Foto : Suasana Dusun Segunung, Desa Carangwulung, Kecamatan Wonosalam. (fitri)

Ide dasarnya berawal dari Kelompok Tani (Poktan) di dusun kami yang memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu saat melakukan kegiatan pertanian. Dari situ kemudian lahirlah sebuah keinginan untuk pengembangan dengan membentuk kampung adat yang kami pahami sebagai kampung wisata dengan berbasis adat (kebiasaan-kebiasaan masayarakat).

WONOSALAM – Semakin majunya perkembangan zaman terkadang membawa dampak terlupakannya nilai-nilai kearifan budaya lokal. Sehingga perlu strategi dan upaya untuk mengangkat serta melestarikan kembali tradisi hingga adat istiadat yang ada di masyarakat.

Perlunya mengembalikan sekaligus mengenalkan kearifan budaya lokal daerah tersebut disadari oleh warga Dusun Segunung, Desa Carangwulung, Kecamatan Wonosalam. Dusun yang berada di kaki lereng Gunung Anjasmoro ini menginisiasi sebuah program yang bertajuk Kampung Adat.

“Ide dasarnya berawal dari Kelompok Tani (Poktan) di dusun kami yang memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu saat melakukan kegiatan pertanian. Dari situ kemudian lahirlah sebuah keinginan untuk pengembangan dengan membentuk kampung adat yang kami pahami sebagai kampung wisata dengan berbasis adat (kebiasaan-kebiasaan masayarakat),” jelas salah satu penggagas Kampung Adat Dusun Segunung, Suyanto.

Seperti yang telah dijelaskan bahwa dalam menjalankan roda kegiatannya di bidang pertanian, perkebunan, serta peternakan warga memiliki kebiasaan-kebiasaan yang mengiringi. Suyanto memberikan contoh misalnya di bidang peternakan, ketika ada seekor sapi betina baru saja melahirkan anak, sang pemilik biasanya akan mengadakan brokohan atau selamatan sebagai bentuk rasa syukur atas bertambahnya jumlah ternak yang dimiliki.

Baca Juga: Desa Sengon Sudah di Ramal Bakal Jadi Pusat Pendidikan

“Begitu juga nanti ketika masa wiwit (masa awal panen) kopi. Masyarakat akan mengadakan tasyakuran terlebih dulu dengan membawa ambeng (nasi dengan aneka lauk pauk di sekelilingnya). Usai memanjatkan doa rasa syukur, nasi ambeng dimakan bersama-sama baru melakukan pemetikan kopi yang dipanen. Untuk tahun 2020 ini kami akan merencanakan mengadakan wiwit masal, kemungkinan akan dilaksanakan pada bulan Juni atau Juli sesuai masa panen kopi,” ujar Suyanto menambahkan.

Kopi dan sapi serta susu sebagai turunan produk dari sektor peternakan merupakan komoditi utama yang dimiliki oleh Dusun Segunung. Selain dari dua komoditi tersebut, aneka jenis hasil lainnya seperti ketela, singkong, serta pisang juga turut menyokong perekonomian warga. Hasil dari alam ini ada yang langsung dijual atau diolah terlebih dahulu menjadi aneka makanan ringan seperti keripik.

Tidak hanya tradisi dan adat istiadat yang berhubungan dengan pertanian, perkebunan, dan peternakan saja yang kembali dilestarikan, tradisi dan adat istiadat yang dilakukan oleh masyarakat di aspek kehidupan yang lain juga akan kembali dihidupkan. Misalnya tradisi bersih desa, barikan (tasyakuran saat malam Tahun Baru Hijriyah atau saat malam kemerdekaan Repupbik Indonesia), atau temu jago manten dan cucuk lampah saat prosesi adat pada sebuh pernikahan.

