![]() |
Salah satu peserta didik menunjukkan hasil Takir yang selesai dibuat. (ist) |
KUDU – Pusparagam tradisi yang lahir di penjuru Nusantara, pada hakikatnya memiliki dimensi yang kaya akan makna dan erat dengan identitas satu kelompok atau komunitas masyarakat. Selain menjadi identitas lokal, pemaknaan yang ada juga turut menjelma sebagai simbol falsafah nilai sosial dan budaya masyarakat itu sendiri.
Pembaruan perayaan Maulid dengan prosesi Kirab dan Buwak Takir menjadi ilmu baru bagi peserta didik.
Sebagaimana dalam perayaan Maulid yang lalu, SDN Kepuhrejo I Kudu dan SDN Made Kudu, turut mengekspresikan nilai agama dan tradisi untuk dijadikan bahan pembelajaran bagi peserta didiknya. Di SDN Kepuhrejo I Kudu, konsep menghubungkan antara nilai agama, tradisi, dan nilai edukasi tersebut, dikemas melalui tema Larung Takir pada (29/9).
Baca Juga: Cegah Perundungan dan Kekerasan Seksual dengan Parenting
Kepala SDN Kepuhrejo I Kudu, Sri Murdiantini, S.Pd.SD. menjabarkan, garis besar pelaksanaan Larung Takir yang dikerjakan secara gotong-royong oleh seluruh guru dan peserta didik mempunyai beberapa esensi. Diantaranya, untuk mengaktualisasi nilai keagamaan dengan berbagi kepada sesama, seraya mengenalkan warisan tradisi luhur lewat pembuatan Takir.

“Selain itu, petuah pada tradisi Maulid dan nilai keagamaan di dalamnya juga memberikan wadah baru untuk implementasi literasi bagi peserta didik. Tak sebatas dipahamkan arti Takir yang konon bermakna Nata Pikir dan lantas membagi isiannya berupa buah dan jajanan pada masyarakat sekitar, melainkan pula dipraktikkan dengan pengenalan keterampilan tradisional dalam membuat Takir. Sehingga, ibarat sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, Larung Takir ini menjadi bagian sinergi seluruh elemen di SDN Kepuhrejo I Kudu,” ujar Sri Murdiantini.
![]() |
Prosesi pembuatan Takir di SDN Made Kudu. (ist) |
Koordinator Larung Takir sekaligus Guru Pendidikan Agama Islam SDN Kepuhrejo I Kudu, Hartono, S.Pd. mengakui, respon peserta didik dan masyarakat cukup positif dalam menyambut Larung Takir yang dihelat. Dari peserta didik, proses pembuatan Takir sejak (27/9) menjadi pengetahuan baru dalam ranah tradisi. Sementara bagi masyarakat, Larung Takir di SDN Kepuhrejo I Kudu merupakan cermin bahwa satuan pendidikan mampu bertanggung jawab dalam membentuk karakter peserta didik dengan khazanah keagamaan dan tradisi.
![]() |
Pemberian Takir pada masyarakat sekitar oleh SDN Kepuhrejo I Kudu. (ist) |
Sementara itu di hari yang sama, sedari pagi solawat dilantukan untuk mengawali prosesi Buwak Takir di SDN Made Kudu. Kepala SDN Made Kudu, Eni Setyowati, S.Pd. membeberkan, filosofi Buwak Takir yang memiliki arti membuang hal negatif dalam jiwa dan raga. Maka, dengan sedikit mencecer bunga, air, dan isian Takir berupa nasi gurih yang telah dikirab mengelilingi lingkungan sekitar SDN Made Kudu, diharapkan berkah dan suri tauladan ajaran Islam mampu mengiringi proses belajar peserta didik.
![]() |
Persiapan pemberian Takir. (ist) |
“Jelas, bahwa panduan agama dan tradisi yang berdampingan di sini, harus diajarkan kepada peserta didik. Tujuannya, agar civitas akademika tidak berjarak dengan ilmu dan kearifan lokal warisan leluhur. Disamping itu pula, dengan konsep berbagi Takir, nilai keagamaan juga dapat selaras dengan harapan untuk menebalkan karakter peserta didik,” ujar Eni Setyowati.
![]() |
Kirab Takir yang dilaksanakan SDN Made Kudu. (ist) |
Dibenarkan oleh Guru Pendidikan Agama Islam SDN Made Kudu, Urfi Uroniyah, S.Pd. bahwasannya, pembaruan perayaan Maulid dengan prosesi Kirab dan Buwak Takir menjadi ilmu baru bagi peserta didik. Senyampang itu pula, keteladanan ajaran Islam dalam menghormati tradisi dan adat istiadat dapat membentuk jati diri peserta didik yang memiliki kepribadian pelajar Pancasila.
Reporter/Foto: Donny Darmawan/Istimewa