Ilustrasi seseorang sedang rebahan sambil main handphone. (ist)


NASIONAL - Situasi pandemi Covid-19 membuat kita lebih banyak berkegiatan di rumah sampai saat ini. Misal, bekerja sambil duduk bersandar hingga rebahan di kasur yang nyaman dilakukan. Namun, hal itu rupanya menjadi ancaman berbahaya bagi tubuh kita, lho.

Gaya hidup yang lebih banyak duduk atau tiduran tanpa adanya olahraga ini, dikenal dengan sebutan sedentary lifestyle. Bila kita terlena, siap-siap organ tubuh bakal tidak bekerja secara optimal dan menyebabkan penurunan stamina.

Beres-beres Rumah
Spesialis Kedokteran Olahraga, dokter Andhika Raspati mengatakan berkegiatan di dalam rumah bukan berarti menjadi alasan tidak bisa berolahraga atau sekadar melakukan aktivitas ringan. Salah satu cara supaya tidak terjebak dalam sedentary lifestyle, kata dia adalah, dengan melalukan Non Exercise Physical Activities (NEPA) supaya kondisi tubuh bisa tetap fit.

Andhika Raspati melanjutkan NEPA sederhana yang bisa dilakukan oleh masyarakat antara lain, seperti naik turun tangga untuk melancarkan sirkulasi darah dan membakar kalori, berjalan kaki guna menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah, dan hal sederhana lainnya.

Baca Juga: SDN Sidomulyo Megaluh Menuju Sekolah Sehat

Selain naik dan turun tangga, aktivitas ringan yang juga bisa menjadi bagian dari NEPA supaya tubuh kita bergerak adalah, dengan beres-beres rumah. Agar terhindar dari sedentary lifestyle di antaranya menyapu dan mengepel rumah, menggendong atau bermain dengan anak, hingga kegiatan berkebun sampai mencuci motor dan mobil.

Dokter yang juga Tim Kesehatan KONI DKI Jakarta menambahkan meski demikian, NEPA akan lebih efektif dan menjaga kondisi serta daya tahan tubuh secara maksimal, jika didukung dengan latihan tubuh fisik secara rutin. Tetap lewat olahraga maupun dengan asupan nutrisi yang seimbang setiap harinya.

Kualitas Olahraga Menurun
Dokter Andhika Raspati mengingatkan membuat tubuh tetap banyak bergerak meski beraktivitas di rumah, merupakan hal penting dan jangan sampai diabaikan. Menggerakan tubuh lewat aktivitas yang dilakukan sehari-hari, mampu membuat tubuh kita berada dalam kondisi yang lebih sehat dan memiliki metabolisme yang lebih optimal.

Sementara itu, survei daring yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Desember 2020, diperoleh hasil bahwa pandemi Covid-19 telah menurunkan kuantitas dan kualitas aktivitas olahraga masyarakat. Hasil riset menunjukkan adanya perbandingan satu dari tiga orang yang menjadi responden melakukan perubahan gaya hidupnya yang sebelumnya aktif menjadi tidak aktif.

Melalui riset ini, kita semua diingatkan, gaya hidup yang aktif sangatlah penting untuk menjaga kesehatan tubuh. Maka dari itu, agar bisa terhindar dari berbagai macam penyakit yang tak terdeteksi.

Waspada Jadi Kebiasaan
Dokter spesialis kedokteran olahraga, Sophia Hage menambahkan gaya hidup yang kurang gerak ini sebetulnya sudah ada, jauh sebelum pandemi virus corona melanda dunia. Namun, situasi pandemi membuat perilaku ini kian mengalami peningkatan karena situasi karantina wilayah di dunia, serta pembatasan sosial yang diberlakukan oleh pemerintah saat ini.

Dia menjelaskan kalau dilakukan dalam waktu yang lama, waktu yang panjang, bisa menjadi gaya hidup karena segala kegiatan di luar waktu tidur, hanya memerlukan sedikit energi, misalnya duduk dan menonton televisi. Perilaku kurang gerak ini akan menjadi kebiasaan setelah dilakukan selama enam jam, atau dalam durasi yang lebih lama.

Sedentary lifestyle belakangan kerap diidentikan dengan gaya hidup anak muda saat ini. Sophia Hage menyatakan, tak setuju dengan pandangan ini. Menurutnya, gaya hidup semacam ini bisa terjadi pada siapa saja dan usia berapa pun. Termasuk orang-orang yang rutin berolahraga setiap hari, jika kegiatannya banyak dihabiskan duduk di depan komputer, misalnya.

Ganggu Kesehatan Fisik dan Mental
Sophia Hage mengutip data dari survei IFLS dan jurnal ilmiah The Lancet Global Health menyatakan, populasi di Indonesia yang tergolong kurang aktivitas fisik pada tahun 2007 sebanyak 19,9%, naik menjadi 30 persen pada 2016.

Sedangkan menurut Riset Kesehatan Dasar, pada 2018 terdapat 33,5 persen populasi yang kurang aktivitas fisik. Sementara itu secara populasi global, terdapat 27,5 persen yang kekurangan aktivitas fisik pada 2018. Dari populasi ini, perempuan lebih banyak kurang gerak sebesar 28,6 persen dibandingkan laki-laki yang jumlahnya 23,4 persen.

Dokter spesialis kedokteran olahraga ini menegaskan, kalau kekurangan aktivitas fisik akan berdampak pada kesehatan individu. Secara jangka pendek, bisa menyebabkan nyeri punggung bagian bawah dan radang otot.

Dia membeberkan dalam jangka panjang, kurang gerak bisa menyebabkan ostheoporosis dan ostheoarthritis. Gaya hidup kurang gerak ini, juga bisa meningkatkan risiko obesitas, hipertensi, dan penyakit kardiovaskular. Lebih jauh, perilaku kurang gerak tidak hanya berakibat pada kesehatan fisik, namun, juga bisa menyerang kesehatan mental.

Sophia Hage mengingatkan pelaku sedentary lilfestyle berisiko tiga kali lipat mengalami gejala depresi, dibandingkan mereka yang banyak bergerak.

Sumber/Rewrite: asumsi.co/Tiyas Aprilia

Lebih baru Lebih lama