Acara Kirab Ritual dan Budaya ini menjadi yang terbesar dan juga banyak diikuti oleh peserta karena selain untuk melakukan kirab kebudayaan, kegiatan ini juga sekaligus untuk memecahkan rekor dan dicatatkan pada Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk kegiatan menggotong Joli atau Tandu Toa Pe Kong selama duapuluh empat jam nonstop.
 
GUDO – Memperingati hari jadi sekaligus merayakan Hari Besar Yang Mulia (YM) Kongco Kong Tik Tjoen Ong, Klenteng Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Hon Sang Kiong, Gudo, Jombang, menggelar acara Kirab Ritual dan Budaya. Kegiatan yang dilakukan pada Sabtu dan Minggu (21-22/9) ini diikuti pula oleh beberapa perwakilan Kelenteng TITD dari daerah lain di Indonesia.

Acara Kirab Ritual dan Budaya ini menjadi yang terbesar dan juga banyak diikuti oleh peserta karena selain untuk melakukan kirab kebudayaan, kegiatan ini juga sekaligus untuk memecahkan rekor dan dicatatkan pada Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk kegiatan menggotong Joli atau Tandu Toa Pe Kong selama duapuluh empat jam nonstop. Kegiatan ini dilaksanakan di halaman Klenteng TITD Hon Sang Kiong, Gudo. Joli atau Tandu Toa Pe Kong adalah tandu yang digunakan untuk mengangkut patung para dewa. Satu tandu bisa diangkat oleh empat hingga delapan orang tergantung pada besar dan berat tandu.

“Sebanyak lebih kurang delapan puluh satu peserta dari perwakilan Kelenteng TITD seluruh Indonesia mengikuti pemecahan rekor menggotong tandu ini. Pelaksanaannya dimulai Sabtu (21/9) pukul 08.00 WIB hingga Minggu di waktu yang sama. Setelahnya para peserta beristirahat sebentar untuk bersiap melakukan kirab budaya yang dimulai pada pukul 13.00 WIB. Tandu-tandu beserta rupang (patung dewa) yang sebelumnya digunakan untuk pemecahan rekor turut diarak pula,” terang Ketua Panitia Kirab Ritual dan Budaya Klenteng TITD Hong Sang Kiong, Law Tjoe Hay.


Baca Juga : Rubah Aturan Berharap Mendapat Pengawas Sekolah Berkualitas

Pria yang juga menjabat sebagai Dewan Pembina Klenteng TITD Hong Sang Kiong ini menambahkan tidak ada filosofi khusus atas dilangsungkannya acara empat tahunan ini. Law Tjoe Hay pun juga menolak bahwa Kirab Ritual dan Budaya Klenteng ini merupakan acara rutin empat tahunan yang dilakukan oleh klenteng tertua di Jawa ini. Dia menyebutkan pelaksanaan Kirab Ritual dan Budaya Klenteng lebih pada kesepakatan dan keinginan tulus para pengurus serta warga yang beribadah di Klenteng TITD Hong San Kiong untuk memperingati Hari Besar YM Kongco Kong Tik Tjoen Ong.

Meski oleh Law Tjoe Hay pelaksanaan Kirab Ritual dan Budaya ini tidak memiliki filosofi khusus selain untuk mengharap keberkahan dari YM Kongco Kong Tik Tjoen Ong yang tengah diperingati hari besarnya, pihak Klenteng TITD Hong San Kiong selaku tuan rumah tentu tetap melakukan beberapa persiapan. Persiapan yang paling menyita perhatian tentu saja merenovasi dan menghias Joli atau Tandu Toa Pe Kong yang digunakan sebagai pemecahan rekor serta dibawa saat arak-arakan kirab.

Tandu yang identik dengan warna emas dan merah itu diperbaharui cat serta aksesorisnya. Menurut Law Tjoe Hay ketika menunjukkan salah satu Tandu Toa Pe Kong yang masih digarap pembaruannya, hal yang paling rumit dalam pembaruan tandu itu adalah membuat tandu itu tampak mewah.

“Bagaimana cara membuat warna emas yang ada bisa terlihat lebih ‘menyala’. Jika menggunakan cat biasa warnanya tidak bisa keluar. Sehingga jalan keluarnya menggunakan kertas emas yang dibeli khusus dan menempelkannya satu persatu. Makanya butuh orang khusus yang telaten juga teliti untuk menghiasnya,” urai Law Tjoe Hay.

