Untuk mencegah masalah kekurangan gizi pada peserta didik, diperlukan upaya berkesinambungan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku anak mengenai gizi yang baik. Agar hasilnya optimal, upaya ini perlu melibatkan partisipasi aktif peserta didik sebagai subjek. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melalui penyelenggaran Posyandu remaja.
GUDO, MSP – Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga melakukan terobosan baru di bidang pengabdian masyarakat berupa pembentukan kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Remaja. Bentuk kegiatan yang bersifat berkelanjutan ini sangat dibutuhkan masyarakat khususnya peserta didik dengan model memberikan pelatihan tentang metode pengolahan makanan fungsional yang bekerja sama dengan SMP Negeri 1 Gudo.

Salah satu tim Posyandu Remaja dari Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga, Rizka Bintang Akbar mengatakan, “Kami memberikan pelatihan tentang metode pengolahan makanan fungsional berbasis ikan lele. Ini merupakan rangkaian program pengabdian masyarakat dengan judul Ipteks bagi Masyarakat (IbM) Pembentukan Posyandu Remaja dan Implementasi Makanan Fungsional di SMP Negeri 1 Gudo yang didanai oleh Universitas Airlangga.”

Lebih lanjut mahasiswa S-1 Budaya Perairan tersebut menjelaskan, mengangkat makanan dengan berbahan dasar ikan lele karena hewan dengan nama latin Clarias ini merupakan komoditas perikanan budidaya sebagai salah satu sumber protein dan salah satu potensi lokal dari kecamatan Gudo Jombang. Selain itu gizi yang terkandung dalam ikan yang hidup di air tawar tersebut tergolong tinggi.

Pembentukan Posyandu remaja ini berdasarkan latar belakang masalah gizi pada peserta didik. Gizi merupakan kebutuhan yang krusial bagi semua orang, termasuk bagi peserta didik. Sebagai remaja yang sedang mengalami pertumbuhan, peserta didik khususnya SMP mengalami tumbuh kembang yang cepat sehingga terjadi peningkatan kebutuhan gizi.

Untuk mencegah masalah kekurangan gizi pada peserta didik, diperlukan upaya berkesinambungan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku anak mengenai gizi yang baik. Agar hasilnya optimal, upaya ini perlu melibatkan partisipasi aktif peserta didik sebagai subjek. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melalui penyelenggaran Posyandu remaja.

“Upaya preventif dan promotif diwujudkan melalui posyandu remaja dengan metode yang tepat. Karakteristik remaja cukup unik, yang ditandai adanya keterikatan dengan teman sebaya (peer-group). Pengaruh teman sebaya sangat kuat terhadap perilaku makan dibanding dengan orang tua,” kata laki-laki asal Kabupaten Kediri itu.

Adanya keeratan, keterbukaan, perasaan senasib itu yang menjadi peluang untuk memfasilitasi pembentukan duta gizi sebagai agent of change sekaligus penggerak Posyandu remaja. Kegiatan ini diawali dengan sosialisasi dan koordinasi dengan pihak sekolah, persiapan awal yang meliputi pemilihan kader gizi di setiap kelas, pengenalan dan cara penggunaan alat kesehatan, pemahaman tentang gizi baik, cara mengolah makanan dari lele menjadi tahu bakso; nugget; dan siomay, kemudian dilakukan monitoring dan evaluasi.

Posyandu remaja dijalankan oleh peserta didik di sekolah tersebut. Jumlah kader disetiap posyandu minimal 7 orang dengan tugasnya masing-masing, seperti mengukur tinggi dan berat badan, mengukur tekanan darah, mengukur lengan tangan bagi yang perempuan, konsultasi gizi dan penyiapan makanan. Akan tetapi jumlah kader ini sangat fleksibel tergantung dengan kebutuhan masing-masing posyandu.

Pembina UKS dan PMR SMP Negeri 1 Gudo, Dra. Endang Srie Setyawati mengatakan bahwa kegiatan tersebut tidak jauh berbeda dengan Posyandu yang lainya. Akan tetapi Posyandu Remaja lebih menekankan pada pendidikan remaja dan keaktifan remaja itu sendiri, atau lebih tepatnya pemberdayaan remaja untuk mengenali dirinya sendiri dan mengenali masalah yang ada dalam dirinya dan memunculkan solusi untuk dirinya.

“Intinya kegiatan posyandu remaja ini adalah untuk memperdayakan dan melibatkan remaja dalam menjaga kesehatannya dan merencanakan kehidupannya di masa yang akan datang. Sehingga kegiatan yang dilakukan tidaklah kaku tetapi menjadi kegiatan yang menyenangkan serta kondisi kesehatan dan pertumbuhannya tetap terpantau setiap bulannya,” tutup Endang Srie Setyawati. ■ aditya eko
Lebih baru Lebih lama