Adanya zonasi merupakan upaya dalam melangsungkan pemerataan pendidikan di 21 kecamatan yang ada. Namun demikian jikalau tanpa didasari kekonsistenan pemangku kebijakan guna memberikan agunan bahwa tiada perbedaan dengan sekolah yang terlanjur di cap favorit maka akan sama saja.

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Jombang setiap tahun kalau dirasakan dalam kurun satu dekade terakhir selalu mengalami perubahan mekanisme. Mulai dari cara konserfatif yakni pengumpulan formulir pendafataran dan kelengkapan berkas penunjang (baca: Ijazah, Surat Keterangan Lulus, Nilai, dan sebagainya), membekali dengan hasil nilai Tes Potensi Akademik (TPA), serta Dalam Jaringan atau Daring dengan memanfaatkan kemajuan teknologi khususnya internet.

Meski perjalanannya tidaklah seelok dibayangkan, namun satu hal yang patut diapresiasi adalah kemauan untuk maju dan menyesuaikan dengan zamannya. Diakui bahwa pelbagai mekanisme yang diterapkan di PPDB merupakan suatu wujud mencapai azas objektifitas, transparansi, akuntabilitas, tidak diskriminatif dan kompetitif.

Adanya TPA setidaknya mengikis anggapan miring soal kompetensi calon peserta didik baru yang berhasil meraih nilai baik dalam Ujian Nasional (UN). Artinyea dengan kata lain hasil TPA mampu menjadi pembanding hasil UN. Sehingga apabila hasil TPA selaras dengan UN, maka dipastikan memiliki kompetensi yang serupa. Sebaliknya, kemungkinan ada indikasi kecurangan dipelaksanaan UN.

Demikian diselenggarakan TPA belum memeberikan jaminan 100% masyarakat puas laiknya azas yang diusung di PPDB. Oleh karena itu, polanya dialihkan ke sistem daring. Harapannya tentu semua pengelolaan data terpusat pada aplikasi website yang telah disiapkan guna membangun kepercayaan publik serta bisa melangsungkan pengawasan secara bersama-sama.

Seperti tampak pada PPDB Tahun Pelajaran 2017/2018, beranjak ke sistem daring dengan mekanisme sepenuhnya dilakukan oleh calon peserta didik baru . Baik dalam meunggah nilai hingga menentukan pilihan sekolah. Kalau di gelaran bertama bisa dibilang masih semi daring, lantaran calon peserta didik masih harus memberikan sejumlah berkas penunjang ke sekolah tujuan atau setingkat walau bukan menjadi pilihannya. Peran aplikasi website pun sebatas menjadi sebuah papan pengumuman belaka.

Sementara memasuki tahun pelajaran 2018/2019 PPDB pun bakal dimeriahkan dengan mekanisme baru lagi. TPA ditanggalkan dan zonasi akan diterapkan sebagai upaya menjunjung mimpi yaitu pemertaan pendidikan di seluruh wilayah utamanya di Kota Santri. Landasan sistem zonasi ini telah di atur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kabudayaan (Permendikbud) Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB.

Wacana yang melatarbelakangi ialah adanya sekolah favorit di setiap kabupaten/kota di Indonesia. Biasanya terletak di pusat kota sehingga leluasa menentukan calon peserta didik baru yang akan diterima berprestasi dalam segala bidang baik akademik maupun non akademik. Alhasil sejumlah sekolah pinggiran ‘memperoleh sisa’ calon peserta didik yang gagal bersaing di sekolah favorit tersebut.

Lambat laun pun akan tercipta desentralisasi pendidikan andaikan dibiarkan terus berjalan. Artinya, penyebarannya berpotensi terhambat dan terpusat pada satu kawasan saja. Hal itu bukan hisapan jempol belaka, lantaran Jombang sendiri sudah benar-benar terasa. Di satu kecamantan trensendennya wilayah perkotaan sangat menjamur sekolah favorit.

Adanya zonasi merupakan upaya dalam melangsungkan pemerataan pendidikan di 21 kecamatan yang ada. Namun demikian jikalau tanpa didasari kekonsistenan pemangku kebijakan guna memberikan agunan bahwa tiada perbedaan dengan sekolah yang terlanjur di cap favorit maka akan sama saja.

Dimaksudkan kekonsistenan ini adalah menggaransi fasilitas pendidikan memadai, terlebih menjawab kebutuhan proses pendidikan calon peserta didik baru dimana pun menempuh pendidikannya. Berikutnya tentu terkait Sumber Daya Manusia (SDM) pendidik. Sudah semestinya pendidik guru yang ada mampu memantik kompetensi calon peserta didik baru agar lebih baik serta memiliki daya saing mumpuni.

Bilamana luput dilaksanakan pemenuhan seperti dijelaskan sebelumnya, zonasi dalam PPDB hanyalah sebatas menata persebaran calon peserta didik baru. Langkah berkelanjutanya sama sekali urung terealiasasi dan kemungkinan terjadi ketidakberadilan bagi calon peserta didik baru.

Sekilas meninjau teknisnya menitikberatkan pada tempat tinggal calon peserta didik baru. Oleh karenanya, peluang diterimanya calon peserta didik baru masih dilihat dari domisilinya. Meskipun masih ada peluang menuju ke sekolah di luar zonanya, akumulasi penilaian keseluruhan harus dikurangi sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Begitu pun jalur lain juga masih ada mulai prestasi serta keluarga kurang mampu, tetapi tetap saja mempertimbangkan zona asal calon peserta didik baru.

*) Pemimpin Redaksi Majalah Suara Pendidikan.
Lebih baru Lebih lama