Karir Sutrisno dalam dunia kendang mulai melejit sejak 1968. Sejak itu dirinya tergabung dalam beberapa kesenian Ludruk di Jombang seperti Ludruk Gema Budaya, Bintang Baru, dan lainnya. Sekarang dirinya juga memiliki ludruk sendiri yang diberi nama Trisno Budaya.

MEGALUH –
Sutrisno. Pria paruh baya ini sekilas disaksikan tidak ada yang aneh. Sama halnya dengan menusia di usia senjanya, selain dipenuhi uban tentunya kulitnya mulai mengeriput.

Namun setelah tahu kiprahnya dalam seni tradisi Jombang, mungkin akan membuat kita angkat topi. Mengaprisiasi keistiqomahannya dan kepiawaiannya memainkan alat musik gendang. Bahkan dapat dibilang dia adalah maestro gendang Jombangan.

Kakek 71 tahun ini bercerita bila sudah sejak usia enambelas tahun bermain gendang. Semua terjadi secara kebetulan saja. Lantaran tidak pernah mengenyam bangku pendidikan, maka dia sempat merantau ke Kalimantan sebagai buruh ternak. Sepulangnya tahun 1963 Sutrisno mulai belajar alat musik tetabuhan dari Jawa Barat dan Jawa Timur ini.

“Hal pertama yang membuat saya tertarik adalah bunyinya. Sangat memukau di hati sehingga kalau sudah suka, saat belajar pun menjadi senang,” terang Sutrisno.

Pegendang asal Kelurahan Kepuhrejo, Kudu, Mbah Sangkem adalah gurunya. Menurut kakek satu cucu ini kendangannya mantab, oleh karenanya mau menjadi muridnya. Merasa memiliki hutang budi kepada gurunya tersebut, lantaran Sutrisno tidak memiliki uang maka dia mencari kayu bakar di hutan dan menjualnya guna dibelikan kebutuhan pokok untuk diberikan kepada Mbah Sangkem sebagai ucapan terimakasih.

Sutrisno mengakui, “Waktu itu bayaran sebagai pegendang terbilang cukup tinggi. Setelah usai belajar dan dianggap mampu, saya sering ikut beberapa pertunjukkan.”

Karir Sutrisno dalam dunia kendang mulai melejit sejak 1968. Sejak itu dirinya tergabung dalam beberapa kesenian Ludruk di Jombang seperti Ludruk Gema Budaya, Bintang Baru, dan lainnya. Sekarang dirinya juga memiliki ludruk sendiri yang diberi nama Trisno Budaya.

Kendang Jombangan

Seperti kesenian kendang pada umumnya. Jombang juga memiliki tabuhan khas tersendiri. Hal itu juga diungkapkan oleh Sutrisno. Dirinya mengaku yang menciptakan pertama kali irama kendang Jombangan adalah sang guru Mbah Sangkem yang kini diturunkan kepada dirinya.

“Pakem dan iramanya jelas berbeda dengan yang lain. Orang-orang daerah Timur-an (Surabaya) menyebutnya Kendang Tugel. Disebut seperti itu karena kendang Jombangan terdapat unsur Kendang Cokro, Junjang, Gondo Kesumo, dan Ayak. Kendang Jombangan itu Kedah kenceng (Cepat), jika Kempyang dapat satu, Gedug juga dapat satu. itu bakunya,” jelas Sutrisno sambil mempratikkan menabuh kendang.

Namun pada masa dulu, tambahnya, orang-orang tidak menggunakan notasi dikarenakan tidak ada yang paham. Dirinya pun jika tidak paham akan notasi, hanya sekedar mendengarkan dan langsung jadi. Untuk belajar kendang Jombangan ini harus bertanya kepadanya dan mendengarkan langsung seperti apa ciri khas iramanya.

Selain itu salah satu cara membuat permainan kendang bisa lebih dinikmati dan diminati adalah berkreasi dengan berbagai gaya. Di antaranya banyak penabuh kendang memang punya ciri khas sendiri, terutama saat pertunjukan. Terkadang disertai atraksi yang kerap mengundang senyum bahkan tawa. aditya eko
Lebih baru Lebih lama