Ada dua tipe tarian Remo yang diajarkan Yakup Yashaleh. Tahap awal untuk memperkenalkan gerakan-gerakan dasar menari Remo, ia menggunakan Tari Remo Indria. Menurut laki-laki berkumis tebal ini gerakan Remo Indria dapat dipelajari peserta didik hanya dalam waktu dua sampai tiga minggu.

JOMBANG, MSP – Negara Indonesia adalah negara yang kaya akan kebudayaan, mulai dari tarian, musik, adat, bahasa, dan lain sebagainya. Bangsa kita juga memiliki kurang lebih 742 bahasa daerah, 33 pakaian adat dan ratusan tarian adat. Beragamnya kebudayaan itu dapat dikatakan Indonesia mempunyai keunggulan budaya yang lengkap dan bervariasi dibandingkan negara lainnya.

Saat ini banyak mayoritas orang sudah mulai mengabaikan bahkan melupakan kebudayaan bangsa seperti halnya tarian tradisional. Tidak sedikit anak muda yang malah lebih senang menarikan tarian modern. Dari waktu kewaktu, tarian tradisional sudah mulai tertutupi oleh adanya tarian modern meski tidak semua. Tarian tradisional kini sudah kian jarang mendapatkan perhatian, bahkan anak-anak hingga kaum muda sudah lebih mengenal tarian modern.

Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) Candimulyo III, Yakup Yasholeh, S.Pd mengatakan, “Jika kita cermati bersama, tari-tarian tradisional ini memiliki daya tarik bagi wisatawan manca negara. Bahkan tidak sedikit negara lain yang ingin mengklaim tarian-tarian yang kita miliki seperti contoh beberapa waktu lalu Tari Pendet dari Bali akhirnya diklaim oleh negara Malaysia, itu semua menunjukan bahwa budaya tari yang kita miliki sangat mempunyai pengaruh besar.”

Kurangnya kesadaran masyarakat akan kecintaan kepada tarian tradisional membuat perlahan demi perlahan eksistensinya berkurang atau bahkan tidak dapat di nikmati lagi. Terlebih akhir-akhir ini Indonesia sedang mengalami arus globalisasi yang cukup kuat dalam memengaruhi seluruh generasi muda, seperti munculnya tarian modern harlem shake atau K-Pop yang menarik perhatian untuk mempelajarinya.

“Bahkan tidak sedikit orang yang beramai-ramai membuat video tentang tarian tersebut dan di unggah di youtube atau jejaring sosial lainnya. Miris memang ketika melihat pelajar yang melakukan tarian ini. Generasi penerus seharusnya bisa memfilter budaya luar yang masuk ke dalam budaya kita, bukan malah menikmati tarian tersebut dan bahkan mungkin mereka tidak tahu asal usul adanya tarian tersebut,” jelas Pak Yas, sapaan akrab kepala sekolah itu.

Salah satu guru SDN Candimulyo III, Drs. Indarto menambahkan bahwa jika ditelaah dari segi sejarah, tentu tarian asing sangat tidak sesuai dengan falsafah negara Indonesia yaitu pancasila. Dari segi agama juga tidak memiliki esensi apapun, bahkan hanya bersifat hura-hura dan parahnya lagi mengandung gerakan-gerakan dengan kandungan unsur pornoaksi yang bisa menimbulkan syahwat yang seharusnya bisa lebih dicermati oleh seluruh lapisan generasi bangsa ini khususnya kaum muslim.

“Dengan adanya tarian modern sekarang ini, jika kita tidak bisa memfilternya terlebih dahulu, lama-lama tarian tradisional dan budaya bangsa kita akan semakin tertutupi bahkan bisa saja punah,” tegas Indarto ketika ditemui di ruang kerjanya.

Ekstrakurikuler Tari Remo

Menyikapi permasalahan yang ada, Yakup Yasholeh juga mendalami ilmu seni rupa tersebut tidak tinggal diam. Pasalnya sejak menjabat menjadi kepala sekolah sebelum di SDN Candimulyo III, laki-laki bertubuh tegap ini menggalakkan Tari Remo Jombangan kepada peserta didiknya. Kini di sekolah barunya (SDN Candimulyo III), Yakup Yasholeh menjadikan Tari Remo sebagai salah satu ekstrakurikuler.

