GUDO – Jumat (5/2) suasana Kelenteng Hong San Kiong Gudo nampak berbeda dari biasanya. Meski secara umum terlihat lengang dan sepi, namun saat berada di pintu masuk Kelenteng terdengar sayup-sayup gembreng, simbal, suling, rebab, tambur dan terompet yang saling bersahut menghasilkan irama musik yang khas ala Negeri Tirai Bambu. Irama rancak nan merdu tersebut bersumber dari Gedung Olahraga (GOR) Kelenteng Hong San Kiong Gudo, tepat pada siang yang mendung itu, Wayang Potehi dimainkan secara tertutup dan terbatas.

Pertunjukkan Wayang Potehi dimainkan bukan tanpa alasan. Sebab pada saat itu juga pihak Bidang Kebudayaan, dari Seksi Cagar Budaya dan Permuseuman melakukan pendokumentasian digital dan melengkapi sejumlah berkas Wayang Potehi sebagai syarat pengajuan untuk masuk dalam penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia.

Melansir dari https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/ definisi dari Warisan Budaya Tak Benda ialah, berbagai praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan serta instrumen, objek, artefak, dan ruang-ruang budaya. Warisan Budaya Tak Benda ini diwariskan dari generasi ke generasi, yang secara terus menerus diciptakan kembali oleh masyarakat dan kelompok dalam menanggapi lingkungan sekitarnya.

Kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil yang didapatkannya dengan belajar. Dan semua itu tersusun dalam kehidupan masyarakat.

Dari definisi tersebut, Wayang Potehi yang sudah digeluti secara turun temurun oleh Toni Harsono di Kelenteng Hong San Kiong Gudo terus bertahan. Utamanya agar kesenian ini selalu membumi dan lestari. Meski bukan merupakan Seni Pertunjukkan asli dari Nusantara, Toni mengaku bahwa terdapat karakteristik yang berbeda dari Wayang Potehi Fu He An dengan Wayang Potehi di daerah lain.

“Merunut catatan Historiografis yang ada, masuknya Wayang Potehi di Kota Santri ini, tidak terlepas dari sosok Tok Su Kwie yang merupakan kakek saya. Beliau sejak periode abad ke-20 membawa Wayang Potehi ke Kelenteng Hong San Kiong Gudo ini. Begitupun dengan karakteristiknya, selain kekuatan Wayang Potehi di sini muncul karena riwayat kesejarahannya, karakter lain yang terbentuk ialah, penyesuaian lakon pementasan Wayang Potehi dengan lingkungan sekitar,” ujarnya.

Pria pemiliki nama Tiongkok, Tok Hok Lay ini menuturkan bahwa perbedaan karakter Wayang Potehi di Gudo justru menjadi wadah untuk membumikan Seni Pertujukkan asli menjadi suatu hal yang lumrah, bahkan menjadi improvisasi baru agar Wayang Potehi tetap lestari dan membumi.

Baca Juga: Meraba Jalannya PPDB Online 2021/2022

“Seiring dengan perkembangan zaman, Wayang Potehi juga harus beradaptasi dengan budaya sekitar. Dan ini sudah dilakukan oleh teman-teman Fu He An di berbagai kegiatan. Misalnya, ketika Muktamar NU beberapa tahun yang lalu dan pernah mementaskan lakon kelahiran Yesus saat Natal. Meski lakonnya tidak pakem dari babad Negeri Tiongkok, namun kami masih memegang pakem pementasan Wayang Potehi dari alat musik yang masih tradisional. Jadi untuk saat ini, kolaborasi dan adaptasi lintas budaya menjadi kunci bertahan Wayang Potehi ini,” tuturnya.

Peran dan Perhatian Pemerintah Daerah

Kegigihan Tok Hok Lay atau yang akrab dikenal dengan Toni Harsono, dalam melestarikan Wayang Potehi bukan perkara sepele. Bersama rombongan wayangnya, Fu He An, beragam belahan dunia telah berhasil ia jajaki.

Penjajakannya dengan membawa misi untuk mempopulerkan Wayang Potehi, tidak sia-sia. Pelbagai penghargaan berhasil ia dapatkan, baik di level nasional hingga internasional. Oleh karena itu, melihat potensi kekayaan kesejarahan dari Wayang Potehi Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang, mencoba menambah daftar penetapan Warisan Budaya Tak Benda.

Kepala Seksi Sejarah dan Budaya Bidang Kebudayaan Disdikbud Kabupaten Jombang, Anom Antono, S.Sn mengatakan bahwa Wayang Potehi sudah menjadi bagian dari khasanah kebudayaan yang ada di Kabupaten Jombang. Menurut Anom, ini bisa dilihat dari riwayat sejarah sampai perkembangan Wayang Potehi di Kelenteng Hong San Kiong Gudo sampai hari ini.

“Wayang Potehi Fu He An, ini cukup menarik. Sebab tidak hanya berbicara pada ranah pementasan saja, akan tetapi juga wilayah pelestariannya lewat Museum Potehi. Dari proses pembuatan sampai dengan pementasan tidak terpisah satu sama lain, ini yang menjadikan Wayang Potehi di Jombang berbeda dari Wayang Potehi kebanyakan,” papar Anom Antono.

Disinggung mengenai persiapan serta proses pengajuan Wayang Potehi sebagai Warisan Budaya Tak Benda, Kepala Seksi Cagar Budaya dan Permuseuman Bidang Kebudayaan Disdikbud Kabupaten Jombang, Iswahyudi Hidayat.S,Sos, menjelaskan pihaknya masih terus mengupayakan agar Wayang Potehi di Kelenteng Gudo bisa terdaftar di pusat dan masuk sebagai Warisan Budaya Tak Benda.

“Untuk syarat pengajuan tersebut, meliputi kajian akademik, pendokumentasian serta presentasi dari pegiatnya. Adapun untuk kajian akademik, kami banyak mengambil dari beberapa jurnal kebudayaan. Sementara untuk presentasi dari pegiat, yang dalam hal ini akan dilakukan oleh Pak Toni Harsono, juga akan masuk dalam kriteria penilaian. Jika presentasi tersebut mampu memaparkan hal-hal baru dan berbeda dari Wayang Potehi yang ada di Gudo, maka dipastikan bisa lolos verifikasi pengajuan,” jelas Iswahyudi Hidayat.

“Akan tetapi jika belum lolos verifikasi, maka kita selaku pemangku yang ada di daerah, terus mengupayakan agar semua kesenian dan seni pertujukkan bisa terkomodir dengan baik. Maka, yang saat ini kita lakukan yakni, terus berkoordinasi dengan para pegiat di lapangan, termasuk kelompok Wayang Potehi Fu He An ini,” sambungnya.

Menurut Toni Harsono, perhatian di tingkat Pemerintah Daerah baru pertama ini ia rasakan setelah jauh melalang buana mempopulerkan Wayang Potehi warisan kakeknya. Bagi Toni, hal ini cukup positif. Mengingat untuk pegiat Wayang Potehi sendiri sudah sangat jarang yang berdarah asli Tionghoa.

“Kami turut senang, Wayang Potehi sudah bisa diproses untuk pengajuan Warisan Budaya Tak Benda di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tentu ini menjadi motivasi kami, untuk terus melestarikan Wayang Potehi lewat berbagai macam seni dan tradisi yang ada. Atau dalam kata lain, kami sudah siap untuk berinovasi dalam pementasan cerita dengan mengadopsi kisah-kisah atau legenda yang hidup di masyarakat Jombang,” tutup Tok Hok Lay.

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama