Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, drg. Subandriyah, M.KP., ada beberapa jajanan anak sekolah yang kerap ditambahi dengan zat-zat berbahaya atau dalam pengolahannya tidak memperhatikan aspek kebersihan.

JOMBANG – Warna cerah, bentuk unik, hingga rasa yang menendang lidah serasa menjadi daya tarik bagi peserta didik untuk jajan di pinggir jalan. Hal itu tampak ketika sejumlah pedagang kakilima menjajakan makanan selalu dipenuhi oleh peserta didik bahkan orang dewasa pun turut menikmati. Bahkan bisa menjadi viral dikalangan mereka karena dianggap baru dengan sajian berbeda sehingga menarik keinginan untuk menjajal. Namun dibalik itu ada pula kualitas jajanan yang kurang memperhatikan unsur kesehatan. Baik dari bahan yang digunakan, cara pengolahan, hingga pembungkusnya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, drg. Subandriyah, M.KP., ada beberapa jajanan anak sekolah yang kerap ditambahi dengan zat-zat berbahaya atau dalam pengolahannya tidak memperhatikan aspek kebersihan. Zat-zat kimia yang sering dijumpai sampling adalah boraks (pengawet non-makanan dan pestisida), formalin (pengawet non makanan dan disinfektan) dan pewarna non-makanan.

“Kalau boraks paling banyak pada jajanan bakso, formalin di mie dan pewarna sering ditemukan di kerupuk, gulali atau cendol. Sekarang juga mulai banyak pada pangan segar seperti manisan atau asinan buah. Cara untuk mengetahui hal tersebut sebenarnya mudah, yaitu dengan menusuk makanan tersebut kemudian dilihat cairan yang membekas dijajanan, lalu alat penusuk tersebut ditusukkan lagi kunyit. Jiks berubah warna maka makanan itu mengandung bahan kimia,” jelasnya.


Baca Juga : Nongkrong Asik di Jombang Night Garden Festival

Pihaknya menilai penambahan zat berbahaya pada jajanan anak biasanya dilakukan pedagang untuk menarik pembeli melalui warna atau bentuk yang lucu. Selain itu juga agar jajan dagangannya dapat bertahan lama. Sayangnya, zat tambahan itu justru dapat berbahaya bagi tubuh. Berdasarkan pantauan, jajan sekolah tidak sehat paling banyak dijual oleh pedagang keliling yang berjualan di luar area atau pagar sekolah.

“Oleh karenanya sekolah harus waspada terhadap para penjual yang berada di luar sekolah. Hal ini untuk menghindari makanan-makanan yang tidak sehat yang dikonsumsi oleh peserta didik,” tegas Subandriyah saat di konfirmasi melalui telepon.

Sedangkan di kantin, pihaknya berupaya bekerja sama dengan pihak sekolah untuk dapat memberikan pengarahan pada penjaga atau pemilik kantin. Soal jajanan tersebut, juga memberikan perhatian dengan meminta Kementerian Kesehatan aktif mencegah peredaran pangan dan jajanan anak yang berbahaya karena mengandung bahan-bahan yang seharusnya tidak ada dalam makanan seperti pewarna tekstil atau boraks.

“Ini sebetulnya harus ada kerja sama antara orang tua dan sekolah untuk memberikan peserta didik pengertian dan diajari untuk mengenali pangan dan jajanan yang sehat dan tidak sehat,” terangnya.

Peserta didik seringkali menjadi korban dari pangan dan jajanan berbahaya karena belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang mengenali makanan yang berkualitas sehingga anak sekolah harus diberikan pengetahuan yang cukup. Beberapa zat berbahaya yang ditemui dalam pangan jajanan peserta didik adalah pengawet seperti formalin dan boraks maupun pewarna seperti metanil yelow dan rhodamin B. Selain dapat merusak ginjal dan mengganggu tumbuh kembang peserta didik, apabila zat-zat aditif itu terus dikonsumsi dapat mengacaukan proses pembentukan sel darah dan dapat menimbulkan penyakit kanker di kemudian hari.

Mengingat begitu sulitnya memberantas jajanan tak berkualitas di sekolah, orang tua hendaknya mengingatkan kepada buah hatinya untuk ikut mengawasi dan mewaspadai jajanan di sekolah, bahkan kalau perlu melarang jajan-jajanan yang mencurigakan. aditya eko
Lebih baru Lebih lama