“Buku ini terbagi atas tiga bagian besar cerita diantaranya sejarah, kepercayaan dan budaya, serta larangan. Sehingga upaya sebagai penyampai pesan tertulis tersebut mampu memberikan kesempatan pembaca semakin tertarik menuntaskan satu lembar ke lembar yang lain,” terang Ketua Kelompok PKM-Pengabdian Masyarakat STKIP PGRI Jombang, Yulia Puspita Arum.

JOMBANG – Mengabadikan sejarah, merupakan hal utama sebagai gagasan hadirnya sebuah buku karya peserta didik MA Sayyid Abdurrahman, Dilla Fransisca Rosita dan mahasiswa tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)-Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (STKIP PGRI) Jombang, Yulia Puspita Arum, Eni Faridah, dan Muhamad Syahrul Roziqin. Kepedulian akan lingkungan inilah yang ingin diraih untuk kepentingan keberadaan kearifan lokal.

Beranjak dari sebuah Antologi Sejarah Desa Mbah Sayyid Abdurrahman (ATASAN) yang dijadikan judul buku cerita sejarah tentang Desa Pagerwojo, Kecamatan Perak. Pada setiap judul cerita yang disajikan, terkemas dalam bentuk fiksi. Didukung dengan gaya bahasa yang mengajak pembaca berkilas balik kepada zaman dahulu ketika Indonesia masih dijajah.

Baca Juga : 
KB Cahaya Asri Gudo Bentuk Karakter Menggandeng Orangtua

Bedah buku yang dilaksanakan pada Selasa (18/6) di Kedai Jadul Jombang tersebut, dihadiri oleh mahasiswa STKIP PGRI Jombang dari beberapa jenjang semester serta jurusan. Didukung oleh tiga narasumber yang terjun secara langsung dalam observasi di Desa Pagerwojo serta menjadi pendamping literasi peserta didik MA Sayyid Abdurrahman.




“Buku ini terbagi atas tiga bagian besar cerita diantaranya sejarah, kepercayaan dan budaya, serta larangan. Sehingga upaya sebagai penyampai pesan tertulis tersebut mampu memberikan kesempatan pembaca semakin tertarik menuntaskan satu lembar ke lembar yang lain,” terang Ketua Kelompok PKM-Pengabdian Masyarakat STKIP PGRI Jombang, Yulia Puspita Arum.

Bagian I sejarah merupakan misi pendokumentasian serta menjaga kearifan lokal untuk melawan lupa. Desa Pagerwojo dinilai memiliki nilai budaya dan juga sisi magis. Sehingga masih sangat terjaga dan dipercaya oleh masyarakat setempat. Sebagai pendiri desa, Mbah Sayyid Abdurrahman masih memiliki ikatan darah dengan Mbah Sayyid Sulaiman yang berada di Betek, Mojoagung.

Konon zaman penjajahan dahulu Desa Pagerwojo ini, lingkungan wilayah tersebut diberikan pagar yang tak kasat mata. Pagar tersebut dalam bentuk doa yang kekuatannya menyerupai baja dan disebutlah kini menjadi waja. Sehingga bagi siapa saja yang memiliki niat buruk untuk kepentingan individu, akan diberikan efek jera dan kejadian di luar logika dengan halangan apapun agar tidak sampai ke wilayah tersebut.

Mengulas pada bagian ke II tentang kepercayaan dan budaya, seperti diantaranya nyadranan, haul mbah wali. Terdapat pula sang macan kopek, topi lengket, hebohnya pesawat mogok dan pintu-pintu kecil pesarean Mbah Sayyid.




Beranjak pada bagian terakhir, pada sebuah larangan yang ada di masyarakat setempat. Bahwa terdapat larangan menjual nasi yang masih dipegang teguh oleh masyarakat. Terjadi sebab akibat yang membuat larangan tersebut bertahan hingga kini, ialah kecerobohan salah seorang masyarakat yang membuang nasi. Ketika itu terdapat mbah wali yang melintas dan menyampaikan bahwa keturunan masyarakat setempat akan mengalami kebangkrutan ekonomi atau kesialan (bala) jika berjualan nasi.

“Mempercayai semua secara mentah, terasa sangat tak elok. Namun rekam jejak dan beberapa bukti sejarah memperkuat fakta,” tutup salah satu Anggota Kelompok PKM-Pengabdian Masyarakat STKIP PGRI Jombang, Eni Faridah. chicilia risca
Lebih baru Lebih lama