Salah satu potret ruang kelas SMP Negeri 5 Jombang yang akan dirubah menjadi dua lantai. (Donny)


JOMBANG – Sebagai salah satu instrumen dasar hak pemenuhan kebutuhan hidup, infrastruktur pendidikan yang mencakup keberadaan Sarana dan Prasarana (Sarpras) pendukung aktivitas pembelajaran, tentu wajib dipenuhi. Sebagaimana yang telah termaktub pada Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 ihwal Standar Nasional Pendidikan (SNP), upaya peningkatan mutu pendidikan telah terintegrasi baik dari segi penyediaan infrastruktur, pelayanan, pengawasan, proses, penilaian, dan hal serupa lainnya.

Baca Juga: In House Traning Ala Sutarsih, Tingkatkan Keterampilan Guru Mengajar

Namun, jika mengacu pada realita di daerah, termasuk di Telatah Kebo Kicak ini, poin infrastruktur masih menjadi titik krusial yang masih menyisakan pekerjaan rumah, bagi stakeholder terkait. Utamannya pada pemerataan pembangunan ataupun rehabilitasi fisik bangunan satuan pendidikan.



Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang, Senen, S.Sos., M.Si, membenarkan, bilamana pentingnya pengadaan Sarpras akan seturut dengan pemenuhan SNP. Implikasinya apabila pembangunan, renovasi, dan pemeliharaan Sarpras berjalan dengan laik maka kelancaran kegiatan belajar mengajar akan setali tiga uang dengannya.

Senen. (Donny)

Menambahkan pernyataan Senen tersebut, Kepala Seksi Sarpras dan Kelembagaan Bidang Pembinaan SD, Disdikbud Kabupaten Jombang, Ahmad Jalaludin, S.Ip. M.Si. menerangkan, bahwasannya angka pemerataan dan pengadaan Sarpras pada dasarnya tetap mengacu pada proses verifikasi dan kualifikasi kebutuhan di tiap satuan pendidikan. Jika beberapa temuan survei bersama Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Jombang terdapat urgensi rehabilitasi fisik maupun pembangunan dengan menimbang tingkat kerusakan sekaligus resiko bahayanya, maka inilah yang menjadi dasar prioritas penanganannya.

Ahmad Jalalludin. (Donny)

“Disini perlu dipertegas bahwa proses akomodasi kebutuhan pembangunan maupun renovasi kerusakan bangunan SD yang dilakukan oleh Disdikbud Kabupaten Jombang mengacu pada pemutakhiran Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sebelum tanggal 15. Prosesnya satuan pendidikan wajib mengisi data kebutuhan Sarprasnya. Kemudian, untuk menambah validasi data yang diajukan. Satuan pendidikan juga mesti mengirimkan satu proposal pengajuan kebutuhan tersebut. Ini dimaksudkan, selain menjembatani validasi data di Dapodik. Validasi ini penting supaya usulan pengajuan muncul di Dana Alokasi Khusus (DAK) yang sejalan bersama aplikasi Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran (Krisna),” jelas Ahmad Jalaludin.

Disinggung soal perincian pemberlakuan skala prioritas dalam penanganan kebutuhan pengadaan Sarpras fisik di SD, Ahmad Jalaludin menambahkan bahwa sebelumnya semua usulan pengajuan dibuka seluas-luasnya. Sekalipun alur pengusulan DAK sudah disesuaikan dengan mekanisme pengajuan yang berlaku, namun untuk skala prioritas juga akan masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Jombang.


Renovasi kontruksi atap di SDN Banjarsari Bandar Kedungmulyo. (ist)

Ahmad Jalaludin melanjutkan, “Berdasarkan penyesuaian data di Dapodik setiap tanggal 15, dan pada bulan Mei s.d Juni 2023 seluruh rekapitulasi anggaran telah muncul di Krisna. Lantas rupa prioritas ini mengacu pada jumlah kerusakan lokal. Jika terdapat dua kerusakan fisik maka ini dapat teranggarkan melalui APBD. Jika hanya satu kerusakan maka kembali ke mekanisme pendanaan DAK Fisik.

Sejalan dengan mekanisme penganggaran dan analisis data di atas, untuk jenjang SD tercatat sudah terdapat 185 titik pengusulan rehabilitasi fisik. Jumlah tersebut, merunut uraian Ahmad Jalaludin merupakan hasil dari pengajuan tahun ini dan akan mulai dikerjakan pada 2024 nantinya. Sedangkan dijenjang SMP pengerjaan rehabilitasi akan menyasar 39 satuan pendidikan. Jumlah ini memang lebih sedikit dari SD, mengingat jumlah sebaran SMP yang tidak sebanyak SD.

Indah Rochani. (ist)

Kepala Seksi Sarpras dan Kelembagaan Bidang Pembinaan SMP, Disdikbud Kabupaten Jombang, Indah Rochani, S.T. menjabarkan, dari data 39 SMP yang ada, masih tahap awal usulan rehabilitasi fisik di tahun 2023 ini. Sehingga untuk finalisasi pengerjannya di tahun 2024 mendatang, masih akan menimbang kekuatan pagu anggaran dan analisa DAK.

