Mulanya kedatangan KH. Hasyim Asyari bersama santrinya mendapatkan penolakan begitu keras dari masyarakat Tebuireng yang kala itu daerah tersebut dikenal sebagai molimo atau pusatnya perilaku negatif.

DIWEK, MSP – Pondok Pesantren Tebuireng merupakan salah satu perintis penyebaran agama Islam di Kota Kebo Kicak. Pondok pesantren di rintis oleh KH. Hasyim Asyari pada tahun 1899 diawali mendirikan sebuah rumah dan masjid yang terbuat dari gedek (Baca : Anyaman Bambu) sebagai pusat kegiatan beribadah hingga pengaturan strategi syiar Islam.

Mulanya kedatangan KH. Hasyim Asyari bersama santrinya mendapatkan penolakan begitu keras dari masyarakat Tebuireng yang kala itu daerah tersebut dikenal sebagai molimo atau pusatnya perilaku negatif. Bahkan saat beribadah, masjid yang hanya dibuat dari gedek kerap ditusuk pedang dari luar.



“Ketidaktenangan dalam melakukan kegiatan, akhirnya KH. Hasyim Asyari meminta bantuan kepada salah satu kerabat di Cirebon agar mengirimkan santrinya yang memiliki kemampuan kanuragan cukup tinggi untuk mengamankan pesantren,” jelas pengasuh pondok putra Pesantren Tebuireng, Iskandar S.Hi.

Adanya santri berilmu kanuragan, membuat pengaturan strategi syiar Islam di dalam masjid berjalan lancar. Meski gencarnya segala tentangan yang datang, sedikit pun tidak menggoyahkan upaya KH. Hasyim Asyari. Berkat keteguhan menyebarkan kebaikan, perlahan warga sekitar pun ikut menimba ilmu agama di pesantren.

Masjid dan rumah yang dulunya terbuat dari gedek lama-kelamaan termakan usia. Sehingga di tahun 2008 mengalami pemugaran dibeberapa titik, seperti serambi diperluas, atap diganti genting, lantai berubah menjadi tatanan ubin kotak kecil khas bangunan tempo dulu dan gedek juga sudah menjadi tembok masa kini pada umumnya. Hanya saja, pintu, cendela, bentuk dan ukuran bangunan utama masjid sebesar 6 kali 8 meter masih tetap dipertahankan.



Laki-laki yang juga berprofesi sebagai guru MTs di Pesantren Tebuireng tersebut menambahkan, “Bentuk dan ukuran memang tidak boleh diubah. Tujuannya agar generasi penerus masih bisa mengetahui bentuk asli masjid yang menjadi tempat perintis penyebaran Islam di Jombang.”

Dulunya kapasitas masjid hanya bisa menampung enam puluh santri saja. Setelah pemugaran dilakukan, serambi masjid diperluas serta ditambah satu lantai. Saat ini dua ribu santri pun bisa beraktivitas di dalamnya. Terlebih saat menunaikan salat Jumat, jamaah bisa membludak mencapai jalan raya. Hal itu dikarenakan adanya masyarakat dan santri pesantren lain yang ada di sekitar juga ikut berjamaah. fakhruddin
Lebih baru Lebih lama