Aman Maqsudi, S.Pd*

Pelaksanaan kurikulum 2013 untuk kelas 1 dan 4 SD, kelas 7 dan 8 SMP serta kelas X dan XI SMA tidak dapat ditawar lagi. Ada satu hal yang perlu kita cermati dalam pelaksanaan kurikulum 2013 ini, yaitu adanya perubahan dalam aspek pencapaian kompetensi peserta didik. Dalam kurikulum 2013 ada penambahan kompetensi yang menjadi tugas guru untuk dicapai dalam setiap proses pembelajaran yang dilakukannya.

Kompetensi tersebut adalah KI 1 untuk kompetensi spiritual dan KI 2 untuk kompetensi sosial. Selain Kompetensi tersebut masih terdapat KI 3 tentang kompetensi pengetahuan dan KI 4 untuk kompetensi keterampilan yang hampir sama dengan kurikulum 2006. Dalam panduan implementasi kurikulum 2013 KI 1 dan KI 2 dilaksanakan secara indirect learning (pembelajaran tidak langsung). Hal ini berarti bahwa KI 1 dan KI 2 tidak diajarkan secara teoritis, tetapi merupakan efek pengiring (nurturen effect) yang dibentuk oleh setiap kompetensi yang diajarkan oleh guru.

Untuk lebih menjamin pencapaian hasil dari KI 1 dan KI 2 tersebut, terdapat sebuah metode pembelajaran yang selama in masih sebatas wacana, yaitu metode internalisasi.

Metode Internalisasi

Prof. Dr. Ahmad tafsir menyatakan bahwa metode internalisasi adalah upaya memasukkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari proses pembelajaran kedalam pribadi peserta didik sehingga menyatu dengan pribadinya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:439) internalisasi yaitu penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin, atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran atau nilai yang diwujudkan di sikap dan prilaku. Sedangkan menurut Prof. Mulyasa (2012:167) internalisasi yaitu upaya menghayati dan mendalami nilai, agar tertanam dalam diri setiap manusia.

Baca Juga: Himpaudi Kecamatan Ploso Kencangkan Kualitas Melalui Panggung Boneka

Jadi metode internalisasi adalah upaya memasukkan hasil pembelajaran yang berupa nilai, ajaran atau doktrin ke dalam pribadi peserta didik sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran atau nilai yang diwujudkan di sikap dan perilaku.

Menerapkan metode ini diharapkan peserta didik dapat mencapai tingkat pembelajaran tertinggi menurut UNESCO yaitu being. Seperti kita ketahui bersama, menurut UNESCO tujuan pembelajaran ada tiga yaitu: 1) Tahu, mengetahui (knowing), 2) Mampu melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui (doing), 3) Menjadi seperti apa yang ia ketahui (being).

Untuk lebih memahami ketiga tujuan di atas, kita ambil saja pembelajaran tentang salat. Pada aspek pengetahuan (knowing) kita bisa mengajarkan berbagai macam konsep tentang salat, mulai dari syarat, rukun, sunnah dan hal-hal yang membatalkan salat.

Untuk mengetahui pemahaman peserta didik tentang konsep salat, guru bisa memberikan soal-soal latihan. Pada konsep kedua (doing) guru bisa menggunakan teknik demonstrasi untuk meningkatkan keterampilan peserta didik dalam melakukan salat. Untuk mengetahui keterampilan peserta didik, guru bisa menugaskan setiap peserta didik untuk praktek melakukan salat. Pada aspek ketiga (being), peserta didik secara otomatis melakukan salat dalam kehidupan sehari-hari, karena konsep salat dan keterampilan yang ia miliki sudah menjadi satu dengan kepribadiannya. Untuk mengukur hal ini tentu sangat sulit.

Aspek ketiga inilah yang menjadi sasaran bidik dari diadakannya KI 1 dan KI 2 dalam kurikulum 2013. Untuk memudahkan pencapaian aspek being tersebut, dalam metode internalisasi dikenalkan dua buah teknik yaitu Peneladanan dan pembiasaan.

Teknik Peneladanan

Secara terminologi kata “keteladanan” berasal dari kata “teladan” yang artinya perbuatan atau barang dan sebagainya yang patut ditiru atau dicontoh

Sementara itu secara etimologi pengertian keteladanan yang diberikan oleh Al-Ashfahani, sebagaimana dikutip Armai Arief, berarti “suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia lain, apakah dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan, atau kemurtadan”.

Dengan demikian keteladanan adalah tindakan atau setiap sesuatu yang dapat ditiru atau diikuti oleh seseorang dari orang lain yang melakukakannya.