“Disisi lain kami juga akan mengadakan kembali beragam jenis permainan dan olahraga tradisional untuk anak-anak, kesenian-kesenian daerah seperti karawitan dan kuda lumping, hingga kuliner tradisional khas Wonosalam pada umumnya dan Dusun Segunung pada khususnya. Tidak hanya itu kami juga bermaksud untuk menggali cagar budaya zaman Majapahit yang kemungkinan ada di wilayah kami juga menggali manuskrip-manuskrip peninggalan yang dimiliki warga,” papar Kepala Dusun Segung, Giri Winarko.

Berbeda dengan Desa Adat

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mendefnisikan desa sebagai desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Indonesia. Dengan definisi itu kini dikenal desa dinas dan desa adat.

Pemerintahan desa yang dikenal sehari-hari, tempat warga mengurus dokumen kependudukan, misalnya, merujuk pada desa dinas. Desa adat, dalam perspektif UU Desa, dapat dibentuk dari desa sepanjang memenuhi syarat. Syarat Pembentukan Desa Adat Menurut UU Desa adalah kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya secara nyata masih hidup, baik bersifat teritorial, genealogis, maupun yang bersifat fungsional, kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya dipandang sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Giri Winarko menyebutkan bahwa Dusun Segunung secara administratif tidak akan berubah menjadi desa adat meski akan menyematkan kata ‘adat’ dalam pencitraan wilayah tempatnya tinggal tersebut. Menurutnya, tujuan serta fokus utama konsep kampung adat yang ingin dikembangkannya bersama dengan seluruh warga adalah pengembangan kampung wisata dengan berbasis adat.

Pihaknya ingin kembali mengangkat tradisi-tradisi, adat istiadat, dan kebiasaan yang berkembang di masyarakat dengan didukung potensi-potensi daerah yang ada. Selain menonjolkan beragam tradisi yang sudah dijelaskan sebelumnya, Giri Winarko juga menjelaskan bahwa pada pelaksanaannya ke depan akan dibentuk pula suasana kampung yang khas.

“Masyarakat akan memiliki pakaian khas berwarna hitam dengan model seperti pakaian yang digunakan oleh petani ketika mereka tengah di sawah atau di kebun. Hal tersebut sesuai dengan mata pencaharian mayoritas penduduk Dusun Segunung. Sementara warna hitam dipilih untuk menginterpretasikan kedekatan kita dengan tanah, selain itu warna hitam yang memiliki sifat menyerap panas matahari juga diartikan sebagai harapan warga untuk bisa menyerap dan mendapat kebaikan sebanyak-banyaknya dari alam dan sekitarnya,” jelas Giri Winarko.

Menyadari bahwa sumber kehidupan mereka berasal dan disediakan oleh alam, warga juga tidak lupa untuk merawat serta melestarikan sumber mata air yang ada dalam wilayah Dusun Segunung diantaranya Bochini, Watu Gupit, Sumber Miren, Sumber Ancar, Sumber Jembul dan beberapa sumber mata air lainnya. Secara berkala mereka melakukan pengecekan kondisi mata air apakah tetap bersih dan terjaga. Jika ada masyarakat yang melakukan pelanggaran, untuk pertama akan diingatkan namun jika sudah berulang kali akan mendapatkan sanksi sesuai yang telah disepakati. Selain itu, para warga bekerja sama dengan berbagai komunitas kerap melakukan aksi penanaman bibit pohon pada lahan-lahan yang masih kosong di sekitar sumber mata air.

“Program atau kegiatan yang kami inisasi ini memang masih sangat baru. Meski konsep pelaksanaannya sudah tersusun dengan baik, namun untuk realisasinya masih memerlukan waktu cukup panjang. Saat ini saja kami belum melakukan sebuah seremoni peresmian khusus yang menandakan Dusun Segunung sebagai wisata kampung adat. Namun dukungan dari berbagai pihak, salah satu diantaranya dari wakil bupati membuat kami semangat untuk mewujudkan rencana yang telah ada. Semoga dalam dua tahun ke depan semua yang direncanakan bisa mulai tampak bentuknya dan tertata rapi,” harap Giri Winarko. fitrotul aini.
Lebih baru Lebih lama