Salah seorang kolektor prangko, Agus Siswoyo mengatakan bahwa salah satu hal yang membuat prangko menjadi menarik adalah desain gambar yang ada dalam setiap serinya. Para kolektor prangko termasuk juga dirinya rela berburu untuk mencari dan mengumpulkan seluruh jenisnya.

MOJOWARNO – Pada masanya, surat menjadi sebuah moda komunikasi umum digunakan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Saling berkirim dan berbalas surat pun pernah menjadi sebuah kegiatan yang digemari. Sejalan dengan kegiatan surat-menyurat, keberadaan benda kecil yang umum ditemui di pojok amplop surat pun menyita perhatian bahkan hingga memiliki basis penggemarnya sendiri. Ya, benda tersebut adalah prangko, sebuah benda kecil yang menjadi tanda pembayaran biaya pos.

Salah seorang kolektor prangko, Agus Siswoyo mengatakan bahwa salah satu hal yang membuat prangko menjadi menarik adalah desain gambar yang ada dalam setiap serinya. Para kolektor prangko termasuk juga dirinya rela berburu untuk mencari dan mengumpulkan seluruh jenisnya.

Selain bergambar pahlawan atau tokoh nasional, seri prangko yang dikeluarkan oleh Kantor Pos Indonesia juga kerap kali menggambarkan tentang beragam adat, budaya, hewan serta tumbuhan khas daerah yang ada di seluruh penjuru nusantara. Bahkan beberapa kali juga mengeluarkan seri prangko bersambung yang berisi tentang cerita legenda dari berbagai daerah di Indonesia. Di samping itu, acara-acara atau momen penting yang terjadi di Indonesia atau di penjuru dunia juga tidak luput dijadikan sebagai seri gambar perangko.


Baca Juga : Penyelenggaraan PAUD 2019 Harus Tersistematis dan Taat Aturan

Tidak hanya mengoleksi prangko dalam negeri, pria yang berprofesi sebagai guru Muatan Lokal (Mulok) Keagamaan di SDN Latsari 1 Mojowarno ini juga mengoleksi prangko dari luar negeri. Perangko luar negeri didapatkannya selain dari kegiatan berkirim surat dengan teman-temannya di luar negeri juga dari hasil bertukar perangko atau membeli.

“Jadi di dunia filateli, terdapat dua jenis perangko yakni perangko Mint dan Use. Prangko Mint adalah prangko yang khusus dikoleksi dan tidak digunakan untuk surat menyurat. Sementara prangko Use adalah prangko yang dikoleksi dari bekas surat menyurat. Cara membedakannya cukup mudah, di prangko Use biasanya terdapat goresan tinta bekas cap pos,” ungkap Agus Siswoyo.

Saat ini koleksi prangko milik Agus Siswoyo berjumlah 495 buah prangko. Jumlah itu telah banyak berkurang dari sebelumnya yang bisa mencapai angka 1200 buah. Berkurangnya jumlah koleksinya itu lantaran dulu dia sering memberikannya pada adik-adik kelasnya yang baru terjun ke dunia filateli selain alasan karena sering dimainkan oleh keponakan sehingga beberapa hilang.

“Sebenarnya untuk merawat koleksi perangko itu tidak sulit. Hanya perlu dihindarkan dari rayap dan lembab. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan melapisi prangko dengan plastik,” kekeh Agus Siswoyo.

Ditanya mengenai koleksi prangko yang menjadi favoritnya, pria kelahiran 12 Agustus 1984 ini menyebut untuk prangko dalam negeri ia memilih prangko bergambar Gus Dur serta prangko edisi Piala Dunia Jerman 2006 berbentuk bulat untuk menjadi favoritnya. Sedangkan dari prangko luar negeri dia menunjuk prangko asal Spanyol yang didapatnya dari temannya di Australia.

Agus Siswoyo tidak pernah menyangka bahwa rasa penasarannya terhadap amplop-amplop yang dibuang oleh guru SD-nya dulu justru membawa dirinya pada kegiatan mengoleksi prangko. Dari mengoleksi prangko dia juga bisa menambah pengetahuan sekaligus mengenal kebudayaan Indonesia juga luar negeri dari informasi yang tersisip pada gambar yang tercetak pada prangko.

Meski sekarang kegiatan berkirim surat sudah hampir tidak ada yang melakukannya lagi, pria lulusan salah satu universitas swasta di Jombang ini masih akan terus melanjutkan kegemarannya ini. Hal itu karena secara berkala Kantor Pos Indonesia masih mencetak dan mengeluarkan seri prangko seperti ketika ada acara-acara tertentu seperti misalnya saat Asian Games tahun 2018 lalu.

“Prangko-prangko semacam itu yang akan diburu untuk dikoleksi selain melengkapi koleksi seri lama. Cara mendapatkannya juga sudah tentu berubah, melalui jual-beli online dengan rajin memantau komunitas filateli. Jika ada yang menjual dan harga sesuai, akan dibeli,” terang Agus Siswoyo. fitrotul aini.
Lebih baru Lebih lama