Untuk melaksanakan teknik ini guru tidak dapat melaksanakannya sendiri, semua pihak yang terlibat dalam upaya peneladanan peserta didik, mulai dari guru sampai tukang kebun, harus mendukungnya. Hal ini dilakukan dengan jalan melakukan setiap sikap dan nilai-nilai terpuji yang telah disepakati bersama secara konsekwen, jangan sampai terjadi kontradiksi dalam pembelajaran antara apa yang diucapkan guru dengan apa yang dilakukan. Jika hal ini bisa dicegah maka bisa diharapakan terbentuknya peserta didik yang berkepribadian utuh, yang sama antara apa yang dikatakan dengan apa yang diperbuat. Jadi dapat disimpulkan jika proses peneladanan ini gagal, sangat mungkin guru dan pihak-pihak yang ada disekolah tersebut kurang memperhatikan teori ini.

Sebagaimana metode-metode lainnya, tentunya metode keteladanan mempunyai beberapa kelebihan. Diantara kelebihan-kelebihan tersebut adalah:

a. Metode keteladanan akan memberikan kemudahan kepada pendidik dalam melakukan evaluasi terhadap hasil dari proses belajar mengajar yang dijalankannya.

b. Metode keteladanan akan memudahkan peserta didik dalam mempraktikkan dan mengimplementasikan ilmu yang dipelajarinya selama proses pendidikan berlangsung.

c. Bila keteladanan di lingkungan keluarga, lembaga pendidikan atau sekolah dan masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik.

d. Metode keteladanan dapat menciptakan hubungan harmonis antara peserta didik dengan pendidik.

Dari kelebihan-kelebihan yang telah disebutkan di atas dapat dikatakan bahwa metode keteladanan memiliki peranan yang sangat signifikan dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan, dimana selain diajarkan secara teoritis peserta didik juga bisa melihat secara langsung bagaimana praktik materi pendidikan yang telah dia pelajari selama proses belajar menganjar berlangsung.

Selain mempunyai kelebihan dan keunggulan dibandingkan dengan metode lainnya, metode keteladanan juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan, diantaranya yaitu:

a. Jika dalam proses belajar mengajar figur yang diteladani, dalam hal ini pendidik tidak baik, maka peserta didik cenderung mengikuti hal-hal yang tidak baik tersebut.

b. Jika dalam proses belajar mengajar hanya memberikan teori tanpa diikuti dengan implementasi maka tujuan pendidikan akan sulit dicapai.

Teknik Pembiasaan

Dalam proses pembelajaran disekolah teknik pembelajaran pembiasaan ini sangat jarang diapresiasi dengan baik. Kadang-kadang kepala sekolah maupun guru merasa terlalu banyak waktu terbuang bila pembiasaan hidup baik terlalu maksimal disekolahnya. Ambil contoh saja pembelajaran berjamaah salat dzuhur dikatakan merepotkan, memboroskan waktu dan menghambat pencapaian kurikulum.

Pandangan ini sebenarnya sangat keliru, karena inti pembelajaran sesungguhnya adalah pembentukan akhlak yang baik. Akhlak yang baik akan dicapai dengan pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan secara intens dalam kehidupan peserta didik. Jarang kepala sekolah dan guru menyadari bahwa bila akhlak peserta didik baik, maka pembelajaran lainnya akan dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dan hasil yang lebih baik. Konsep ini sekalipun sangat jelas, pada umumnya belum juga disadari oleh para guru.

Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relatif menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran yang berulang-ulang, baik dilakukan secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri.

Prof. Mulyasa (2012:167) berpendapat bahwa pembiasaan bisa dilakukan dengan terprogram dalam pembelajaran dan tidak terprogram dalam kegiatan sehari-hari. Pembiasaan terprogram dalam pembelajaran dilakukan dengan perencanaan khusus dalam waktu tertentu seperti:

1. Biasakan peserta didik untuk bekerja sendiri, menemukan sendiri pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam setiap pembelajaran

2. Biasakan peserta didik untuk bertanya dalam setiap pembelajaran.

3. Biasakan belajar secara berkelompok untuk menciptakan “masyarakat belajar”.

4. Guru harus membiasakan diri menjadi model dalam setiap pembelajaran

5. Biasakan melakukan refleksi pada setiap akhir pembelajaran.

Adapun pembiasaan secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai berikut:

1. Rutin, yaitu pembiasaan yang dilakukan terjadwal, seperti: upacara bendera, senam, shalat berjamaah, pemeliharaan kebersihan.

2. Spontan, adalah pembiasaan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti: prilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya.

3. Keteladanan, adalah pembiasaan dalam bentuk prilaku sehari-hari seperti; berpakaian rapih, berbahasa yang baik, datang tepat waktu

Pada akhirnya kita bersama harus menyadari bahwa cita-cita sesungguhnya dari pendidikan yang diamanatkan oleh UU 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas adalah terciptanya manusia Indonesia seutuhnya baik dari segi spiritual, sosial, pengetahuan maupun keterampilan. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban kita semua untuk mewujudkannya. Jadi segala macam usaha maupun metode yang menunjang kearah pencapain tujuan tersebut harus kita dukung setinggi- tingginya.

*) Guru IPS SMP Negeri Kudu.

Lebih baru Lebih lama