Dinamika kelompok yang dilakukan peserta didik dan guru. (ist)


BARENG –
Berdasarkan data hasil Asesmen Nasional tahun 2021 menunjukan bahwa 24,4% peserta didik di Indonesia berpotensi mengalami insiden perundungan di satuan pendidikan. Hal ini tentunya perlu menjadi perhatian bersama untuk mencegah dan menghentikan perundungan. Seperti praktik baik yang telah dilaksanakan di SDN Karangan I Bareng melalui program sosialisasi perundungan dan dinamika kelompok.

Sosialisasi ini akan diejawantahkan pada sesi kelas orangtua atau Parenting, dan pelbagai dinamika kelompok lainnya yang menyenangkan seperti lomba poster atau pemilihan duta anti perundungan.

Kepala SDN Karangan I Bareng, Tanti Wulandari, S.Pd.SD menyampaikan bahwa adanya program ini berawal dari adanya indikasi perundungan verbal yang dilakukan oleh beberapa peserta didiknya. Meskipun masih tergolong perundungan sederhana yakni bersifat verbal seperti memanggil dengan nama orangtua, namun hal tersebut perlu diantisipasi agar tak sampai berlarut hingga menyebabkan perundungan yang berat atau masalah lainnya.

Tanti Wulandari mengatakan bahwa gayungpun bersambut lantaran pada tahun 2023 ini SDN Karangan I Bareng berhasil mendapatkan BOS Kinerja. Sehingga anggaran tersebut dapat dimanfaatkan pada program antisipasi perundungan ini. Program ini dimulai dari sosialisasi dengan mendatangkan narasumber profesional, yakni psikolog Yanuvari Mutik Megawati, S.Psi.,M.Psi. Tahap sosialisasi yang telah dilaksanakan pada Kamis (21/9) dilakukan bersama seluruh civitas akademika dan peserta didik.

Baca Juga: Makanan yang Tidak Boleh Dikonsumsi Bersamaan dengan Cokelat

“Pada tahap ini peserta didik dikenalkan dengan tindakan yang termasuk perundungan, jenisnya, cara mengantisipasi, cara menyikapi bila mengalami atau mengetahui tindakan perundungan hingga cara menciptakan rasa toleransi dan kekompakan antar teman. Menariknya tak hanya peserta didik saja yang mendapatkan sesi sosialisasi, namun juga seluruh civitas akademika yang juga melaksanakan sesi sharing dengan psikolog terkait cara mencegah, mengangani dan menciptakan pembelajaran yang berdiferensiasi,” terang Tanti Wulandari.



Guru Kelas VI SDN Karangan I Bareng, Kristina Galuh, S.Pd.SD menambahkan bahwa tindakan perundungan dapat dicegah melalui penanaman sikap toleransi terkait perbedaan suku, agama, hingga sesederhana cara belajar. Orangtua, guru hingga masyarakat pada lingkungan tempat tinggal seyogyanya kompak mendorong sikap toleran pada anak. Semisal berbicara tentang perilaku yang baik dan mencontohkan perilaku yang baik pula, maka anak-anak akan lebih mudah mengikuti jejak orang dewasa tersebut.


Sosialisasi perundungan oleh Yanuvari Mutik Megawati, S.Psi.,M.Psi. (ist)

“Tak kalah pentingnya yakni cara mengidentifikasi peserta didik yang tergolong Anak Berkebutuhan Khusus. Terlebih pada kategori Slow Learner atau lamban belajar dan memahami suatu informasi, tentu hal tersebut perlu untuk di asesmen untuk mencegah praktik perundungan dan menciptakan pembelajaran berdiferensiasi,” ujar Kristina Galuh.

Sesi sharing antara psikolog dengan guru dan kepala SDN Karangan I Bareng. (ist)

Selanjutnya, peserta didik melaksanakan dinamika kelompok yang menyenangkan. Diantaranya dengan membuat yel-yel anti perundungan, pungkas Kristina Galuh. Kemudian sosialisasi ini akan diejawantahkan pada sesi kelas orangtua atau Parenting, dan pelbagai dinamika kelompok lainnya yang menyenangkan seperti lomba poster atau pemilihan duta anti perundungan.

Reporter/Foto: Rabitha Maha/Istimewa

Lebih baru Lebih lama