Bermula dari rel kereta api ini pula sejarah Desa Jabon dimulai. Konon menurut cerita dari tetua, pada zaman dahulu ketika penduduk asli belum terfikir untuk menanamkan tempat yang ditinggalinnya, datanglah rombongan pekerja yang membangun rel kereta api dari daerah barat, yaitu Jawa Tengah dan dari Betawi.

JOMBANG, MSP –
Jombang menjadi unik karena desa-desa yang mengelilinginya. Jabon terdiri dari lima dusun, yaitu Dusun Jabon, Curuk Wetan, Jambu, Gondekan, dan Caruk Kulon. Di sebelah timur berbatasan dengan Desa Pandan Wangi, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Brambang, dimana keduanya masuk wilayah Kecamatan Diwek. Sedangkan sebelah barat berbatsan dengan Kecamatan Perak, hanya dari sebelah utara desa ini terhubung dengan desa-desa lain di wilayah Kecamatan Jombang.

Tepat terpusat desa melintas rel kereta api yang membelah desa menjadi dua bagian sama besar. Deru laju kereta api sudah menjadi keseharian masyarakat Jabon, yang berada dua setengah kilo meter (km) sebelah barat stasiun kereta api. Masyarakat Desa Jabon memang tidak bisa terpisah dengan kereta api, mulai dari ‘wirid’ klakson kereta yang selalu berulang setiap pagi, siang, sore serta malam. Beberapa masyarakat yang mengais rezeki dengan menjadi ‘polisi swasta’ di perlintasan-perlintasan kereta, sampai sikap waspada setiap kali melintas di perlintasan kereta, karena tidak ada yang dilengkapi palang pintu.

Bermula dari rel kereta api ini pula sejarah Desa Jabon dimulai. Konon menurut cerita dari tetua, pada zaman dahulu ketika penduduk asli belum terfikir untuk menanamkan tempat yang ditinggalinnya, datanglah rombongan pekerja yang membangun rel kereta api dari daerah barat, yaitu Jawa Tengah dan dari Betawi.

Kebiasaan orang asing (luar Jombang) mereka suka tertarik dengan apa yang menjadi kebiasaan penduduk lokal yang dianggap biasa saja. Begitu halnya dengan para pekerja, mereka tertarik dengan banyak terdapat pohon jabon di tempat yang mirip dengan pohon asam, namun memiliki galih (hati kayu/inti kayu) yang lebih besar. Maka para pekerja ini pun menamai tempat temuannya dengan ‘Jabon’.

Kepala Dusun Jabon, Hendro Purwanto menjelaskan, “Wilayah yang dulunya menjadi petilas dari jejak para leluhur di penemuan Desa Jabon sendiri sudah ditebang, kini dijadikan sebagai ladang pertanian oleh masyarakat.”

Menurut dari perbincangan Majalah Suara Pendidikan dengan petani saat di ladang, Herman menjelaskan, beberapa pohon jabon ditebang dan dipergunakan masyarakat sekitar untuk membakar batu bata. Berkisar 25 tahun lalu mayoritas masyarakat Desa Jabon jika membangun sebuah rumah, secara mandiri membuat batu bata sebagai bahan utama dinding.

Menyinggung tentang pembangunan rel kereta api, diceritakan pula bahwa pembangunan tersebut dimulai dari ujung barat, yaitu dari Betawi (Batavia). Namun karena ada keinginan untuk mempercepat pembangunan, maka pemerintah kolonial ketika itu juga melakukan pembangunan dari ujung timur, dari arah Surabaya. Pertemuan pembangunan rel dari ujung barat dan ujung timur ini berada di sebuah tempat, yang kelak di kemudian hari dikenal dengan Desa Sembung, sekarang masuk wilayah Kecamatan Perak.

Sebagian pekerja tersebut beristirahat di tempat yang mereka namai Jabon. Mereka membangun tempat tinggal. Semakin lama ternyata semakin besar jumlahnya, sehingga memaksa mereka untuk melakukan ‘babat alas’ di wilayah kanan kiri rel. Di sebelah utara mereka bertemu dengan sebuah hutan yang banyak terdapat pohon jambunya, sehingga mereka menamai tempat tersebut Jambu (dalam ejaan lama ‘nJambu’). Sedangkan di sebelah selatan tersimpan kisah unik ketika proses babat alas dilakukan. Muncul sesorang yang misterius dengan ciri-ciri khusus berupa gondok (penyakit gondong) di lehernya.

Keberadaan orang ini menyisahkan kenangan tersendiri diantara orang-orang lain yang ketika gotong-royong babat alas. Karena orang misterius ini terbilang giras, sehingga dalam sekejab saja membuka wilayah dengan luasan yang menakjubkan. Namun keberadaannya tiba-tiba tidak diketemukan kembali, begitu proses pembabatan alas usai. Orang-orang pun saling bertanya-tanya, meskipun akhirnya keberadaannya tidak pernah kunjung ditemukan. Akhirnya, untuk mengenang jasa orang tersebut dinamailah daerah ‘Gondean’.

Kini yang tersisa adalah sebuah kenangan serta cerita yang kemudian dijadikan tanda serta budidaya pohon jabon. Ditanam dibeberapa sudut lapangan Desa Jabon yang saat ini sudah berdiameter lebih kurang 30 centi meter (cm).

Sekretaris Desa Jabon, Achmad Robil menuturkan, “Pihak dari Pemerintah Desa Jabon telah melestarikan kembali simbol yang dimilikinya dengan menanam beberapa pohon jabon di lapangan desa. Hal ini diharapkan tidak hanya menjadi simbol, namun dapat melestarikan sejarah sampai kepada anak cucu.” chicilia risca
Lebih baru Lebih lama