“Sehingg, kesemuanya mekanisme pengajuan usulan hampir sama dengan SD. Periode pengusulan satu tahun memang harus melalui proses pendetailan data pengajuan yang menjadi dasarnya. Oleh sebab itu, tidak dapat dimungkiri jika anggaran dari pemerintah pusat mampu menuntaskan seluruh usulan rehabilitasi dan pembangunan fisik, maka hal ini akan selaras dengan kinerja daerah dalam mengawal pemenuhan delapan SNP,” tegas Indah Rochani.

Merinci pembahasan mekanisme pengajuan rehabilitasi dan pembangunan fisik yang bermuara pada gelontoran dana DAK Fisik dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, di sisi lain standar akan keamanan konstruksi dan pola pembangunannya juga tak kalah penting untuk disorot. Sebagaimana yang telah tertuang pada Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 perihal Standar Sarana dan Prasarana Sekolah/Madrasah Umum. Dijelaskan bahwasannya, terdapat dua unsur utama penunjang pembelajaran di satuan pendidikan yang wajib ada dan terpenuhi. Diantaranya, kriteria minimum sarana yang mencakup pengadaan segala jenis media pembelajaran di satuan pendidikan. Sedangkan kriteria umum prasarana meliputi lahan, bangunan serta instalasi daya yang dimiliki satuan pendidikan.

Edy Yulianto. (Donny)

Mendalami sudut pandang akan standar yang selama ini berlaku dengan implementasi di lapangan sewaktu pelaksanaan pembangunan dan rehabilitasi fisik satuan pendidikan, Kepala Bidang Tata Bangunan dan Bina Konstruksi, Dinas PUPR Kabupaten Jombang, Edy Yulianto, S.T. menegaskan, memang mesti ada perubahan terkait efisiensi pengerjaan rehabilitasi maupun pembangunan yang senapas dengan anggarannya. Terutama di bidang rehabilitasi fisik.

Untuk standar pelaksanaan rehabilitasi maupun pembangunan sendiri, acuannya tetap pada petunjuk teknis yang sejalan dengan dasar hukum pengadaan Sarpras pada Permen Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007, imbuh Edy Yulianto. Adapun perubahan mekanisme hanya berlaku saat penambahan gedung atau kelas baru yang dilampirkan arahan Izin Mendirikan Bangunan dan Tata Ruang.

“Semisal, perubahan bentuk ruang kelas yang semula hanya satu lantai kemudian menjadi dua lantai, maka ini harus ada rekomendasi yang berisi jumlah ruangan dan luas lahan satuan pendidikan. Adanya arahan ini memang dimaksudkan supaya sesuai dengan standar keselamatan, keamanan, sebagaimana gedung fasilitas publik lainnya. Adapun yang membedekannya, ialah pada pola bentuk bangunannya yang bersifat fleksibel dan menyesuaikan kondisi geografis setempat” ujar Edy Yulianto.

Bagi Edy Yulianto untuk saat ini, sekalipun standar gedung satuan pendidikan sama dan bersifat fleksibel. Akan tetapi kualitas material harus menjadi perhatian bersama. Terutama untuk jenjang SD yang kerap mengalami kelapukan atap karena masih banyak yang menggunakan material kayu, maka mulai saat ini dan kedepannya proses pengerjaannya harus melibatkan aplikator dari pabrikan tempat material tersebut di produksi.

Edy Yulianto menambahkan, “Bilamana aplikator pabrikan ini terlibat, maka jaminan mutu yang mencakup kekuatan dan keawetan konstruksi bisa terjamin dalam jangka waktu minimal 10 tahun. Menimbang pentingnya hal ini, maka efisiensi dan kualitas mutu Sarpras fisik pendidikan akan terjaga secara laik.”

Bambang Rudy Tjahjo Surjono. (Donny)

Sementara itu Sekretaris Disdikbud Kabupaten Jombang, Bambang Rudy Tjahjo Surjono, M.Pd. menilai, kelaikan yang ada selama ini memang masih dalam proses peningkatan. Termasuk dengan pelibatan Dinas PUPR sebagai tim verifikator, indikator mulai dari verifikasi kerusakan bangunan hingga pengawasan telah sejalan.

Bambang Rudy Tjahjo Surjono memungkasi, “Proses kelaikan mutu SNP dari segi Sarpras memang beranjak meningkat. Kenampakan ini, bisa terlihat dari jenjang SMP yang mengalami pagu peningkatan PPDB. Artinya, jika jumlah peserta didik meningkat, maka penambahan Sarpras fisik, ruang kelas dan sebagainya, menjadi kebutuhan yang utama. Oleh karenanya, jika SNP sudah mulai terpenuhi dari segi Sarpras, maka selanjutnya tinggal kualitas pembelajaran oleh seluruh tenaga pendidik dan kependidikan yang juga memiliki andil dalam pemanfaatan fasilitas layanan pada peserta didik secara bertanggung jawab.”

Reporter/Foto: Donny Darmawan/Istimewa

Lebih baru Lebih lama