Revolusi industri berlangsung pada tahun 1784, ketika mesin uap mulai digunakan sebagai alat dalam proses produksi. Kini, setelah lebih dari dua abad, industri pun mengalami evolusi.

JOMBANG – Saat ini dunia tengah memasuki era disrupsi teknologi yang bergeser pada era Revolusi Industri 4.0. Bahkan revolusi industri generasi keempat ini telah dibicarakan dan gaungnya semakin nyaring terdengar di Indonesia. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Klaus Schwab, ekonom terkenal asal Jerman dengan bukunya yang berjudul The Fourth Industrial Revolution. Konsep tersebut telah mengubah hidup dan kerja manusia.

Kali pertama terjadi, revolusi industi berlangsung pada tahun 1784, ketika mesin uap mulai digunakan sebagai alat dalam proses produksi. Kini, setelah lebih dari dua abad, industri pun mengalami evolusi. Industri tidak lagi sekadar melibatkan mesin dalam produksi, namun lebih jauh lagi dengan memadukan mesin, internet of things (IoT), serta kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang lebih dikenal dengan revolusi Industri 4.0.

Ketua STKIP PGRI Jombang Dr. Munawaroh, M.Kes, mengatakan, “Revolusi Industri 4.0 merupakan upaya transformasi menuju perbaikan dengan mengintegrasikan dunia online (daring) dan lini produksi di industri. Hal ini membuat internet kemudian menjadi sangat penting yang menghidupi proses produksi industri.”

Revolusi Industri 4.0 tidak dapat dihindari, tambah perempuan yang juga sebagai Ketua Gerakan Kewirausahaan STKIP PGRI Jombang itu, pasalnya negara-negara di dunia bahkan sudah mempersiapkan program khusus untuk mendukung industri mereka menuju Industri 4.0. Di Indonesia, untuk mempersiapkan pelaku industri menuju Industri 4.0, pemerintah menyiapkan “Making Indonesia 4.0”.

Making Indonesia 4.0 merupakan peta jalan yang berisi strategi Indonesia dalam implementasi menuju Industri 4.0 yang diresmikan oleh Presiden Jowo Widodo (Jokowi). Dari sektor tersebut dapat menyumbang penciptaan lapangan kerja lebih banyak serta investasi baru yang berbasis teknologi. Optimis penerapan Industri 4.0 di Indonesia dapat meningkatkan produktivitas, penyerapan tenaga kerja dan perluasan pasar bagi industri nasional.

“Namun dengan catatan, para pelaku industri dan pemangku kepentingan siap untuk menyambut peluang yang akan datang lewat Industri 4.0. Impelentasi industri 4.0 sudah tentu akan menimbulkan berbagai dampak yang tidak bisa dihindari, misalnya saja masalah sumber daya manusia,” tegas Munawaroh.

Penggunaan mesin produksi yang terintegrasi dengan internet tentu memerlukan tenaga kerja ahli terlatih yang mampu mengoperasikan mesin automasi (otomatis) tersebut. Korelasi tenaga kerja ahli dan automasi mesin di era industri 4.0 seperti ini yang nantinya diharapkan dapat memangkas proses produksi di negara-negara berkembang seperti Indonesia.

“Pada revolusi industri keempat, menjadi lompatan besar bagi sektor industri, teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya. Tidak hanya dalam proses produksi, melainkan juga di seluruh rantai nilai industri sehingga melahirkan model bisnis yang baru dengan basis digital guna mencapai efisiensi yang tinggi dan kualitas produk yang lebih baik,” paparnya.

Untuk itu sektor industri perlu banyak pembenahan terutama dalam aspek penguasaan teknologi yang menjadi kunci penentu daya saing di era Industri 4.0. Ada enambelas sub sektor ekonomi kreatif meliputi aplikasi dan pengembangan game, arsitektur dan desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, fashion, film, animasi video, fotografi, kriya (kerajinan tangan), kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni‎ rupa, televisi dan radio.

