Pemetikan biji kopi harus benar-benar sudah matang berwarna merah, untuk yang belum merah sempurna jangan sampai ikut dipanen karena mempengaruhi cita rasa kopi ketika diseduh.

WONOSALAM, MSP – Berbekal hasil pendataan dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Jombang, menunjukkan bahwa tingkat konsumsi kopi masyarakat Jombang cukup tinggi. Kopi sudah menjadi gaya hidup masyarakat, terlebih sebagian orang meyakini dengan secangkir kopi bisa menjadi media bertukar informasi.

Tingginya konsumsi masyarakat terhadap kopi masih bertolak belakang dengan kesejahteraan para petani kopi lokal. Hal itu dikarenakan kurang maksimalnya hasil produksi petani, baik dari segi kualitas maupun rendahnya hasil panen. Membuat para pegiat kopi lebih memilih produk dari luar daerah.

Masih banyak petani yang mengabaikan standar pengelolaan kopi. Dari segi pemetikan masih terkesan asal petik, pemilihan tingkat kematangan kurang pas, hingga saat proses pengolahannya kurang tepat. Melihat dari beberapa faktor tersebut, Dinas Pertanian Kabupaten Jombang mengadakan workshop mengenai peningkatan kapasitas produksi, cita rasa, hingga daya saing kopi lokal di Padepokan Wonosalam Lestari (PWL) pada (13/12).

Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan, Perkebunan dan Holtikultura Dinas Pertanian Kabupaten Jombang, Isawan Nanang Risdiyanto, S. Hut, M.Si, mengungkapkan, “Di acara tersebut kami mendatangkan pegiat kopi dari beberapa kedai kopi di Kabupaten Jombang, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) Jember, serta petani binaan kami yang ada di Wonosalam. Sehingga dari produsen dan konsumen bisa bertemu secara langsung untuk menjalin pasar lokal.”

Selain menjalin pasar lokal, keberadaan Puslitkoka Jember adalah sebagai narasumber utama tentang cara pengelolaan kopi sesuai standar. Penanaman menggunakan teknik Monokultur, yakni di satu lahan tidak boleh dicampur dengan tanaman lain, supaya hasil panen lebih maksimal.

Pemetikan biji kopi harus benar-benar sudah matang berwarna merah, untuk yang belum merah sempurna jangan sampai ikut dipanen karena mempengaruhi cita rasa kopi ketika diseduh. Pemetikannya pun menggunakan gunting khusus, agar tidak mengganggu perkembangan kopi.

“Pemeliharaan tanaman juga perlu diperhatikan, memang penanaman kopi terkesan mudah. Tetapi memerlukan perawatan khusus, karena setiap pertumbuhan tanaman tetap memerlukan pemupukan, agar produktifitas buah lebih maksimal,” tambah Isawan.

Tidak sekedar sosialisasi teknik produktifitas kopi saja, di acara tersebut para pegiat kopi setempat dan beberapa pegiat kedai kopi di Jombang menyuguhkan kreasi kopi Excelsa Wonosalam khas masing-masing. Kreasi seduhan kopi tersebut dinilai oleh Puslitkoka Jember, hasilnya pun membanggakan. Rata-rata semua berhasil mendapatkan penilaian 81 sampai 84, nilai tersebut tergolong dalam grade baik.

Hasil penilaian tersebut membuat kopi menjadi salah satu produk andalan dan diharapkan kedai kopi di Jombang bisa lebih optimal dalam memasarkan produk lokal ini, sehingga kesejahteraan petani kopi ikut terangkat. Terpenting, kopi lokal bisa berjaya di kota sendiri.

Salah satu peserta workshop sekaligus penggiat kedai kopi di Jombang, Hasan mengungkapkan, ”Acara terbilang sangat berhasil, bahkan di luar dugaan. Awal berangkat saya membawa satu kilogram biji kopi, saat melakukan demo ternyata peserta lain sangat antusias ikut mencoba dan membeli kopi kami. Sampai acara selesai, hanya tersisa beberapa genggam saja.”

Langkah selanjutnya adalah mencegah persaingan harga, asosiasi kopi ataupun Unit Pengolah Hasil (UPH) perlu segera dibentuk. Tujuannya agar persaingan berjalan sehat sesuai kualitas dan tidak saling menjatuhkan. fakhruddin
Lebih baru Lebih lama