“Selain menjaga kesenian asli dari Jombang ini tidak punah, Tari Remo juga memiliki banyak manfaat bagi anak. Antara lain adalah membangkitkan rasa cinta bagi anak di masa depan terhadap Remo yang di dalamnya penuh dengan ketelitian dan kerja tim dalam hal olah gerak, tata rias, tata berbusana, keterampilan dalam mengolah keselarasan serta kedinamisan irama lagu bersama para penarinya dan lain sebagainya. Ini akan membuat anak tertata dalam kehidupannya,” papar Yakup Yasholeh.

Ada dua tipe tarian Remo yang diajarkan Yakup Yashaleh. Tahap awal untuk memperkenalkan gerakan-gerakan dasar menari Remo, ia menggunakan Tari Remo Indria. Menurut laki-laki berkumis tebal ini gerakan Remo Indria dapat dipelajari peserta didik hanya dalam waktu dua sampai tiga minggu. Setelah peserta didik menguasai teknik Remo Indria, barulah tahap selanjutnya yaitu Remo Boletan. Disini peserta didik akan lebih luwes lagi dari sisi gerakannya.

Dibutuhkan kecekatanan dan konsentrasi penuh bagi penari jika membawakan Tari Remo. Gerakan yang berubah-ubah dalam tempo waktu yang cepat, melempar dan memutar-mutar selendang, serta ketukan irama hentak kaki, semuanya harus dilakukan dengan baik. Gerak cepat dan gagah dari Tari Remo sendiri melambangkan keperkasaan, kepiawaian, dan kesaktian kesatria Jawa tempo dulu.

Salah satu peserta didik SDN Candimulyo III yang tergabung dalam tim Tari Remo mengungkapkan bahwa dirinya cukup senang bisa menarikan tari khas Jombang tersebut. Baginya ini adalah pengalaman yang baru karena selama ini di sekolahnya belum ada ekstrakulikuler Tari Remo.

“Tidak terlalu sulit untuk belajar Tari Remo. Saya mulai belajar sejak Pak Yas menjadi kepala sekolah di sini. Terkadang jika beliau tidak bisa mengajar, kami belajar sendiri sambil melihat video Tari Remo yang disiapkan oleh sekolah,” katanya.

Tata busana Tari Remo sendiri bermacam-macam menurut wilayah kebudayaan dan siapa yang menarikannya. Gaya-gaya busana Tari Remo adalah gaya Surabayan, Malangan, Jombangan, Sawunggaling, dan Remo Putri. Dalam gaya busananya, aksesori yang dikenakan terdiri atas ikat kepala, gelang kaki, baju tanpa kancing berwarna hitam, kain batik (jarik), setagen yang diikat di pinggang, serta keris yang diselipkan di belakang. Penari juga memakai dua selendang, yang mana satu dipakai di pinggang dan yang lain disematkan di bahu.

“Biasanya kostum untuk peserta didik sudah saya siapkan. Satu kostum Tari Remo sekitar seharga tiga ratus ribu rupiah dan Alhamdulillah saya sudah mempunya beberapa kostum milik saya pribadi. Jadi peserta didik tidak usah sewa jika ingin tampil,” terang Yakup Yashaleh.

Harapan Yakup Yashaleh ialah Tari Remo sebagai salah satu produk seni budaya asli Jawa Timur akan tetap lestari sepanjang zaman. Sangat diperlukan regenerasi yang tiada henti agar tari ini tidak punah. Selain itu, dengan promosi yang bagus, pemerintah daerah tidak boleh lengah dan harus kian berinovasi dalam mempromosikan Tari Remo, khsusnya pada warga luar Jawa Timur bahkan mungkin turis mancanegara. Para seniman tari juga harus memiliki inovasi tinggi dalam berkreasi, agar Tari Remo tetap eksis di tengah roda perputaran zaman yang kian hari kian maju. aditya eko
Lebih baru Lebih lama