Menurut Kepala Subdit Edukasi Sub Sektor Ekonomi Kreatif, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Indonesia, Toar Mangaribi yang dilansir dalam tribunnews.com mengatakan bahwa Perpres Nomor 72 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Badan Ekonomi Kreatif telah mengklasifikasi ulang subsektor industri kreatif enambelas subsektor. Definisi ke enambelas subsektor industri kreatif tersebut mengacu pada publikasi Ekonomi Kreatif Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025. Ke enambelas subsektor tersebut adalah untuk membantu presiden dalam merumuskan, menetapkan, dan sinkronisasi kebijakan ekonomi kreatif. Pihaknya melihat potensi di setiap daerah dan mampu menyerap tenaga kerja dengan banyak.




Dilihat dari sisi lain, bahwa sebenarnya ekonomi kreatif semestinya dapat menjadi tulang punggung perekonomian nasional, mengingat Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah. Namun saat ini, potensi sumber daya tersebut belum sepenuhnya dimaksimalkan, sehingga diperlukan adanya upaya dalam meningkatkan peran dan pertumbuhan kewirausahaan kreatif.

Perempuan yang juga menjadi Pengurus Forum Dosen Direktorat Pengembangan Kemahasiswaan (DPK) Jombang-Mojokerto tersebut menjelaskan, “Menjadi entrepreneur (wirausahawan) tidaklah dapat secara instan dalam sekejap. Motivasi yang kuat adalah modal utama di samping keberanian dan ketekunan harus dimiliki oleh seorang calon wirausahawan. Berani mengambil resiko rugi, tekun dan ulet dalam menjalankan usahanya sehingga menjadi entrepreneur yang tangguh tidak pantang menyerah.”

Perlu diketahui dalam ekonomi kreatif, tambah Munawaroh, wirausaha itu bukan semata berdagang. Berdagang merupakan sebuah aktifitas yang bisa didasari dari ilmu praktis. Siapa saja bisa berdagang asal mau. Namun tentu tidak semua orang bisa, perlu dan harus menjadi pedagang. Akan tapi, semua orang apabila ingin eksis harus kreatif, apapun profesinya, baik dia sebagai pedagang, pegawai kantoran dan lain-lain.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Makanan Minuman Kabupaten Jombang, Kuswartono, SE.,M.Si, megatakan, “Kreativitas sebenarnya berasal dari jiwa diri sendiri. Seperti dalam lagu Indonesia Raya yang di dalamnya menyerukan untuk membangun jiwa.”

Hal ini yang kemudian menjadi alasan bagi Kuswartono bahwa ekonomi kreatif tidak lepas dari semangat Indonesia Raya. Penanaman sikap khususnya pada lingkungan pendidikan harus dimulai sejak usia dini, peran guru sangatlah penting sebagai penyampai ilmu dan pengetahuan dalam berkontribusi sajikan konsep inovatif.

“Peran bidang pendidikan sangat perlu untuk mengarahkan pada tujuan negara agar tidak salah jalan, karena banyak dari peserta didik belum memahami tentang tujuan, dasar dan semangat jiwa bangsa. Dasar negera wajib diketahui dan diselami oleh generasi penerus bangsa agar kuat dalam proses pengembangan diri sebagai pelaku ekonomi kreatif masa kini,” ulas pria 50 tahun itu.

Pada dasarnya pengembangan kreativitas di Kabupaten Jombang sudah mulai beranjak, tambahnya. Terlebih di tahun 2018 perkembangannya sangat pesat karena itu harus segera menentukan langkah sigap, jika tidak masyarakat Indonesia akan menjadi penonton atau penikmat bukan pencipta.

Kuswartono menjelaskan, “Ketika sebuah ide dan gagasan terbentuk, perlu dibuat suatu kelompok untuk koordinasi dan segera menyusun perlindungan kreativitas oleh negara. Potensi pengembangan ide mampu diperoleh dimanapun tempat tinggalnya. Faktor alam dibangun sesuai peluang dengan kultur yang sudah ada. Dibumbui semangat tanpa goyah serta keyakinan pada sandaran negera yaitu Tuhan Yang Maha Esa karena pada dasarnya Negara Indonesia mengusung budaya Timur lebih mengedepankan rasa.” chicilia risca / aditya eko
Lebih baru Lebih lama