Pembekalan materi Anti Perundungan pada peserta didik. (Donny)


JOGOROTO – Perundungan serta tindak kekerasan di satuan pendidikan di setiap era, tak ubahnya seperti benang kusut yang sulit terurai. Bagi Kepala SMP Negeri 2 Jogoroto, Edy Purnomo, S.Pd. M.M. hal tersebut menjadi keprihatinannya. Pria berpeci ini mengakui, di lingkup satuan pendidikannya, kasus perundungan dan tindak kekerasan baik verbal maupun fisik masih marak terjadi.

Upaya pemahaman tersebut juga terbuka dengan metode layanan klasikal. Sifatnya, ialah pencegahan dan penyelesaian dalam bentuk konsultasi.

Berangkat dari keprihatinan itulah, pengikisan terhadap perundangan serta tindak kekerasan diupayakan melalui metode Tiga P yakni Penguatan, Pendekatan, dan Pemahaman. Penguatan berikan kepada korban perundungan dan tindak kekerasan dengan suntikan moral, memberikan motivasi bahwa dirinya juga memiliki kekuatan untuk melalui masalah lebih baik dengan pertahanan diri atau self defence.

Baca Juga: Cara Mengatasi Diare Pada Anak di Rumah

Edy Purnomo menjelaskan, “Selanjutnya ialah pendekatan. Dalam hal ini komunikasi kami kedepankan bersama guru dengan seluruh yang terlibat di tindak perundungan dan kekerasan untuk mengurai akar masalah dan bentuk pengakhirannya. Berdasarkan penguatan maupun pendekatan ini, lantas ditindak lanjuti dengan pemahaman. Artinya memahamkan peserta didik bahwa tindakan perundungan baik verbal maupun fisik tidak patut dilakukan.”

Bentuk pemahaman tersebut, sedari awal tahun 2023 lalu sudah dilakukan dengan mendeklarasikan anti perundungan dan tindak kekerasan dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait. Mulai dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jombang, Woman Crisis Center Jombang, Kepolisian Sektor Kecamatan Jogoroto, hingga pemerintah desa setempat.



“Bentuk deklarasi inilah yang akhirnya menjadi pembuka pemahaman peserta didik bahwa sedikit saja tindak perundungan dan kekerasan terjadi, maka sudah menjadi perhatian banyak pihak di luar satuan pendidikan. Namun pemahaman ini tak berlaku hanya pada peserta didik. Melainkan juga ke para guru dan wali peserta didik. Sebab, dari guru maupun wali peserta didik juga berpotensi melakukan hal serupa kepada peserta didik, yang ini akan menjadi rantai kasus dan satuan pendidikan menjadi pelampiasan korban perundungan dan tindak kekerasan,” papar mantan Guru di SMP Negeri 2 Jombang.


Kampanye Anti Perundungan di tiap ruang kelas. (Donny)

Sementara itu, Guru Bimbingan Konseling (BK) SMP Negeri 2 Jogoroto, Rofiatul Umiyah, S.Pd. mengakui bahwa upaya pemahaman tersebut juga terbuka dengan metode layanan klasikal. Sifatnya, ialah pencegahan dan penyelesaian dalam bentuk konsultasi.

Penandatanganan deklarasi Anti Perundungan. (ist)

Rofiatul Umiyah menjelaskan, “Guna memasifkan layanan klasikal untuk menciptakan Zero Bullying di SMP Negeri 2 Jogoroto, BK membentuk layanan konsultasi melalui grup WhatsApp di seluruh kelas. Lewat cara seperti ini peserta didik dan wali peserta didik dapat memahami bahwa layanan BK bukan sebuah penghakiman. Akan tetapi, merupakan bentuk analisa masalah dalam penihilan perundungan dan tindak kekerasan di segala lini.”

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama