NASIONAL - Dalam rapat kerja antara Komisi X DPR RI dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada (29/8) kemarin, dipaparkan bahwasannya anggaran pendidikan nasional pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2025 mengalami pengurangan Rp 15,7 triliun. 


Mengutip dari Kompas.com. pagu indikatif belanja Kemendikbudristek juga telah ditetapkan di angka Rp 83,19 triliun. Jumlah ini ternyata lebih rendah dari anggaran pendidikan nasional di tahun 2024 yang sebesar Rp 15,7 triliun. 

Penerima Program Indonesia Pintar
(ist)

Mendikbudristek, Nadiem Makarim menjelaskan, bahwa secara umum, anggaran pendidikan nasional mengalami kenaikan dari jumlah Rp 665 triliun di tahun 2024, ke Rp 722 triliun di tahun 2025. Akan tetapi, secara riilnya anggaran program prioritas Kemendibudristek seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), KIP Kuliah, Program Indonesia Pintar (PIP) serta Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) memang berkurang sejumlah Rp 15,7 triliun.

"Rinciannya, program wajib yang kami prioritaskan, otomatis akan tidak optimal penyerapannya karena anggarannya berkurang," ujar Nadiem Makarim.

Sementara itu, masih dari Kompas.com. penyebab berkurangnya anggaran program prioritas Kemendikbudristek ini karena, dalam Pidato Nota Keuangan Presiden Jokowi di Gedung DPR pada (18/8) lalu, disebutkan bahwasannya, alokasi anggaran pendidikan nasional di tahun 2025 sebesar Rp 722,6 triliun akan diutamakan untuk peningkatan gizi sekolah, renovasi sekolah, pemajuan kebudayaan, pengembangan riset, penguatan perguruan tinggi kelas dunia, dan pengembangan sekolah unggulan.


Kartu KIP
(ist)

Berlanjut, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Agustina Wilujeng Pramestuti, turut menyoroti turunnya pagu indikatif belanja Kemendikbudristek di tahun 2025. Menurutnya, penurunan anggaran ini salah satu faktornya ialah tidak proposionalnya pembagian anggaran pendidikan di tahun 2025.

"Meskipun di tahun 2025 anggaran terlihat naik, tetapi selebihnya di alokasikan dana pendidikan ke dana desa. Dalam hal ini, Transfer ke Daerah (TKD) belum optimal dan tidak terlihat serapan dana pendidikan ke dana desa. Kemana perginya dana desa yang ada pendidikan di dalamnya ? berapa persen yang digunakan ?," ujar Agustina Wilujeng Pramestuti.

Untuk itu, Agustina Wilujeng Pramestuti kemudian mendorong Kemendikbudristek agar menelusuri sejauhmana efektivitas dana pendidikan masuk ke dana desa terhadap perbaikan pendidikan di Indonesia. ☐donny darmawan
Lebih baru Lebih lama