BARENG – Khazanah seni tradisi di Jazirah Ludruk ini memang cukup beragam. Dari yang bersifat hiburan, pertunjukkan, sampai ritual, semuanya ada dan saling melengkapi. Sebagaimana di Lereng Pegunungan Anjasmara, khususnya di Kecamatan Bareng, Wonosalam, Mojowarno, Mojoagung serta Ngoro, seni dan tradisi masih dijadikan pandu pembentuk identitas kolektif masyarakatnya.


Seperti halnya dalam Seni Ujung. Sekian lama tak terdengar gaungnya, pada (5/11/2023)  berbarengan dengan tradisi kirab Tumpeng Ponco Thuk di Desa Pakel Kecamatan Bareng, Seni Ujung digelar secara meriah. 


Seni Ujung merupakan katarsis nilai kebudayaan masa kini dan masa lalu yang telah diwariskan oleh leluhur. Melansir dari pelbagai sumber beserta keterangan para pegiat Seni Ujung, disebutkan bahwasannya, seni yang identik dengan tari dan aksi saling cambuk menggunakan rotan ini, merupakan salah satu warisan tradisi yang diyakini telah ada sejak era Kerajaan Majapahit.


Dahulu Seni Ujung digunakan sebagai proses rekrutmen prajurit yang hendak diikutkan sebagai pasukan perang kerajaan. Oleh karenanya, harus dipilih dari mereka yang memiliki kekuatan fisik, ketangkasan, serta kewaspadaan membaca serangan lawan.


Seiring perkembangan peradaban, Seni Ujung mengalami pergeseran makna. Dari yang semula difungsikan sebagai seleksi pasukan perang kerajaan, hingga akhirnya dewasa ini identik dengan sarana doa kepada Sang Pencipta untuk meminta hujan.


Pergerseran ini terjadi karena dahulu, pasca era kerajaan runtuh, Seni Ujung diminati sebagai media corong masa yang gandrung akan seni tari dan beladiri. Akhirnya, Seni Ujung diubah sebagai sarana hiburan.


Adapun hubungan Seni Ujung dan hujan, tercermin goresan luka dan darah yang menetes, dan dijadikan simbol pengorbanan masyarakat supaya berkah berupa air hujan lekas turun. Dalam kacamata beberapa seniman dan budayawan, keterkaitan keduanya tak serta merta karena tari dan adu kekuatan maupun ketangkasan saling cambuk rotan. Melainkan, tetap pada tradisi doa bersama dan prosesi kenduri yang mewajibkan beberapa sajian khusus, menjadi sarana mempererat hubungan masyarakat, agama, alam, leluhur beserta tradisinya. Sehingga, hujan yang turun diyakini sebagai wujud keberkahan atas segala proses dari Seni Ujung. Mulai doa, saling cambuk, menari, sampai kenduri. 









Foto/Teks : Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama