Sisa-sisa peninggalan bersejarah masih bisa dilihat dari ukiran tahun di sisi beduk dan mimbar masjid. Selain itu masih ada beberapa benda lain seperti gebyok pemisah ruangan bernuansa ukiran bernilai seni tinggi disimpan di pesantren, hal itu karena secara keturunan pendiri pondok masih satu garis lurus dengan kerajaan Jepara.

MOJOAGUNG, MSP – Terkenalnya Kabupaten Jombang sebagai Kota Santri tidak lepas dari banyaknya pesantren berdiri kokoh di seluruh pelosok desa dan dusun. Masing-masing pesantren juga memiliki metode pembelajaran berbeda. Di antara pesantren-pesantren tersebut, ada satu pondok tertua di Jombang, yang bernama ‘Nur Muhammad’ telah melahirkan ribuan penghafal Alquran serta telah berusia kurang lebih 125 tahun dengan kondisi masih utuh dan tetap digunakan sampai saat ini.

Tidak hanya bangunan pondok saja, di lokasi yang sama ada satu bangunan masjid serta rumah kiai bergaya panggung berbahan dasar kayu berusia ratusan tahun. Semua bangunan masih terjaga, dirawat para santri sebagai tempat beribadah maupun menghafal ayat demi ayat di dalam Alquran.

“Pesantren ini dulunya berada di Mojokerto. Tetapi karena terjadi konflik di masa kerajaan, mengharuskan kiai Imam Ahmad bersama seluruh santri untuk berpindah ke tempat lain. Pada akhirnya Dusun Wonoayu menjadi pelabuhan mbah kiai sebagai tempat melanjutkan perjuangan melahirkan tahfidzul quran baru,” jelas penerus pesantren Nur Muhammad, Kamaludin.

Ketika berpindah ke salah satu dusun di Mojoagung tersebut, kontruksi bangunan pun masih tetap sama. Dinding, lantai, tiang penyangga ataupun pilar bangunan juga menggunakan kayu sebagai bahan baku laiknya bangunan masa kerajaan nusantara. Dipilihnya kayu sebagai bahan utama mengandung arti mendalam selain karena berlimpahnya pepohonan di kala itu, kayu merupakan benda paling ramah lingkungan dibanding beton yang akan menghambat aliran air.

Semakin bertambahnya usia bangunan masjid dan pondok utama, bagian-bagian tertentu telah mengalami pembugaran di generasi ke dua atau tepatnya di tahun 1313 hijriah. Itu pun hanya mengganti dinding kayu yang sudah lapuk termakan usia dengan dinding semen agar lebih bertahan lama.

Sisa-sisa peninggalan bersejarah masih bisa dilihat dari ukiran tahun di sisi beduk dan mimbar masjid. Selain itu masih ada beberapa benda lain seperti gebyok pemisah ruangan bernuansa ukiran bernilai seni tinggi disimpan di pesantren, hal itu karena secara keturunan pendiri pondok masih satu garis lurus dengan kerajaan Jepara.

“Selama berdirinya pesantren, segala hambatan pasti sudah pernah dirasakan pengasuh setiap generasi. Bahkan beberapa tahun silam, pondok sempat berhenti beroperasi sebab buruknya manajemen serta konflik internal. Tetapi berkat niat tulus seluruh santri untuk membangun ulang kebesaran pesantren yang tengah meredup, lambat laun kini pesantren Nur Muhammad kembali menunjukkan cahayanya dalam melahirkan penghafal baru di setiap tahunnya,” ungkap pria yang kerap disapa Gus Kamal tersebut. fakhruddin
Lebih baru Lebih lama