Kebiasaan membuat apem sebagai salah satu bagian dari tradisi Megengan. Mengengan sendiri berasal dari Bahasa Jawa yakni megeng yang berarti menahan diri. Hal ini direpresentasikan saat menjalankan ibadah puasa di Bulan Ramadan.

JOMBANG – Tradisi menyambut datangnya Bulan Ramadan di Jombang selalu identik dengan grebeg apem. Terlihat saat Rabu (16/5) sore di halaman GOR Merdeka Jombang dan sepanjang Jalan KH. Abdurrahman Wahid sudah dipenuhi masyarakat yang bersiap ikut berebut makanan yang berbahan dasar tepung beras ini.

Berdasarkan pelbagai literatur disebutkan bahwa istilah apem berasal dari Bahasa Arab Afuan/Afuwwun yang berarti ampunan. Jadi kalau dikaitkan dengan filosofi Jawa, apem merupakan kue simbol ampunan atau lantaran permohonan maaf. Diketahui juga bahwa kebiasaan masyarakat Jawa menyederhanakan bahasa sehingga lebih lumrah disebut apem.

Kebiasaan membuat apem sebagai salah satu bagian dari tradisi Megengan. Mengengan sendiri berasal dari Bahasa Jawa yakni megeng yang berarti menahan diri. Hal ini direpresentasikan saat menjalankan ibadah puasa di Bulan Ramadan.



Sebelum dibagikan serta dimakan secara beramai-ramai, apem terlebih dahulu dibawa ke surau atau masjid guna berdoa bersama. Rangkain itu pun mencerminkan rasa syukur kepada Sang Maha Esa atas limpahan nikmat rizeki.

Lantaran riwayat apem dalam cerita tutur cukup kental, membuat banyak ragam saat memaknainya. Di Cirebon, Jawa Barat kue dominan berwarna putih dan kecokelatan ini identik sebagai jajanan kebersamaan. Pasalnya di Cirebon di buat sewaktu memasuki Bulan Safar, selanjutnya dibagikan rata kepada semua kalangan masyarakat. Selain itu juga dianggap sebagai penolak bala oleh sebagian besar masyarakat Kota Udang tersebut.

Sementara di Pulau Madura, khususnya Sumenep memaknai berbeda yaitu sebagai upaya mempererat tali silahturahmi antar tetangga dan santri di pondok pesantren. Soal proses pembuatan hingga waktunya pun tidak ada yang berbeda. Selalu dibuat jelang Bulan Ramadan.

Riwat lain juga menyebutkan apem ada tatkala penyebaran Islam oleh Sunan Kalijaga. Murid Sunan Kalijaga Ki Ageng Gribik atau Sunan Geseng setelah berpulang haji melihat masyarakat Desa Jatinom, Klaten, Jawa Tengah kelaparan. Lantas membuatkan apem sambil mengucapkan Dzikir Qowiyyu (Allah Maha Kuat). Hingga kini pun tradisi upacara Ya Qowiyyu setiap Bulan Safar berlangsung.

Sangking sudah mengentalnya filosofi apem dan tradisi Megengan di Kota Santri tidak mengherankan atusias masyarakat begitu tinggi. Sebelum gunungan yang berisikan 3.150 apem diberangkatkan kemudian di arak, dari anak-anak sampai orang dewasa sudah bersiap memperebutkan.



Diakui oleh Plt. Kepala Dinas Ketahanan Panganan Kabupaten Jombang, Heri Setiabudi yang membuat menarik adalah bahan pembuat apem harus selain beras dan terigu. Oleh karenanya, diperlombakan dengan bingkai Kreasi Apem.

“Penetrasi ini adalah bentuk diversivikasi pangan sehingga ada langkah pengembangan pangan lokal di sini,” terang Heri Setiabudi di sela acara.

Usai diberangkatkan Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Ir. Sucipto, gunungan apem yang belum jauh berjalan sudah di serbu masyarakat. Bahkan pengiring yang berdandan ala santri pun kualahan menghadapi derasnya serbuan masyarakat.

Brak! Kereta pengiring gunungan apem pun turut roboh lantaran banyak yang naik diatasnya. Tiada sampai sepuluh menit, apem sudah lenyap hanya menyisahkan rangkanya saja. rahmat sularso nh.
Lebih baru Lebih lama