlu dihindari adalah konsep strawberry parents. Istilah ini diyakini muncul sebagai gaya didikan orang tua yang memicu lahirnya strawberry generation. Nama terakhir ditujukan pada sebagian generasi baru yang rapuh dan lunak seperti buah stroberi.

Dalam bukunya berjudul Strawberry Generation: Anak-anak Kita Berhak Keluar dari Perangkap yang Bisa Membuat Mereka Rapuh, Profesor Rhenald Khasali mengatakan bahwa generasi stroberi adalah mereka yang kreatif, tapi mudah menyerah dan gampang sakit hati.

Orang tua dengan gaya ini juga kerap memuja-muja sang anak. Orang tua kerap menjadikan anak sebagai sosok yang paling sempurna tanpa celah dengan beragam pujian selangit.

Biasanya, karakter itu muncul berkat didikan orang tua yang terlalu memanjakan anak. Tak cuma itu, anak juga kerap diberi berbagai fasilitas menunjang, bahkan berlebihan. Selama tumbuh, anak juga jarang diberikan hukuman. Anak begitu dibebaskan tanpa aturan.

Meski banyak dari mereka yang dididik dengan gaya strawberry parents tumbuh menjadi sosok yang kreatif, namun mereka kerap kali tak mampu menghadapi tekanan berat dan mudah kecewa. Salah satu pasalnya, terbiasa hidup nyaman dengan berbagai kebebasan dan fasilitas yang diberikan orang tua.

Baca Juga: Insomnia dan Penyakit Jantung dapat Dicegah dengan Tidur Teratur

Profesor Rhenald Khasali mengatakan generasi ini, kalau gemblengan di rumahnya dulu kurang begitu kuat, juga mudah galau. Banyak berhalusinasi dan enteng mengungkapkan kegalauannya ke mana-mana, termasuk ke teman-temannya atau media sosial.

Tak cuma itu, orang tua dengan gaya ini juga kerap memuja-muja sang anak. Orang tua kerap menjadikan anak sebagai sosok yang paling sempurna tanpa celah dengan beragam pujian selangit. Padahal, belum tentu kesempurnaan yang dimaksud itu bisa juga didapatkan anak saat berada di lingkungan luar rumah, termasuk saat dewasa kelak.



Akibatnya, saat di usia dewasa si anak menyadari bahwa dirinya tak sesempurna yang disampaikan orang tuanya, rasa kecewa pun bisa muncul dengan mudah.

Dengan kebiasaan-kebiasaan itu, anak pun bisa jadi mudah emosi, kecewa, sakit hati, dan tersinggung. Lebih jauh, anak juga berisiko tak mampu beradaptasi dengan lingkungan sosialnya atau bertahan dalam kondisi sulit.

Sumber/Rewrite: cnnindonesia.com/Tiyas Aprilia
Lebih baru Lebih lama