Kepala Desa Mojokambang, Handono menambahkan, “Jika cerita dari orangtua dahulu yang membabat alas di desa ini adalah Eyang Singomoyo. Beliaulah yang dipercaya mengawali menduduki desa ini. Namun untuk asal-usul Eyang Singomoyo masih belum jelas keberadaan.”

BANDAR KEDUNGMULYO – Pada masa Kerajaan Majapahit, wilayah Kabupaten Jombang dipercaya merupakan gerbang dari kerajaan yang berdiri pada tahun 1293 Masehi tersebut. Gapura Barat adalah Desa Tunggorono, sedang gapura Selatan di Desa Ngrimbi, Kecamatan Bareng. Hingga kini banyak dijumpai nama-nama desa/kecamatan yang diawali dengan prefiks Mojo-, di antaranya Mojoagung, Mojowarno, Mojojejer, Mojotengah, Mojotrisno, Mojongapit, dan sebagainya.

Tidak terkecuali Desa Mojokambang, Kecamatan Bandar Kedungmulyo. Desa yang terletak di Barat Daya dari Kota Jombang ini merupakan desa yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kediri. Dalam masa perkembangannya Desa Mojokambang dibagi menjadi empat dusun dan sangat pesat terutama dibidang pertanian dan perdagangan.

Salah seorang warga, Bisri (65) bercerita bahwa menurut para tetua dahulu, Desa Mojokambang merupakan daerah belum berpenghuni yang lingkungannya banyak ditumbuhi pepohonan lebat dan besar serta memiliki suhu dingin. Dari sinilah para pendatang atau pengungsi pada masa peperangan Kerajaan Mataram yang lari membuka lahan untuk dijadikan tempat persembunyian. Akhirnya berkembang menjadi tempat pemukiman dan lahan pertanian. Seiring dengan berjalannya waktu menjadi suatu kumpulan masyarakat.


Baca Juga : Kegemaran Tak Lekang Waktu

“Daerah pemukiman ini banyak ditumbuhi Pohon Mojo. Tanaman Mojo inilah yang dijadikan sumber mata pencaharian kumpulan masyarakat tersebut, yang kemudian dikembangkan menjadi tanaman produktif. Oleh karena tanaman mojo merupakan sumber kehidupan masyarakat, maka sejak saat itu untuk menandai hal tersebut diabadikan menjadi tetenger (penanda) untuk menjadi nama desa,” ujar kakek enam cucu tersebut.

Namun untuk istilah kambang (mengapung di air), tambah Bisri, banyak cerita berbeda dari masyarakat-masyarakat yang dia dengar. Dari cerita tentang kesaktian salah seorang yang membabat alas desa ini sampai dengan ditemukan banyak buah mojo yang mengapung di sungai.

Sementara itu, Kepala Desa Mojokambang, Handono menambahkan, “Jika cerita dari orangtua dahulu yang membabat alas di desa ini adalah Eyang Singomoyo. Beliaulah yang dipercaya mengawali menduduki desa ini. Namun untuk asal-usul Eyang Singomoyo masih belum jelas keberadaan.”

Eyang Singomoyo merupakan sosok tokoh masyarakat pada masa dahulu dengan kesederhanaannya, tambah Handono. Itu berimbas pada kondisi saat ini di Desa Mojokambang yang keseluruhan masyarakatnya berkehidupan sederhana. Hampir tidak ditemui rumah-rumah berbangunan megah yang berdiri di desa tersebut.

“Banyak mitos yang beredar di masyarakat bahwa jika ada masyarakat yang kaya raya atau banyak uang kemudian sombong, maka tidak akan lama mereka akan jatuh miskin atau hartanya akan habis jika berada di desa ini. Namun ini hanya berlaku bagi masyarakat Desa Mojokambang. Tetapi jika ada warga kami yang merantau, maka mereka kebanyakan sukses, dan memiliki pekerjaan yang layak,” pungkas kepala desa yang sudah menjabat satu periode tersebut.

Namun bagi masyarakat setempat, hal tersebut bukan hanya cerita semata. Pasalnya memang kejadian-kejadian seperti itu benar adanya dan sudah banyak yang mengalaminya. Oleh karenanya hidup sederhana selalu dipegang teguh oleh masyarakat Desa Mojokambang. aditya eko
Lebih baru Lebih lama