NASIONAL - Ada banyak perubahan selama pandemi Covid-19. Terlebih di dunia pendidikan, pola pengasuhan hingga interaksi anak dan remaja berubah. Terlebih dengan adanya sistem pembelajaran daring, secara tidak disadari, sistem pendidikan daring dan pembatasan sosial berpotensi munculnya beragam risiko baru bagi anak maupun remaja.

Mulai dari kurangnya relasi sosial, kesehatan mental, tingkat kekerasan tinggi, hingga permasalahan gizi kesehatan. Terkait hal itu, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM menggelar kegiatan webinar Postgraduate Symposium 2021.

Jumeri juga menyatakan bahwa kondisi krisis ini berpotensi menimbulkan dampak sosial negatif berkepanjangan. Seperti anak putus sekolah, penurunan capaian belajar hingga terjadinya kekerasan pada anak dan risiko internal.

Tentu tujuannya untuk mengantisipasi keterputusan tumbuh kembang anak di masa pandemi Covid-19. Dekan FK-KMK UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., PhD., mengatakan anak-anak menjadi kelompok rentan terdampak pandemi Covid-19. Ada beberapa hal yang dampak pandemi bagi anak-anak, yakni:

1. Pertama, dampak tumbuh kembang anak dalam proses pendidikan menjadi tidak optimal.

Seperti halnya pendidikan jarak jauh yang mengharuskan anak-anak belajar di rumah dengan pendampingan orang tua, tanpa pembekalan dan seringkali dilakukan di sela kesibukan pekerjaan mereka.

2. Kedua, dampak ekonomi yang membuat anak-anak rentan mengalami keterbatasan asupan nutrisi untuk pertumbuhan.

Dikatakan, data zona risiko Covid-19 Kabupaten/Kota di Indonesia per 21 Juli 2021 menunjukkan bahwa 72 persen wilayah harus menerapkan pembelajaran jarak jauh karena masuk zona merah risiko Covid-19.

Baca Juga: SDN Mojokrapak III Tembelang Model Penilaian Gerak Sore

Bahkan hanya 3,84 persen satuan pendidikan yang diperbolehkan melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas, yakni di wilayah zona kuning dan hijau.

PJJ Banyak Kendala

Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Jumeri, S.TP., Msi., memang ada kendala yang dihadapi selama pembelajaran jarak jauh.

Tidak bisa dipungkiri bahwa guru pun mengalami kegagapan pembelajaran yang selama ini dilakukan secara tatap muka, merasa awam untuk teknologi informasi, waktu belajar kurang, hingga kesulian mengetahui kecukupan target kompetensi menjadi ragam kendala yang dialami guru.

Sedangkan orang tua sendiri tidak semua mampu mendampingi anak belajar karena tanggung jawab lain seperti kerja, dan mereka merasa kesulitan memahami pelajaran serta memotivasi anak saat belajar di rumah. Untuk peserta didik sendiri, mereka kesulitan konsentrasi belajar, keluhan penugasan, hingga kondisi stres ataupun jenuh karena isolasi berkelanjutan.



Namun setelah satu tahun pandemi Covid, Jumeri juga menyatakan bahwa kondisi krisis ini berpotensi menimbulkan dampak sosial negatif berkepanjangan. Seperti anak putus sekolah, penurunan capaian belajar hingga terjadinya kekerasan pada anak dan risiko internal.

Kesehatan dan keselamatan serta tumbuh kembang peserta didik merupakan prioritas prinsip kebijakan pendidikan di masa pandemi Covid-19. Oleh karenanya, Kemendikbud Ristek menyusun beberapa rekomendasi untuk sistem pembelajaran tersebut.

Dijelaskan Jumeri, S.TP., Msi., ada upaya optimalisasi penerapan protokol kesehatan dalam pembelajaran tatap muka di masa pandemi Covid-19 di antaranya:

1. Pertama, melakukan evaluasi secara berkelanjutan guna menjamin kesehatan dan keselamatan warga sekolah dalam pelaksanaan PTM terbatas.

2. Kedua, mengoptimalkan pengawasan untuk memastikan seluruh warga sekolah disiplin mematuhi protokol kesehatan di lingkungan sekolah.

3. Ketiga, melibatkan orang tua, masyarakat, dan instansi terkait untuk memantau peserta didik pada jam-jam tertentu terutama saat berangkat dan pulang sekolah.

Sumber/Rewrite: kompas.com/Tiyas Aprilia
Lebih baru Lebih lama