Keberadaan Gua Made, tidak bisa lepas dari cerita Maling Cluring. Maling Cluring yang merupakan cerita rakyat ini konon bisa masuk rumah melalui sorot lampu yang keluar dari celah-celah dinding. Dia merupakan maling yang budiman dan dikenal baik hati serta banyak cerita yang mengisahkan maling ini banyak membantu warga sekitar.

KUDU, MSP –
Wilayah Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang merupakan wilayah yang mengandung arti sejarah sangat penting. Hal ini dibuktikan banyaknya tinggalan arkeologi, antara lain Prasasti Kudu, Prasasti Katemas, Prasasti Pucangan, dan Sendang Made. Temuan terakhir yang cukup menarik untuk dibahas lebih lanjut adalah temuan terbaru yaitu Gua Made.

Juru pelihara Gua Made, Vevi Irawati mengakatan, “Gua ini tidak seperti gua alam lainnya, tetapi merupakan satu kompleks lorong artifisial yang berada di bawah tanah. Dari hasil penggalian di lorong tersebut ditemukan berbagai artefak kuno, terdiri dari topeng, fragmen senjata, fragmen makara, yang kesemuanya diperkirakan terbuat dari bahan perunggu, serta satu clupak.”

Hasil ekskavasi diketahui bahwa lorong di masa lalu dibuat dengan cara memahat lapisan tufa mengarah ke utara dengan bentuk persegi dan bagian atas berbentuk setengah lingkaran. Lorong tersebut berukuran rata-rata tinggi 2,10 meter (m), lebar bagian bawah 80 centimeter (cm) dan diameter bagian atas 63 cm. Pada jarak tertentu dari lorong tersebut terdapat bagian penutup yang terbuat dari susunan bata yang berukuran besar.

“Bangunan I berada di sisi paling selatan, pada saat ditemukan sudah dalam keadaan rusak karena sebelumnya pernah digali oleh para pencari (pendulang) emas. Hilangnya struktur bata sebagai bagian penutup bagian atas dari bangunan ini, mungkin terjadi karena penggalian liar tersebut. Akan tetapi dibalik penggalian liar itulah pada saat itu situs Gua Made ditemukan,” kata perempuan yang kerap disapa Vevi tersebut.

Sekarang bangunan ini sudah tidak tampak, tambahnya, hanya berupa lobang yang sebagian besar sudah tertutup oleh tanah. Bangunan II, terletak di arah sebelah utara bangunan I. Bangunan ini pada saat penelitian pada tahun 2001 disebutkan masih memiliki bagian yang masih dapat diamati yaitu sisa struktur bata dengan orientasi utara-selatan, berada sekitar 7 m di bawah permukan tanah. Antara bangunan I dan bangunan II dihubungkan oleh lorong bawah tanah.

Bangunan III terletak sekitar 11 m di sebelah utara bangunan II. Saat inistruktur bata pada bangunan ini sebagian sudah hilang. Bagian yang masih tersisa dan masih dapat terlihat adalah susunan struktur bata sebanyak tiga susunan dengan ukuran bata lebih kurang panjang 42 cm dan lebar 21-24 cm.

Ibu satu anak tersebut menyayangkan bahwa untuk saat ini situs Gua Made tidak mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Alhasil kawasan tersebut hampir tidak terawat dan akses jalan untuk menuju ke gua tersebut juga terbilang lumayan sulit.

“Mungkin jika ada campur tangan dari pemerintah akan menjadi tempat wisata yang apik. Setidaknya ada perhatian dari semua pihak, toh ini juga merupakan tempat bersejarah yang di daerah-daerah lain tidak memilikinya,” ujar Vevi ketika ditemui di Gua Made.

Maling Cluring

Keberadaan Gua Made, tidak bisa lepas dari cerita Maling Cluring. Maling Cluring yang merupakan cerita rakyat ini konon bisa masuk rumah melalui sorot lampu yang keluar dari celah-celah dinding. Dia merupakan maling yang budiman dan dikenal baik hati serta banyak cerita yang mengisahkan maling ini banyak membantu warga sekitar. Tetapi sangat dibenci para konglomerat pada zaman dahulu, karena Maling Cluring kerap merampok harta benda para konglomerat. Oleh karena itu mereka berupaya sekuat tenaga untuk membunuh Maling Cluring dan menjadikannya sebagai buronan nomor satu.

Kesaktiannya membuat usaha para konglomerat sia-sia, Maling Cluring berkali-kali tertangkap namun tidak bisa dibunuh. Menurut kisahnya, Maling yang selalu menyembunyikan identitasnya ini memiliki ilmu (ajian) Rawa Rontek. Sebuah ilmu kadigdayan yang memungkinkan pemiliknya hidup kembali meski berkali-kali dibunuh, asal raganya tetap menyatu.

“Sosok legenda ini hidup pada jaman penjajahan kompeni Belanda, saat masyarakat hidup dalam kemiskinan dan penindasan. Ketika itu perekonomian dikuasai oleh Belanda dan diberlakukan pajak tinggi, hasil bumi selalu dirampas jika tidak mau membayarnya. Hal inilah yang kemudian menggugah hati Maling Cluring untuk mengentas kemiskinan. Dia marah melihat perlakuan tersebut, dengan kesaktian yang dimiliki dan dibantu oleh kawan-kawannya, Maling Cluring merampok harta benda para konglomerat dan pejabat Belanda. Hasilnya dia bagi-bagikan kepada rakyat jelata,” papar Vevi Irawati ketika bercerita tentang mitos Gua Made.

Setiap terkepung Maling Cluring mampu meloloskan diri. Sebagian masyarakat meyakini bahwa Maling Cluring selalu meloloskan dirinya dengan menghilang dan bersembunyi di bawah tanah. Situs Gua Made ini lah yang dipercaya oleh masyarakat sekitar sebagai tempat persembunyian Maling Cluring.

Salah satu warga setempat menambahkan, “Karena kesaktiannya itu Pemerintah Belanda akhirnya putus asa dan mengadakan sayembara dengan hadiah yang sangat besar untuk menangkap dan menghabisi Maling Cluring. Beberapa orang yang tahu kelemahan ilmu Maling Cluring mendatangi Belanda. Mereka memberi tahu bahwa Maling Cluring harus dipenggal. Kepala dan tubuhnya harus dipisah, dan dikuburkan pada tempat yang terpisahkan oleh sungai.”

Setelah membuat rencana dan bersekongkol dengan pendekar pribumi, Belanda melaksanakannya dengan cermat. Akhirnya Maling Cluring dapat ditangkap dan kemudian dijatuhi hukuman mati. Sebelum dia hidup lagi, tubuhnya dipotong menjadi tiga bagian.

“Saat ini menurut cerita dari mbah-mbah dahulu. Makam Maling Cluring dan Maling Adiguna terletak di Gunung Pucangan,” tutup warga penjual jamu tersebut. aditya eko
Lebih baru Lebih lama