NASIONAL - Rencana pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas yang dikukuhkan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri diharapkan menjadi momentum mengubah paradigma pendidikan.

Penggagas dan Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan, Muhammad Nur Rizal mengatakan PTM menjadi momentum melakukan reorientasi paradigma pendidikan memasuki era tidak menentu dengan perubahan yang cepat. Perubahan ini harus dimaknai sebagai titik balik dunia pendidikan. Kebosanan dan rasa stres ini harus menjadi pangkal awal paradigma pendidikan kita berubah agar anak lebih terlibat.

Isu Kesehatan Mental Peserta Didik

Dalam kesempatan tersebut, Muhammad Nur Rizal mengutip data KPAI yang mencatat 80 persen peserta didik mengalami kebosanan dan stres yang tinggi akibat pembelajaran yang minim interaksi dan hanya berorientasi pada penyelesaian capaian kurikulum.

Dia menaggapi hal ini menandakan bahwa belum ada keseriusan untuk mengetahui dampak langsung yang dialami peserta didik, baik secara mental, karakter maupun pengetahuan yang dapat mengakibatkan learning loss yang berakibat fatal pada lost generation.

Baca Juga: SDN Gebangbunder Plandaan Komunikasi Efektif Sebagai Penyeimbang Pembelajaran

Padahal, Pemerintah sudah mengeluarkan SKB 4 Menteri yang mengatur bagaimana pembelajaran tatap muka sebaiknya dilaksanakan. Tetapi, tanpa dasar hasil asesmen yang terukur, dikhawatirkan proses PTM tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang dialami peserta didik.

Hal ini yang menjadi perhatian Muhammad Nur Rizal, pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan, dalam forum tersebut sehingga semakin menegaskan perlunya reorientasi arah kebijakan pendidikan yang baru. Semua upaya perbaikan PTM harus tertuju pada peserta didik, bukan semata-mata untuk memenuhi kepentingan pemerintah.

Yang paling besar, dalam penilaian Muhammad Nur Rizal, adalah krisis kesehatan mental peserta didik. Hal ini semakin diperparah sebagai dampak pandemi yang menyebabkan peserta didik tidak bisa bertemu dengan teman-temannya. Maka, hal yang harus menjadi titik fokus perhatian pemerintah dan stakeholder pendidikan adalah upaya mengatasi rasa bosan peserta didik tersebut. Jika tidak, maka akan berdampak ke persoalan mental lainnya. Bahkan yang lebih besar adalah rendahnya motivasi untuk selalu belajar.

Ekosistem Belajar Berorentasi Peserta Didik

Dalam forum tersebut, Muhammad Nur Rizal mengingatkan, tujuan perombakan kurikulum beserta strategy delivery yang baru adalah untuk menumbuhkan rasa senang belajar di sekolah. Sehingga, asesmen yang menjadi perhatian utama pemerintah ke depan adalah terciptanya ekosistem yang memfasilitasi dan lingkungan belajar yang menyenangkan.

Dia melanjutkan ekosistem itu mengarahkan guru untuk menjadi fasilitator yang menuntun kodrat anak-anak selama belajar sehingga mereka bisa menemukan versi terbaiknya masing-masing serta mampu menemukan solusinya sendiri dalam memecahkan persoalan nyata.

Muhammad Nur Rizal menyebut hal ini harus menjadi kaidah usul (alasan mendasar) paradigma pendidikan kita harus diubah. Isu ini harus menjadi narasi utama bangsa ini dalam mengadaptasi sistem pendidikannya untuk memenuhi kebutuhan perubahan masa depan.

Dalam pemaparannya, Muhammad Nur Rizal mengatakan, organisasi OECD menetapkan arah pendidikan ke depan harus berorientasi pada wellbeing peserta didik, yaitu keseimbangan intelektual, mental, fisik dan sosial. Untuk mencapai hal tersebut, maka Indonesia perlu melakukannya dengan pertama kali mengatasi rasa kebosanan peserta didik itu dengan proses belajar yang menyenangkan agar mereka kasmaran belajar.

Terakhir dia menjelaskan jika anak kita kasmaran, maka motivasi belajarnya muncul dari dorongan internal diri, bukan faktor eksternal. Sehingga, Muhammad Nur Rizal mengusulkan untuk menghentikan (unlearn) cara-cara lama dan melakukan penataan ulang (relearn) cara-cara baru untuk mencapai tujuan pendidikan di masa depan, dalam hal ini wellbeing peserta didik.

Sumber/Rewrite: kompas.com/Tiyas Aprilia

Lebih baru Lebih lama