"Sembilan puluh sembilan persen indikasinya sudah kuat Bung Karno lahir di Ploso Jombang". Inilah kata penutup dari Focus Discussion Group (FGD) yang digelar oleh Ikatan Alumni SMAN 2 Jombang, di ruang Soeroadiningrat, Pemkab Jombang.

 

JOMBANG – Kabar terkait kelahiran Bung Karno sang proklamator Kemerdekaan Bangsa Indonesia di Ploso saat ini menghenyak banyak pihak. Tidak hanya tanda tanya besar bagi sejarawan lokal, para peneliti sejarah nasional pun sudah mulai angkat bicara. Bagaimana tidak, sosok Presiden pertama Indonesia yang memiliki 26 gelar honoris causa dari beragam lembaga dunia ini, kini diyakini lahir dan bersekolah di Ploso, sebuah kecamatan di utara Sungai Brantas, Jombang.


Salah satu forum yang digadang untuk mendorong penetapan lokasi dan tanggal lahir Bung Karno adalah Focus Discussion Group (FGD) yang diadakan oleh alumni SMAN 2 Jombang. Ruang Suraadiningrat, Pemkab Jombang, tempat acara  dihadiri puluhan peserta dari beragam latar belakang. Menariknya tampak juga beberapa warga Ploso sebagai saksi hidup terkait masa kecil Bung Karno di utara Sungai Brantas, (12/07).


Lima narasumber yang hadir adalah Prof. Dr. Drs. Adv. Ganjar Razuni, S.H, M.Si., Prof. Yon Machmudi, SS, PhD, Nasrul Illah, Arif Yulianto, dan RA Jayandri Purnomowati selaku Sekretaris Persada Sukarno Kediri.


Dalam kata pembukanya, Prof Adv Ganjar yang juga Dosen Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sekaligus Guru Besar Bidang Ilmu atau Sains Politik Universitas Nasional ini mengatakan perlu ada pendampingan atau tim khusus terkait kelahiran Bung Karno di Ploso.


“Perlu ada tim khusus agar produk hukum dari Pemerintah Daerah didasari oleh pertimbangan dan kebenaran yang objektif. Kita sudah lalui prosesnya semua,” kata profesor yang juga alumni SMAN 2 Jombang ini.


Senada dengan itu, Prof Yon Mahmudi berpendapat bahwa penetapan sejarah harus dilengkapi data primer dan sekunder.


"Perlu ada metodologi dan bukti ilmiah  agar kelahiran Bung Karno dapat ditetapkan secara hukum dan diterima secara luas. Kalau bisa Pemkab juga memberi beasiswa S2 atau S3 di UI khusus meneliti tentang ini nanti saya yang membimbingnya," kata Guru Besar Tetap, Bidang Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia  asal Kesamben Jombang ini.


Pendapat para akademisi diatas juga mendapat dukungan dari Ketua DRPD Jombang, Hadi Atmaji, S.Ag. yang turut hadir dalam FGD. Menurutnya butuh kerjasama yang baik karena sejarah butuh pengakuan banyak pihak. -  Berita selengkapnya baca di Majalah Suara Pendidikan edisi 147, dicetak dan diterbitkan sertiap bulan. Langganan  disini !  

Reporter: Arief F. Budiman

Lebih baru Lebih lama