Rahmat Sularso Nh. *)

Keberadaan Jombang sebagai kabupaten kecil di Jawa Timur serta berada dalam posisi antara karena menghubungkan beberapa daerah berkembang dan besar disekitarnya masih menyisakan banyak jejak sejarah yang masuk dalam kategori cagar budaya. Sebab bukan rahasia lagi, bila dari zaman Empu Sindok, Kerajaan Airlangga hingga Majapahit pun yang dapat dikatakan sebagai kerajaan terbesar di bumi nusantara ini pernah menguasai Telatah Kebo Kicak.

Namun yang patut disayangkan, benda atau kawasan yang tergolong cagar budaya tersebut keberadaanya diabaikan. Meski sempat dilakukan pendataan dari Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) serta sejumlah penelitian ilmiah, tetapi nasibnya tetap saja teronggok begitu saja.

Sampai belakangan dari Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang menyusun draf Peraturan Bupati (Perbup) mengenai Cagar Budaya. Penuh harapan nantinya akan ada upaya kesinambungannya dalam pelestarian dan pengenalan pada generasi muda Kota Santri. Dengan begitu, masyarakat Jombang akan mengetahui dan mengenal akan kekayaan sejarah yang tertinggal di tempat tinggalnya

Memang jika dibaca sekilas dalam draf Perbup Cagar Budaya tersebut lebih menitikberatkan pada pelestarian yang berusaha menindaklanjuti baik yang telah ada maupun temuan baru agar kejelasannya kian tampak. Begitupun peningkatan kesejahteraan juru pelihara yang dibekali wawasan terkait benda cagar budaya yang dijaganya. Cita-citanya adalah mampu menjadi pemandu sekaligus narasumber terkait benda cagar budayanya tersebut. Bukan sekedar menjaga keutuhannya dari pelbagai pihak yang tidak bertanggungjawab. Selanjutnya ialah masuk dalam ranah pendidikan menjadi sebuah materi pembelajaran yang dapat dipelajari secara merenik dan terstruktur oleh peserta didik.

Diperlukan Sumber Saya Manusia (SDM) yang unggul seperti dikatakan sebelumnya. Ditambah upaya pelestarian ini juga membutuhkan waktu yang tak sebentar dan dana cukup besar. Terlebih lagi jika menyangkut pelbagai pihak di luar ring utama pelestarian cagar budaya. Jelasnya butuh tenaga ekstra agar langkah pelestarian yang telah direncanakan mampu berjalan mulus.

Tiga tujuan diturunkannya Perbup Cagar Budaya tersebut terbilang luar biasa dan penuh akan inovasi. Dapat dikatakan sebagai langkah hukum daerah yang lebih jelas dalam mengatur keberadaan benda-benda cagar budaya itu. Tinggal kedepannya dilihat bagaimana mengaplikasikannya di lapangan, benarkan mampu diterjemahkan dengan paripurna atau sebaliknya. Hanya setengah-setengah bahkan tidak sama sekali.

Menengok kebelakang sebenarnya upaya yang sama pernah dilakukan pada kurang lebih satu dekade lalu saat masih ada Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya, dan Pariwisata Kabupaten Jombang. Tetapi pil pahit pun kembali mesti rela dirasakan karena hanya sebatas sebuah peraturan tertulis tanpa ada realisasi kongkrit sehingga kembali saat ini yang terangkum sebatas kekecewaan belaka.

Namun begitu, langkah ini tetap harus diapresiasi. Seakan ada optimisme kedepannya yang di semai oleh Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang. Sebab, jika benar-benar mampu merepresentasikan tiga tujuan itu. Jelas akan menjadi kado manis untuk generasi akan datang. Ibarat kata pepatah lama "Wong Jowo ra lali karo Jowone." Artinya, mereka turunan mendatang masih memperoleh kilas balik keberadaan tanah kelahirannya.

Baca Juga: Korona Melahirkan Inspirasi

Memang ini bukan ikhwal yang mudah seperti membalikan telapak tangan. Meski bukanlah sesuatu yang baru macam Perbup Cagar Budaya itu, hanya saja untuk Jombang masih asing. Baik secara birokrasinya maupun masyarakat luas. Sehingga kalau pun Perbup Cagar Budaya ini jadi di 'dok', maka secara masif harus dilakukan langkah pemahaman yang menyeluruh. Karena ini kaitannya tentang warisan tak ternilai dari para leluhur terdahulu.

Oleh karenanya, dibutuhkan sinergi dengan pelbagai pihak yang bersifat berkelanjutan. Tak lain harapannya agar tujuan utama Perbup Cagar Budaya itu tercapai serta mampu masuk kedalam relung sanubari individu agar bersama-sama mempunyai rasa memiliki dan turut menjaganya dengan baik.

Menajamkan Tujuan

Dari usaha pelestarian dapat dikatakan bila tak bisa dijalankan sendiri oleh Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang. Apalagi sekarang ini Jombang sendiri belum memiliki seorang atau tim khusus yang mengampu mengidentifikasi perihal temuan-temuan bersejarah arkeologi. Jadi masih membutuhkan tangan dingin dari BPCB tingkat provinsi bahkan nasional seperti pada penemuan Petirtan Sumberbeji yang konon erat kaitannya dengan Kerajaan Majapahit. Memerlukan bantuan dari BPCB Jawa Timur hingga nasional.

