Bahasa Jawa sangat penting bagi generasi muda dan peserta didik khususnya di Kabupaten Jombang. Sebab di dalam Bahasa Jawa terdapat rohnya budi pekerti. - Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Jawa Kabupaten Jombang, Drs. Toni Budiman -

JOMBANG – Tak semudah membalikkan telapak tangan. Uraian kalimat tersebut sebagai perumpamaan yang penuh makna, bahwa segala sesuatu memiliki tantangan serta proses yang tak instan dalam hasilnya. Begitu juga dengan melestarikan budaya melalui bahasa ibu atau Bahasa Jawa yang kini sudah akan punah terlekang jaman.

Oleh sebab itu, berdasarkan proses yang dicanangkan dan dilalui oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang khususnya Bidang Sekolah Dasar (SD), sejak tiga tahun lalu sudah melaksanakan Pelatihan Bahasa Jawa Guru SD. Melihat pelaksanaan tahun ini, pemateri merasa bersemangat dan sudah terpola konsep dalam menyuguhkan ulasan. Sajiannya lebih sederhana, mudah dilaksanakan serta mampu diserap oleh peserta didik dengan cepat. Hal tersebut guna merubah pemikiran masyarakat bahwa pelestarian Bahasa Jawa di tingkat dasar sangat penting tanpa perlu bersusah payah berfikir rumit tentang penyajiannya.

Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Jawa Kabupaten Jombang, Drs. Toni Budiman menjelaskan, “Berangkat dari permasalahan yang ada, secara mayoritas guru SD masih belum menguasai secara tepat pelajaran Bahasa Jawa. Sehingga jika seorang guru tersebut merasa sulit atau tidak yakin dengan penguasaan materi Bahasa Jawa, maka pada sub-pembahasan tertentu akan dilewati. Entah itu membuat tembang (baca: syair yang dilagukan), membahas tembang.”


Baca Juga : Dua Garis Biru Paparkan Masalah Remaja dan Perlunya Komunikasi

Ditambahkan, bahwa beberapa kesulitan tersebut diantaranya dalam membuat tembang. Pembuatannya kini diubah lebih sederhana, dengan menggunakan bahasa usia peserta didik jenjang SD. Kemasan ini diharapkan agar lebih mudah praktik secara langsung.

“Bisa karena terbiasa, sehingga saat masuk SMP tak perlu memulai dari awal atau mengulang dari dasar pengembangan materi Bahasa Jawa. Jenjang SMP merupakan materi lanjutan yang mengulas pengembangan materi dasar,” tutur Toni Budiman.

Terdapat tiga pembahasan yang dikupas dalam pertemuan pelatihan ini, diantaranya tembang macapat, unggah-ungguh, dan aksara Jawa. Mengulas tentang tembang macapat, peserta didik diajak untuk menyanyikan lantunan lirik lagu dengan syair Bahasa Jawa. Unggah-ungguh juga penting untuk diperhatikan, bahwa melalui pembelajaran ini peserta didik secara tidak langsung sudah menerapkan dan mewujudkan Visi Misi Kabupaten Jombang.

“Pasalnya perlu diakui atau tidak, saat ini peserta didik atau generasi muda sudah sangat jarang mengenal budaya unggah-ungguh. Kemerosotan inilah yang kini semakin jauh terlihat dari kacamata orang tua dan juga para guru di sekolah. Beraneka macamnya jika diulas jika pembelajaran tentang unggah-ungguh. Seperti unggah-ungguh patrap, unggah-ungguh sola tingkah, unggah-ungguh pangucap,” jelas Toni Budiman.

Harapnya, ketika keseluruhan materi tersebut diberikan maka akan terbangun pola serta interaksi yang semakin peka terhadap lingkungannya. Hal ini bertujuan supaya peserta didik di jenjang SD sudah mulai memahami sejak dini cara bersikap, berucap, dan berperilaku yang seharusnya dilakukan kepada yang lebih tua atau dengan teman sebayanya.

