Foto : Istimewa
“Perlu dihindari yaitu bagian-bagian yang rawan yaitu ubun-ubun dan tulang belakang. Biasanya daerah itu tidak saya pijat karena berbahaya. Cara memegang bayi pun tidak boleh asal, harus dengan lembut agar bayi juga merasa nyaman.” - Mbah Gini -

DIWEK – Memanjakan diri dengan pijat tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa. Bayi pun membutuhkan perawatan pijat. Seiring perkembangan zaman, urusan perawatan bayi kini juga sudah modern. Terutama bagi mereka yang tinggalnya di daerah perkotaan. Membawa buah hati ke spa bayi, salon bayi, rumah vaksin dan lain-lain sudah bukan hal aneh lagi.

Pelayanan kesehatan mutakhir yang ditangani oleh tenaga medis ahli pun kini banyak menjadi pilihan. Namun ternyata hal tersebut tak selalu menjadi pilihan. Pijat bayi tradisional atau ndadah masih menjadi satu metode kesehatan yang hingga saat ini banyak diminati masyarakat. Tak ada alat canggih maupun tenaga ahli yang berlatar belakang akademis khusus, hanya keterampilan turun temurun yang menjadi modal utama.

Seperti yang dilakukan oleh Mbah Gini, warga Dusun Nanggalan, Desa Watugaluh. Lebih dari puluhan tahun tangannya memijat kaki-kaki dan tangan-tangan pasien mungilnya. Ia telah terbiasa menangani bayi dan anak-anak yang sedang tak enak badan untuk dia pijat.

Baca Juga :
Setiawan Murid Maestro Tari Remo

“Biasanya kalau anak panas, pilek, kecapekan dipijat kemudian membaik,” ujar Mbah Gini saat ditemui di kediamannya.

Pijat bayi bermanfaatkan untuk melancarkan peredaran darah, meregangkan otot-otot, dan mengoptimalkan tumbuh kembang bayi agar lebih aktif. Bagian-bagian pemijatan tubuh bayi biasanya menggunakan baby oil di bagian wajah, dada, perut, tangan kaki, dan punggung.

“Perlu dihindari yaitu bagian-bagian yang rawan yaitu ubun-ubun dan tulang belakang. Biasanya daerah itu tidak saya pijat karena berbahaya. Cara memegang bayi pun tidak boleh asal, harus dengan lembut agar bayi juga merasa nyaman,” imbuhnya.

Usia tua Mbah Gini menjadikan pengalamannya dalam memijat semakin handal, meski dirinya tidak pernah belajar secara intens mengenai teknik-teknik memijat bayi. Pasalnya kepiawaiannya dalam memijat ia peroleh ketika sering merawat bayi. Terlebih ketika dahulu sering memijat anak-anaknya pada waktu masih bayi. Jika anaknya sakit atau rewel, dirinya sering memijatnya dan akhirnya sembuh.

Dari situlah banyak orang-orang mengenalnya sebagai dukun pijat bayi. Dahulu dirinya juga sering diminta untuk memijat bayi antar rumah ke rumah. Namun karena saat ini usianya sudah lanjut, Mbah Gini hanya melayani dikediamannya saja. Dalam usahanya tersebut, dirinya mengaku tidak mematok tarif khusus pada pasiennya.

“Saikhlase mawon. Mboten wonten tarif-tarifan (seikhlasnya saja, tidak ada tarifnya -red). Terpenting bayinya tidak rewel lagi,” katanya.

Meski begitu dengan profesi yang ia punya dari dulu masih mampu menghidupi keluarganya. Mbah Gini tidak khawatir dengan kemajuan teknologi medis zaman sekarang yang akan mempengaruhi eksistensi profesinya. Menurutnya, setiap orang mempunyai pilihan masing-masing untuk mencari kesehatan.

“Soal rejeki sudah ada yang mengatur, saya hanya berusaha saja. Selama ini saya mempertahankan pekerjaan ini karena memang banyak tawaran untuk memijat. Saya kasihan jika melihat anak kecil rewel karena merasa badannya kurang enak,” lanjut Mbah Gini.

Namun kini keberadaan pijat bayi tradisional tidak sebanyak dahulu. Selain perkembangan perwatan bayi kian modern, penerus yang terbilang generasi mudah sekarang sedikit mau mempelajari. aditya eko
Lebih baru Lebih lama