Definisi dari pelestarian sendiri cukup lebar. Tak bisa sekadar menjaga keutuhannya saja. Namun lebih lanjut juga perihal temuan baru yang notabene masih nol rupa serta keterangan. Membuatnya membutuhkan tenggat waktu tertentu hingga mencapai keutuhan supaya dapat dinikmati khalayak luas.

Selain itu pula diperlukan Sumber Saya Manusia (SDM) yang unggul seperti dikatakan sebelumnya. Ditambah upaya pelestarian ini juga membutuhkan waktu yang tak sebentar dan dana cukup besar. Terlebih lagi jika menyangkut pelbagai pihak di luar ring utama pelestarian cagar budaya. Jelasnya butuh tenaga ekstra agar langkah pelestarian yang telah direncanakan mampu berjalan mulus.

Sedangkan mengenai kesejahteraan juru pelihara merupakan sesuatu yang wajib. Ibarat kata orang akan bekerja dengan penuh keprofesionalan apabila kesejahteraannya terjamin. Jikalau tidak maka akan terdapat kemungkinan mencari peluang lain dalam mencapai kesejahterannya tersebut. Sehingga bukan sesuatu yang aneh juga jika dalam draf Perbup Cagar Budaya tersebut terkait kesejahteraan juru pelihara sangat diperhatikan.

Walaupun juga tak sampai menyamai dengan standar Upah Minimum Regional (UMR) yang terpatok di Jombang. Tetapi kebijakan ini semacam bentuk perhatian pemerintah daerah. Sebab, keberadaan juru pelihara ini sangatlah penting. Tidaklah sekadar memelihara dalam kesehariannya, namun juga menjaga keutuhannya.

Seperti diketahui bilamana benda-benda cagar budaya memiliki nilai yang mahal jika disandingbandingkan dengan rupiah. Bahkan sudah menjadi rahasia umum kalau banyak sekali benda cagar budaya milik negeri ini terbang dan menyebar keseluruh penjuru dunia. Selain dimiliki oleh kolektor pribadi, ada juga museum luar negeri yang menyimpan sebagai salah satu koleksinya. Untuk itu supaya tak sampai ke tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab, maka juru pelihara mempunyai tanggung jawab yang besar.

Senyampang itu juga ada tanggung jawab lain yang harus dimiliki oleh juru pelihara yakni mampu menjebatani informasi berkenaan dengan benda cagar budaya yang masuk dalam ruang lingkup kerjanya. Dalam pengertian secara tidak langsung mampu mengejawantahkan informasi-informasi yang erat hubungannya dengan cagar budaya tersebut.

Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan kualitas SDM juru pelihara sehingga mampu mentransformasikan informasi dengan jernih sekaligus sistematis. Selain itu diperlukan pula kemampuan komunikasi yang baik beserta dengan data pendukungnya baik hasil uraian BPCB maupun serumpun penelitian lain yang sudah di gelar di sana.

Sementara perihal cagar budaya masuk sekolah, tentunya butuh persiapan yang matang. Tak ubahnya dalam melihat pemberlakuan Perbup tentang kewajiban menggunakan seragam, Muatan Lokal (Mulok) Keagamaan, dan pendidikan diniyah yang sekarang ini berlaku. Bisa menyusun kurikulum sambil mengelompokkan materi yang bakal diajarkan, demikian menyiapkan materi ajarnya. Hal ini sudah sewajarnya diperjelas, tidak mungkin bisa disamaratakan antara jenjang pendidikan SD, SMP, SMA Sederajat. Selain tingkat jangkauan berpikir yang berbeda, pastinya juga dalam pengaplikasian pembelajarannya tak bisa di pukul rata.

Andaikan kita mengingat, seperti apa pembelajaran matematika antara SD, SMP, maupun SMA jelas dari kadarnya berbeda. Namun masih memiliki kesinambungan yang terus dapat dilanjutkan karena materi dasar sebelumnya akan membantu dalam pembelajaran berikutnya. Misalnya belajar perkalian, sangat menunjang dalam materi kelipatan. Demikian dengan sejumlah materi hitungan lainnya.

Dikarenakan cagar budaya ini merupakan perihal kesejarahan yang ada tautannya dengan kuantitas riwayat perjalanan masa silam. Harusnya memiliki dengan kedekatan dengan peserta didik. Tak harus lantas menggunakan bahasa baku bak sebuah laporan hasil penelitian yang bersifat ilmiah. Katakanlah untuk jenjang pendidikan SD, setelah dikelompokkan materinya yang bakal diajarkan. Kemasan dibuat menarik agar peserta didik tumbuh minat dalam dirinya mempelajarinya lebih mendalam. Dari di buat serial komik (gambar dan cerita) maupun cara penyampaian guru yang menyenangkan.

Agar sinergitas pembelajaran tersebut berjalan selaras, maka dibutuhkan model pembelajaran semenarik mungkin di kuasai guru. Berikut dengan format penilaiannya atas ketercapaian pembelajaran cagar budaya tersebut.

Kendati masih berupa Draf Perbup Cagar Budaya dan masih menyusuri jalan nan panjang dan berliku. Tak ada salahnya juga strategi persiapan sebagai ancang-ancang awal dimatangkan. Sehingga tak sampai gagap bahkan lunglai di tengah jalan.

*) Pemimpin Redaksi Majalah Suara Pendidikan

Lebih baru Lebih lama