Secara sederhana hal itu juga tercermin ketika seseorang mampu menghargai diri sendiri dan menghargai orang lain, tentu orang lain memberikan umpan balik yang serupa. Selain itu, contoh lainnya yang diungkapkan ialah seperti sederhananya cara bersalaman seseorang peserta didik dengan guru dan orang yang lebih tua. Mayoritas peserta didik mencium tangan dengan menempelkan ke pipi, dahi, atau hanya diletakkan pada ujung hidungnya. Keseluruhan ini sangat salah, melainkan dicium hingga menyentuh ujung hidung secara keseluruhan dan juga mulut atau cium hingga berbunyi.

Unggah-ungguh juga termasuk dalam cara pengucapan yang dipergunakan dalam berinteraksi. Hal ini dipergunakan dengan tidak memandang status sosial ekonomi, melainkan melihat dari usianya. Jika lawan bicara melebihi usia pembicara, maka pemilihan kata yang diucapkan wajib menggunakan bahasa Jawa Krama.

Adanya kegiatan ini juga dilandasi oleh begitu jarangnya peserta didik yang paham akan aksara Jawa. Lantaran aksara Jawa yang sudah sangat jarang diterapkan dalam interaksi sosial sehari-hari. Ditambah lagi jika melihat lulusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) saat ini sudah jarang mendapat mata kuliah aksara Jawa. Sehingga secara mayoritas lulusan PGSD tak begitu paham. Hal tersebut sudah jarang universitas yang membekali secara detail materi dalam pembelajaran untuk Bahasa Jawa.

Seperti yang ditegaskan oleh salah satu peserta dari SD Negeri Karangan II Bareng, Dyah Wahyuningsih, S.Pd. bahwa setiap universitas tentu memiliki program tertentu pada jurusan PGSD. Sehingga sebagian kecil saja yang memberikan bekal materi Bahasa Jawa di PGSD.

“Beruntung saja saya mendapatkan bekal tersebut ketika kuliah. Materi Bahasa Jawa saya peroleh di awal semester dua. Ulasannya seputar pembelajaran dasar tentang Bahasa Jawa, sehingga jika dikaitkan dengan pertemuan pelatihan ini sangat mudah meneruskan serta membantu sekali untuk pengembangan pembelajaran,” ungkap Dyah Wahyuningsih.

Dirinya juga menambahkan, bahwa sempat merasa kesulitan untuk realisasi praktik dengan peserta didik di kelas. Lantaran secara mayoritas peserta didik sedikit merasa bingung dan kesulitan dalam mencernanya. Namun dalam pertemuan ini, sebagai guru SD ternyata tak sulit mengajarkan Bahasa Jawa.

“Kemudahan ini ialah dengan paket sajian yang diberikan menggunakan contoh kalimat sederhana dengan bahasa usia peserta didik SD. Pembelajaran menyenangkan inilah yang kemudian digemari oleh peserta didik untuk lebih ingin tahu belajar Bahasa Jawa. Sehingga nantinya saya akan pergunakan cara ini maksimal dalam dua kali pertemuan saja. Peserta didik akan secara mudah mengerti dan praktik dengan lancar,” harap perempuan berambut ikal itu.

Melihat perkembangan pelajaran di jenjang SD saat ini yang menggunakan tematik. Sehingga ketika sudah diterapkan secara menyeluruh dan setiap hari masih pun masih terasa sulit jika diaplikasikan. Pasalnya tak seluruh mata pelajaran bisa dikaitkan ke dalam Bahasa Jawa.

Tantangan ini disambut baik oleh seluruh peserta sehingga secara optimis pemateri pelatihan Bahasa Jawa mendukung selalu dalam prosesnya. Bahkan seluruh pemateri berharap besar pada hasil akhir yang dirasakan bersama. Sehingga ketika pembelajaran ini sudah diberikan secara menyeluruh maka tidak akan ada lagi ketakutan mengajarkan Bahasa Jawa.

Hingga jika nanti tertanam baik, maka tak ada lagi penyimpangan sosial yang bermunculan. Selain itu tidak lagi ada anak jalanan yang berkeliaran. Acuannya pada hati nurati yang menghasilkan output yang lebih bagus pula. chicilia risca
Lebih baru Lebih lama