Sementara itu terkait penginapan serta akomodasi tamu selama mengikuti rangkaian kegiatan acara, Law Tjoe Hay mengaku pihak panitia telah berkoordinasi dengan hotel dan penginapan yang ada di Jombang, Nganjuk, Mojokerto, hingga Kediri. Saat ditemui Minggu (18/8), Law Tjoe Hay mengaku bahwa beberapa penginapan di Jombang sudah penuh terpesan oleh para tamu sehingga harus bergeser mencari penginapan di Kediri. Sedangkan terkait transportasi, pria bertubuh tinggi ini berharap keberadaan transportasi daring bisa membantu mobilisasi peserta Kirab Ritual dan Budaya.

Kirab atau Xun Jing merupakan salah satu kegiatan dalam peribadahan umat Agama Konghuchu atau Tridharma. Dalam kegiatan ini, rupang atau arca/patung sang dewa diarak keliling kota. Selain untuk memperingati Hari Ulang Tahun (Sejit) Kongco, kirab juga bisa dilakukan untuk memperingati Hari Raya Cap Go Meh.

Diikuti dan Dimeriahkan oleh Kebudayaan Lain

Tidak hanya mengundang perwakilan dari seluruh klenteng yang ada di Indonesia untuk turut memeriahkan acara Kirab dan Budaya, pihak Klenteng TITD Hong San Kiong juga turut mengajak warga sekitar untuk berpartisipasi pada seluruh rangkaian kegiatan.

“Dalam rangkaian kirab yang berlangsung pada hari Minggu kami turut mengajak pasukan pengibar bendera dari SMK Negeri Gudo sebagai pembuka jalan dan pembawa bendera merah putih. Selain itu juga mengajak kelompok-kelompok banjari untuk turut meramaikan acara. Keterlibatan mereka sekaligus sebagai wujud perbedaan dalam kebhinekaan, persatuan dan kedamaian harus selalu dihormati serta dijaga di dalam masyarakat,” ungkap Law Tjoe Hay.

Penataan urut-urutan dalam Xun Jing (Kirab) memiliki aturan tertentu, sesuai dengan fungsi masing-masing bagian. Merujuk pada urutan kirab yang dilakukan di Klenteng Sam Po Kong, Semarang urutan kirab adalah pertama bendera merah putih, dilanjut dengan Bendera Klenteng bersangkutan (ukuran besar), bendera besar bertuliskan nama Roh Suci (Shen Ming) yang diarak, alat musik simbal berukuran besar (Xian Feng Luo), sepasang papan bertuliskan Su Jing (Harap Tenang) dan Hui Bi (Beri Jalan), lentera (Lu Deng), replika pusaka dan senjata, panji-panji atau bendera PTITD (Perhimpunan Tempat Ibadat Tri Dharma), grup musik seperti Da Gu Dui (Toa Ko Tui) atau Gamelan, gedawangan (sejenis ondel-ondel) berwujud Zhang Tian Shi (Thio Thian Su) yaitu seorang tokoh pembuat Hu dan pengusir roh jahat, untuk membuka jalan, bendera perintah untuk membuka jalan (Ling Qi) berukuran kecil, Tempa Dupa (Xiang Ding) beserta abu (Xiang Lu), tandu yang mengangkat arca Roh Suci pembuka jalan (Xian Feng Qiao), tandu yang mengangkat arca Roh Suci pengawal (Tai Ping Qiao), Payung Agung/Kebesaran (Shen San), Tandu Utama mengangkat arca Roh Suci tuan rumah (Shen Qiao/Lian Qiao), Kipas Agung/Kebesaran (Shen Shan), Grup seni musik setempat (kedengcong), Grup Liong-Samsi, dan rup kesenian lain.

Dengan adanya Kirab Ritual dan Budaya Klenteng ini diharapkan kedepannya baik warga Tionghoa, warga Gudo, masyarakat yang hadir dan menyaksikan serta seluruh masyarakat Indonesia dijauhkan dari marabahaya, mendapatkan perlindungan, keberkahan, serta keselamatan. fitrotul aini.
Lebih baru Lebih lama